KOTOMONO.CO – Belum usai kabar kenaikan BBM mereda, rakyat Indonesia harus kembali menerima kabar yang menyakitkan. Pemerintah dan DPR sepakat untuk menghapus daya listrik yang digunakan masyarakat kurang mampu yang mendapatkan subsidi. Pelanggan 2 golongan yang mendapatkan subsidi tarif listrik berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016 ini harus bersiap-siap ganti daya.
Pelanggan PLN yang sebelumnya menggunakan daya 450VA akan diubah menjadi 900 VA. Kemudian yang memakai 900 VA menjadi 1.200 VA. Meski dinaikkan, kelompok masyarakat miskin penerima subsidi ini akan tetap mendapat subsidi tarif listrik seperti sediakala.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar DPR) RI Said Abdullah dalam rapat panja pembahasan RAPBN 2023 bersama pemerintah di gedung DPR RI, Senin (12/9/2022).
“Salah satu kebijakan yang kita ambil adalah menaikkan 450 VA ke 900 VA untuk rumah tangga miskin dan 900 VA ke 1.200 VA,” kata Said seperti dikutip dari kompastv.
Menurutnya, ada beberapa alasan yang mendasari kebijakan peningkatan daya bagi rumah tangga penerima subsidi listrik in dilakukan. Selain diklaim untuk menaikkan kualitas hidup warga miskin, ada pula alasan keuangan dari PLN.
“Kalau 450 VA naik ke 900 VA, kita bela betul orang miskin, jangan kemudian dia lagi mencuci baju (dengan mesin cuci) tiba-tiba suruh matiin dulu (mesinnya) karena kulkas mati (akibat listrik tidak cukup),” ucap Said.
PLN sampai saat ini terus mengalami kelebihan pasokan atau oversupply listrik. Pada 2022 ini kondisi surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW) dan akan bertambah menjadi 7,4 GW di 2023, bahkan diperkirakan mencapai 41 GW di tahun 2030.
“Kalau nanti EBT (energi baru terbarukan) masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply. Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu karena kontrak take or pay maka harus bayar Rp3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun,” terang Said.
Dalam kontrak jual-beli listrik antara PLN dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer atau IPP), ada yang namanya skema take or pay. Artinya, dipakai atau tidak dipakai listrik yang diproduksi IPP, harus tetap dibayar oleh PLN sesuai kontrak.
Skema tersebut membuat kelebihan supply listrik menjadi beban keuangan bagi PLN. Sehingga Banggar DPR menyarankan pemerintah perlu menaikkan daya listrik penerima subsidi agar menyerap listrik PLN yang saat ini mengalami oversupply tersebut.
“Bagi orang miskin, rentan miskin, yang di bawah garis kemiskinan itu tidak boleh lagi ada 450 VA, kita tingkatkan saja minimal 900 VA. Setidaknya demand-nya naik, oversupply-nya berkurang. Terhadap yang 900 VA juga naikkan saja ke 1.200 VA,” ujarnya seperti disadur dari kompastv.
Dalam pelaksanaannya nanti, Said meminta rumah tangga miskin tersebut jangan dibebani biaya tambah daya. Karena biayanya cukup besar. Sebagai solusi, pemerintah bisa memberikan penugasan kepada PLN untuk mengubah daya tersebut secara teknis.
Subsidi Energi Bisa Bangun 200.000 SD atau 40.000 Puskesmas
Sementara soal subsidi energi, Ketua Banggar DPR RI dari partai PDIP ini menjelaskan bahwa tahun 2022 pemerintah telah menganggarkan subsidi energi sebesar Rp502 triliun. Anggaran tersebut habis digunakan untuk menyubsidi harga energi yang sebagian besar dinikmati kalangan mampu.
Dikutip dari Sindonews, Said membeberkan dengan dana sebesar itu idealnya dapat digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan kegiatan produktif, misalnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur energi dan lain-lain.
Seperti dapat untuk membangun ruas tol baru sepanjang 3.501 km dengan perkiraan investasi Rp142,8 miliar per km. Subsidi energi juga bisa untuk membangun 227.886 unit Sekolah Dasar dengan hitungan pagu anggaran Rp2,19 miliar per SD.
Jika dialihkan ke bidang kesehatan, maka subsidi energi juga bisa untuk mendirikan 3.333 unit rumah sakit skala menengah dengan besaran pagu anggaran Rp150 miliar per RS. Atau bisa juga membangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp12 miliar per unit.
Penulis : Angga