Kotomono.co – Pondok Pesantren Al Zaytun dan pemimpinnya, Panji Gumilang, sedang menghadapi kontroversi baru. Panji Gumilang menggugat salah satu petinggi Majelis Ulama Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum, yakni Buya Anwar Abbas.
Panji, melalui penasihat hukumnya, Hendra Efendi, telah mendaftarkan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 415/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. Gugatan ini diajukan pada hari Rabu (5/7/2023) pekan lalu dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum.
Tergugat dalam kasus ini adalah Anwar Abbas, dan Majelis Ulama Indonesia juga ikut ditarik dalam gugatan yang diajukan oleh Panji. Gugatan ini tidak main-main, dengan klaim kerugian yang disampaikan oleh Hendra adalah kerugian materi sebesar Rp 1 dan kerugian imaterial sebesar Rp 1 triliun.
“Dalam surat gugatan kami, kami menjelaskan semua hal yang perlu dijelaskan, dan kami juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 dan Rp 1 triliun atas kerugian materi dan imaterial,” ujar Hendra dalam keterangan tertulis pada Senin (10/7/2023) malam seperti dikutip kompas.com.
Panji merasa dituduh sebagai komunis
Alasan Panji menggugat ke pengadilan adalah ucapan Anwar Abbas yang menurutnya menyebut Panji Gumilang sebagai seorang komunis. Dasar tuduhan Anwar Abbas dianggap lemah karena hanya menggunakan potongan video yang beredar saat Panji mengatakan “saya komunis”. Padahal, menurut Hendra, Panji menggunakan kata-kata “saya komunis” untuk menunjukkan ucapan tamu dari China.
“Tamu dari China tersebut tidak menyatakan bahwa dia seorang Budhis, Nasrani, atau Hindu, melainkan dia menjawab ‘saya komunis’. Dan jawaban tersebut disampaikan kepada para santri yang akan meninggalkan Al Zaytun,” jelas Hendra. Menurut Hendra, Anwar Abbas seharusnya memahami maksud yang ingin disampaikan oleh Panji Gumilang mengenai pernyataan “saya komunis” tersebut.
Namun, Anwar Abbas disinyalir dengan sengaja mencemarkan nama baik Panji Gumilang sebagai bagian dari upaya MUI yang diduga mencoba menyudutkan Pondok Pesantren Al Zaytun. “Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, kami sebagai penasihat hukum pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun mengajukan gugatan terhadap Anwar Abbas dan Majelis Ulama Indonesia sebagai tergugat,” tegasnya.
LBH PP Muhammadiyah siap membantu Anwar Abbas
Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat (LBH PP) Muhammadiyah menyatakan kesiapannya untuk mendukung Anwar Abbas yang digugat oleh Panji Gumilang. Direktur LBH PP Muhammadiyah, Taufiq Nugroho, mengatakan bahwa Anwar Abbas adalah salah satu Ketua Bidang di Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Pada prinsipnya, LBH PP Muhammadiyah pasti akan memberikan dukungan penuh dalam menangani masalah-masalah hukum yang menimpa pimpinan persyarikatan. Terlebih lagi, Beliau, Buya Anwar Abbas, adalah Ayahanda kami, pimpinan kami, dan juga pimpinan MUI,” ujar Taufiq.
Tentang langkah-langkah hukum yang akan diambil, Taufiq mengatakan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan pimpinan MUI karena Anwar Abbas memiliki dua jabatan, yaitu di PP Muhammadiyah dan MUI. “Tentu saja kami juga perlu berkoordinasi dengan MUI dalam memberikan bantuan hukum,” kata Taufiq seperti dikutip dari kompas.com.
Menanggapi gugatan yang diajukan oleh Panji Gumilang, Anwar Abbas hanya tertawa. Dia menyatakan bahwa dia tidak ingin mengomentari hal tersebut dan menganggapnya sebagai bagian dari fase kehidupan yang harus dilalui. “Hehehe, no comment dahulu. Biasa, Itulah hidup,” kata pria yang akrab disapa Buya Anwar itu.
Sebagai informasi, Pondok Pesantren Al Zaytun menjadi sorotan publik karena memiliki cara ibadah yang tidak biasa. Sorotan pertama muncul di media sosial ketika saf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Bahkan, ada seorang perempuan yang berdiri di depan saf laki-laki.
Kontroversi ini kemudian berlanjut dengan berbagai pernyataan dari pimpinan Al Zaytun, Panji Gumilang. Panji Gumilang menjadi sorotan karena menyatakan bahwa seorang wanita dapat menjadi khatib dalam ibadah shalat Jumat.
Selain itu, Panji juga menyatakan bahwa kitab suci umat Islam, Al-Quran, adalah kalam Nabi, bukan kalam Tuhan. Isu lain yang muncul adalah dugaan berbagai tindak pidana yang dilakukan oleh Panji Gumilang, mulai dari tindak asusila, perkosaan, hingga pencucian uang.
Yang terbaru, Panji Gumilang dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penistaan agama. Laporan kasus ini sedang dalam proses penyidikan, ditambah dengan dugaan ujaran kebencian.
Panji Gumilang Berubah Sejak 2010
Salah satu alumni pondok pesantren (Ponpes) Alzaytun, Muh Ikhsan mengaku bahwa ada beberapa oknum di lingkungan Ponpes pimpinan Panji Gumilang itu memiliki afiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII).
“Tapi baru kami bisa melihat itu terafiliasi (NII) kalau kita kenal sama karyawannya, sebagian dari gurunya baru kita tahu kalo oh ternyata ini terafiliasi dengan NII atau di momentum-momentum tertentu,” ujar Ikhsan dalam acara Political Show CNN TV, Senin (10/7).
Kendati demikian, ia membantah isu yang menyebut pesantren Alzaytun sejak awal sudah menanamkan NII pada santri lewat pendidikan formal.
“Ponpes Al-Zaytun secara formal, pendidikan formal tidak terafiliasi dengan NII. Pendidikan formalnya, sekali lagi, santri atau pendidikan formal itu tidak terafiliasi dengan NII apapun itu baik kurikulumnya atau kegiatan harian-hariannya,” kata Ikhsan.
Terkait beberapa ajaran yang dianggap sesat yang menjadi sorotan publik, Ikhsan menyebut hal tersebut baru terjadi setelah tahun 2010. Ia mengatakan terdapat banyak perubahan dalam diri Panji Gumilang yang dulu dikenal baik oleh para alumni ponpes yang berada di Indramayu tersebut.
“Itu baru terjadi beberapa tahun ini. Di zaman dulu enggak ada, jadi menurut kami alumni yang udah senior-senior ini melihat memang ada banyak banget perubahan dan perbedaan Panji Gumilang yang dulu kami kenal dengan yang hari ini kami kenal,” imbuh Ikhsan.
Sebelumnya, sejumlah pihak menyebut ponpes Al-Zaytun diduga terafiliasi dengan NII. Beberapa di antaranya yakni Wakil Sekjen MUI Ikhsan Abdullah.
“Poin penting hasil kajian tersebut adalah ponpes tersebut terafiliasi dengan gerakan NII. Hal itu terlihat dari pola perekrutan dan pungutan uang. Mereka sangat eksklusif dan sama sekali tidak memberikan akses kepada warga sekitar,” ujar Wasekjen MUI Ikhsan kepada CNNIndonesia.com.
***
Sumber: kompas, CNNindonesia
(AI)