KOTOMONO.CO – Sebuah ide brilian muncul dari Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan di menit-menit akhir masa jabatan sang Kepala Daerah. Sesuai rencana, sebuah pilot project pembangunan wahana wisata air terbesar di Indonesia segera dibangun di kota ini. Tentu, semua akan mengatakan, “Wow!” karena mega proyek ini juga didanai oleh Pemerintah Pusat.
Gimana nggak wow coba, dengan Sumber Daya Alam yang serba terbatas, Pemerintah Kota Pekalongan justru berani mengambil langkah untuk membangun wisata air. Terbesar se-Indonesia pula! Wow kan?! Ya pastilah wow! Kalau nggak wow, apa coba? Apa mungkin wew? Atau wiw?! Kan nggak enak didengar kan? So, jangan main-main dengan proyek ini. Ini proyek besar lho! Sangat besar! Apalagi untuk ukuran Kota Pekalongan.
Lho, gini ya gaes, sesuai dengan petunjuknya peta, wilayah Kota Pekalongan itu luasnya cuma 45 kilometer persegi. Sedang kawasan Kabupaten Pekalongan yang bertetangga dekat, luasnya mencapai 836,11 kilometer persegi. Kabupaten tetangga lainnya, yaitu Batang, luasnya 788,6 kilometer persegi. Jadi, bisa dibayangkan seberapa luasnya Kota Pekalongan.
Nah, dengan luas wilayah yang sesempit itu, tentu terbatas pula kekayaan Sumber Daya Alamnya. Tentu, salah satu lahan penghidupan yang memungkinkan bagi masyarakat Kota Pekalongan ya laut. Sebab, ia adalah satu-satunya Sumber Daya Alam yang luas. Kalau mesti di daratan, lahannya makin hari makin sempit. Persaingannya pun semakin ketat, seiring dengan kepadatan kawasan kota yang kian hari kian sumpek dirasa. Nggak mungkin lagi sumber daya alam di kawasan padat dapat terkelola dengan baik.
Namun, rupanya tak mudah juga menaklukkan laut agar dapat mengelola sumber daya alamnya. Cerita-cerita para pelaut dan nelayan soal tantangan di laut menjadi bukti, kalau laut tak mudah ditaklukkan. Sulit juga dimengerti. Bahkan, kata beberapa pelaut yang sempat saya temui, hidup di laut berbulan-bulan itu sangat menjemukan. Penuh tekanan dan berasa menantang maut. Sampai-sampai ia sendiri tidak akan tahu apakah ia akan pulang dengan selamat atau sekadar menitip nama pada orang-orang di rumah.
Saya kira, kisah-kisah mereka akan menarik jika diulas secara mendalam. Supaya orang-orang di darat juga tahu dan mau memahami jerih payah mereka untuk mendapatkan ikan yang mereka santap sehari-hari. Supaya orang-orang yang tak pernah mengenyam pengalaman menegangkan itu juga tersadar, bahwa upaya mereka sebagai nelayan patut diapresiasi.
Kembali ke masalah pantai Kota Pekalongan yang memiliki panjang garis pantai sekitar 6,8 kilometer. Selain menjadi kekayaan sumber daya alam satu-satunya yang dimiliki kota produsen batik ini, laut utara Jawa kota Pekalongan rupanya juga berpotensi menjadi ancaman bagi kehidupan warga pesisir. Sudah bertahun-tahun kota ini dilanda banjir rob. Bahkan, kondisi rumah-rumah warga di sejumlah kelurahan juga sudah kian parah. Tak layak huni. Tapi, don’t worry, konon banjir rob ini telah teratasi semenjak berdirinya tanggul di daerah pesisir pantai. Bereslah!
Makanya, tak menjadi keheranan jika kemudian wisata laut pun akan segera dibangun. Gerak cepat diambil Pemkot Pekalongan. Hari Selasa (1/12) lalu, Pemkot Pekalongan akhirnya menggelar Ground Breaking. Pada kesempatan itu, Walikota Pekalongan Saelany Machfudz sempat melontarkan pernyataan, “Sumber daya alam kita terbatas, jadi harus benar-benar dimaksimalkan potensi yang ada dengan kreativitas yang ada.”

Hm… sepakat sih! Memang sudah jadi tanggung jawab Pemkot Pekalongan untuk membuktikan diri sebagai kota kreatif dunia. Segala macam kebijakan dan pola hidup masyarakatnya juga kudu mendukung ke arah kreativitas. Jadi, wajarlah jika Walikota Pekalongan bicara demikian.
Informasi lainnya, dana pembangunan wisata air berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) senilai Rp 48 milyar. Kepala Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Jawa Tengah, Cakra Nagara menyebut, pengerjaan wisata tersebut ditarget bakal memakan waktu 390 hari. Wisata air nantinya akan terbagi menjadi 9 zona yang dilengkapi jogging track.
Wah! Gagasan itu menunjukkan betapa Pemkot Pekalongan serius betul mengelola keterbatasan SDA itu. Tidak mau disia-siakan begitu saja. Baguslah!
Tetapi, mungkin perlu ditengok lagi bangunan tanggul yang sudah didirikan itu. Kalau dilihat dari bentuk fisiknya masih kelihatan segar dan tangguh. Menandakan umurnya belum seberapa lama. Mestinya masih bisa diandalkan untuk menanggulangi masalah banjir rob. Cuma, genangan air di sejumlah kawasan yang sudah langganan rob itu apa ya? Banjir rob bukan sih? Semoga saja bukan.
Nah, di sinilah masalahnya. Proyek pembangunan wisata air mungkin saja akan berpotensi mengurangi SDA di Kota Pekalongan yang dari awal sudah sempit. Apalagi jika tak mempertimbangkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Mengingat kondisi alam Pekalongan kian memburuk.
Muka tanah di pesisir Pekalongan per tahun selalu turun. Seorang peneliti dari ITB, Heri Andreas menyebut penurunan muka tanah ini mencapai 20 cm per tahunnya. Bahkan, menurutnya tanggul yang dibangun itu bukanlah solusi yang patut dibanggakan.
“Saat ini jalan terdampak rob kategori lokal primer sepanjang 23.912, sedangkan lokal sekunder sekunder 37.327 km,” kata Heri kepada INews.id.
Itu baru persoalan muka tanah, kita belum tahu apakah pembangunan wisata air terbesar ini juga akan berdampak ke sektor sumber daya alam. Dampak yang paling nyata adalah dengan pembangunan, otomatis sumber daya alam akan berkurang dari yang semula memang sudah sempit. Belum lagi dampaknya bagi para nelayan dan penduduk yang bermukim di pesisir pantai.
Membujuk mereka agar mau direlokasi tentu bukan perkara enteng. Dan itu bisa jadi PR besar, jangan sampai ketika tengah pembangunan, muncul penolakan dari warga setempat. Apalagi kalau sampai mereka akhirnya kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan maupun pengusaha ikan. Lho dulu kan Pelabuhan Pekalongan sempat jadi ikonnya Jawa Tengah juga.
Terus sekarang, dengan rencana pembangunan wisata air itu apakah juga akan melibas ikon yang lama dan menggantinya dengan ikon baru? Ataukah memang ikon lama itu dianggap sudah tidak mencukupi sebagai ikon? Ah, rasa-rasanya kok nggak gitu-gitu amat. Tapi, mungkin kita tunggu saja deh bakal kayak apa dampak wisata air ini? Mungkinkah akan sukses mengubah pola hidup masyarakat? Mungkinkah akan menyejahterakan? Semoga saja begitu. Ya kan, Pak?!