KOTOMONO.CO – Rasa penasaran saya tentang bangunan yang tiba-tiba muncul di bantaran Kali Lodji akhirnya menemui titik terang. Lewat sebuah postingan Komunitas Peduli Kali Lodji (KPKL) di Instagram-nya, saya mendapat informasi kalau itu adalah posko KPKL. Yang kabarnya, nanti juga akan menjadi tempat untuk sekolah sungai.
Tentu yang saya maksud bangunan seperti gubuk rumah makan dan pemancingan di bantaran atau sempadan Kali Lodji. Kalau nggak meleset, lokasinya di selatan landmark 0 KM Pekalongan. Saya kira itu bangunan buat rumah makan, warung, seminimal-minimalnya angkringan atau kedai layaknya yang menjamur sepanjang jalan Diponegoro.
Tapi perkiraan saya meleset jauh sekali. Tampaknya KPKL memang pengin membangun semacam posko yang kemudian nantinya sebagai corong informasi tentang Kali Lodji. Lha wong katanya nanti juga mau buat Sekolah Sungai.
Sekolah sungai adalah program yang sangat visioner menurut saya. Setidaknya lewat program itu, orang-orang bisa menambah khazanah keilmuan tentang persungaian duniawi. Pun bagi mereka yang masih suka kurang ajar membuang sampah sembarangan.
Posko tersebut juga bisa menjadi semacam tempat untuk merukyah orang yang suka buang sampah ke sungai. Agar setan perusak lingkungan yang mendekam di tubuh mereka bisa pulang kampung.
Btw, berdirinya posko tersebut hampir bersamaan dengan pembangunan rumah baru untuk warga terdampak proyek penataan sempadan Sungai Lodji.
Memang belum lama ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan, entah dapat wangsit dari mana, akhirnya menyadari bahwa bangunan-bangunan di bantaran atau sempadan sungai menjadi salah satu faktor penyebab rob.
Baca juga : Kota Pekalongan Bikin Program Kesejahteraan Sosial Anak Integratif, Buat Apa ya?
Saya jadi teringat Sungai Ciliwung. Di sungai yang konon memberi sumbangsih besar dalam rob di Jakarta itu juga penuh dengan bangunan-bangunan di bantaran sungainya.
Bahkan bangunan-bangunan itu mepet sungai. Mungkin kalau berada di bangunan itu, begitu membuka pintu belakangnya, kita bakal nyemplung ke sungai. Sepertinya Kota Pekalongan juga punya bangunan mepet sungai macam begituan.
Proyek penataan sempadan Kali Lodji yang dicanangkan Pemkot Pekalongan, untuk kali ini saya sepakat dan sungguh-sungguh setuju.
Ini bukan satire atau sekadar sindiran. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya kira penataan bantaran sungai adalah ide yang cemerlang.

Kalau kalian nggak ngeh penataan mana yang saya maksud, coba searching saja di Google, atau cek instagram resmi Protokol Pemkot Pekalongan—ini saya sampai promoin lho pak. Kalau ingatan saya tidak berkhianat, lokasinya di Kawasan sungai Lodji, Kelurahan Krapyak.
Mengapa saya sepakat dengan program itu? Alasannya, hal itu memang diatur dan sesuatu yang sudah ada aturannya pantang untuk dilanggar. Kecuali mungkin bagi orang-orang yang bikin aturan semaunya sendiri.
Jadi begini, Saudara-saudara.
Saya iseng membaca Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2015. Di peraturan tersebut tertulis bangunan di sempadan sungai secara bertahap harus ditertibkan guna mengembalikan fungsi sempadan sungai.
Di peraturan itu juga menyebutkan jarak antara palung sungai dengan tepian kiri dan kanan sekitar 10 meter sepanjang jalur sungai.
Itu untuk kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan tiga meter. Jika sungai semakin dalam maka jaraknya semakin jauh.
Betapa pentingnya memberi jarak antara sungai dan daratan. Silakan pakai teori geografi dari negeri mana pun, dan baca manfaatnya sendiri. Bangunan di bantaran sungai, saya kira lebih banyak mudaratnya.
Bagi saya cukup itu saja, sebab proyek penataan sempadan Kali Lodji ini tak ada celah lagi untuk dikritik. Kalau kalian-kalian ini masih pula protes dan terutama nggak terima dengan ganti ruginya, itu problem lain. Kalian mafhum sendirilah siapa yang harus dan perlu menyelesaikan itu.
Baca juga : Pembangunan di Penghujung Masa Jabatan Walikota Pekalongan Sungguh Bikin Bahagia
Kembali lagi ke posko KPKL. Sebelum kena semprot komentar “Sampeyan urung pernah ngerasake nyemplung Kali Lodji”, karena memang saya tak punya cukup nyali untuk melakukannya, saya yakin posko KPKL tak ada hubungannya dengan proyek penataan sempadan Kali Lodji.
Lha ya tho? Proyek penataan itu kan membongkar bangunan di bantaran Kali Lodji. Rumah, toko, bengkel, dan lain-lain itu dibongkar supaya sempadan bisa difungsikan kembali seperti sedia kala (lah kok di bantaran sungai Lodji di jalan Diponegoro kok banyak bermunculan kedai kekinian, kira-kira ijin ke siapa ya?).

Sedangkan yang dilakukan KPKL ini membangun posko persis di bantaran Kali Lodji. Ringkasnya, dalam hal ini KPKL membangun dan Pemkot membongkar. Keduanya memang berbeda kata kerja, tapi satu objek: bantaran Kali Lodji.
Selain proyek pembongkaran bangunan di sempadan Kali Lodji yang perlu didukung, pembangunan posko KPKL di bantaran Kali Lodji juga perlu mendapat sambutan yang meriah.
Apalagi posko ini berbeda dengan bangunan di bantaran Kali Lodji yang lain. Jika rumah di bantaran sungai boleh jadi nggak bermanfaat, posko semacam ini boleh jadi amat berfaedah. Konon KPKL sudah punya izin khusus dari Dinas PSDA Propinsi untuk menggarap area Sempadan Kali Lodji dari tahun 2019an, tentu diperuntukan bukan untuk lahan bisnis ya tetapi lebih ke edukasi.
Saya sendiri menanti bagaimana posko di bantaran sungai ini bisa digunakan nantinya. Lebih-lebih, tentu saja program sekolah sungainya. Bagi saya, sekolah sungai ini penting.
Masyarakat bisa mendulang pemahaman dan ilmu pengetahuan tentang sungai melalui posko ini. Begitu pula dengan para siswa dan mahasiswa yang masih butuh ilmu mengenai sungai. Soalnya ilmu tentang sungai ini di kurikulum dan silabus nggak lengkap jeh.
Tentu yang paling dinanti juga, kakak-kakak KPKL yang akan mengajarkan ilmu perihal sungai. Saya membayangkannya bakal menyenangkan sekali. Masyarakat dari segala kalangan bisa menimba ilmu sungai langsung dari sumbernya.
Baca juga : Wah Pemkot Pekalongan Bangun Wisata Air Terbesar di Tengah Sempitnya SDA
Pembelajaran pun semakin mengasyikkan karena lokasi sekolahnya dekat dengan apa yang dipelajari. Siapa saja yang belajar sungai di posko KPKL bisa sekalian praktik.
Sistem belajar disertai praktik ini sangat efektif. Kalau nggak percaya tanyakan saja sama Mas Dini Alan Faza.
Mana kala kakak-kakak KPKL ini pengin menunjukkan zat-zat berbahaya yang tercecer di Kali Lodji, mudah, tinggal nyiduk saja.
Nggak usah repot-repot jalan kaki bermeter-meter sampai berkilometer-kilometer untuk praktik di sungai. Cukup beberapa langkah kaki anak-anak SD, bau sungai yang tercemar menyeruak ke hidung kita.
Bahkan boleh jadi, bau-bau dari sungai tercium sejak turun dari kendaraan. Kalau kurang puas, kita bisa mencelupkan tangan kita ke Kali Lodji.
Nganu… biar afdhol. Selain disulap jadi sekolah sungai dadakan, posko ini juga sebagai laboratorium sekaligus gudang sampelnya. Setuju ?
BACA JUGA artikel Muhammad Arsyad lainnya.