KOTOMONO.CO – Menjadi selebgram barangkali belum menjadi sesuatu yang dicita-citakan, laiknya dokter, pilot, guru, dan segudang sebutan profesi lainnya. Bisa dikatakan, selebgram hanya menjadi sambilan. Sekadar menjalani hobi. Tetapi, dari penuturan selebgram pekalongan mbak Ayu, Dewi, Dwis, dan Phika, tampak bahwa menjadi selebgram itu bisa mendatangkan penghasilan.
Soal besar-kecilnya, itu sangat relatif. Paling tidak, lumayanlah untuk menebalkan isi dompet dan menambah digit angka di rekening bank.
Tapi kalau ditanya apakah pekerjaan mereka sebagai selebgram itu tidak melelahkan? Oh… pasti juga lelah. Mereka mengaku begitu. Yang jelas, kudu pinter-pinter jaga kondisi tubuh agar tetap prima.
Lalu, apakah modalnya besar? Itu relatif.
Dari pengakuan mereka, besar-kecilnya modal itu sangat relatif. Yang terpenting adalah bagaimana menjaga relasi yang baik antara mereka dengan orang-orang yang ikut terlibat untuk sebuah kesuksesan. Artinya, sukses mereka tidak bisa dipungkiri sebagai hasil kerja bareng. Kerja tim.
Jadi, nggak cuma good looking saja. Tetapi, bagaimana bersikap terhadap mitra kerja juga perlu dijaga baik-baik. Terutama orang-orang yang berada di balik layar sukses mereka. Selain itu, juga terhadap orang-orang yang menjadi follower mereka.
Inilah saya kira salah satu bentuk dari revolusi industri 4.0 yang sedang marak dibicarakan di setiap seminar. Industri media warga atau media sosial semakin disemarakkan oleh kehadiran fenomena-fenomena yang tidak bisa dianggap sepele. Perlu filtrasi dan penyikapan yang cerdas. Juga dibutuhkan rasa tanggung jawab yang besar.
Orang bisa dan boleh saja populer. Tetapi, popularitas bukanlah tujuan. Ia hanya seperangkat piranti kecil untuk sebuah langkah besar di kemudian hari. Meda sosial boleh jadi menyilaukan pesonanya. Tetapi, pesona itu jangan sampai terlena. Kita masih butuh bersosialisasi secara wajar, karena kita sama-sama manusia yang butuh teman untuk bisa berbagi.
Oleh : Kang Ribut Achwandi