Kotomono.co – Di era kurikulum merdeka ini peran guru mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Jika di era-era sebelumnya guru adalah sumber pengetahuan bagi para siswa, maka sekarang tidak lagi. Guru lebih berperan sebagai fasilitator bagi murid dalam mencari ilmu. Hal ini sejalan dengan kutipan “guru yang biasa saja bisa mengajar, guru yang baik mendidik, sedangkan guru yang luar biasa akan menginspirasi”.
Dengan peran barunya sebagai fasilitator, guru harus bisa menjadi inspirasi bagi para siswa. Ia tak lagi harus berbusa-busa menjelaskan segala sesuatu kepada anak didiknya. Cukup mendampingi dan memberi rambu-rambu mengenai pengetahuan apa yang hendak dicari, pun bagaimana cara ngupadinya. Selanjutnya biarkan para siswa mencari sendiri pengetahuan apa yang diminati.
Hal ini tentu tidak mudah bagi para guru. Mereka perlu wawasan yang luas serta perlu mengasah ketrampilan khusus untuk menjadi pendamping siswa. Lebih dari itu, para guru harus bersedia menurunkan ego sebagai pusat ilmu. Bukankah guru yang berhasil adalah mereka yang mampu mengantarkan siswa menjadi lebih jago dari dirinya?
Lalu adakah sosok guru inspiratif yang bisa dijadikan suri tauladan? Dari jagat nyata sih banyak. Namun di tahun yang sangat politis ini mending kita ambil contoh dari jagat pewayangan saja deh. Biar aman.
***
Ada banyak guru hebat dalam cerita pewayangan jawa. Beberapa diantaranya adalah Resi Krepa, Parasu Rama, dan Begawan Dorna. Resi Krepa merupakan guru yang mendidik para Pandawa dan Kurawa di masa kanak-kanak mereka. Sedangkan Parasu Rama memiliki track record yang lebih ‘ngeri’ lagi. Dia merupakan guru bagi banyak ksatria hebat sejak jaman Arjuna Sasrabahu, jauh sebelum era Ramayana, hingga mengangkat Karna sebagai murid di era Mahabarata.
Namun diantara guru-guru agung tersebut tidak ada yang lebih inspiratif dari Begawan Dorna alias Bambang Kumbayana. Jika Parasu Rama dan Resi Krepa harus mengajar dengan tatap muka saja, maka sang Pandhita ing Sokalima mampu menuangkan ilmu kepada murid-muridnya tanpa mengajari secara langsung. Ia hanya perlu memberi inspirasi untuk melakukan transfer of knowledge kepada anak didiknya.
Setidaknya ada dua siswa Begawan Dorna yang mendapatkan ilmu dengan cara tak langsung tersebut. Yang pertama adalah Bambang Ekalaya, seorang ksatria dari Nisada. Dan yang kedua adalah Werkudara a.k.a. Bima, satria panenggak Pandawa.
Bambang Ekalaya yang juga dikenal dengan nama Palgunadi pernah belajar ilmu memanah secara tidak langsung kepada Dorna. Situasinya ketika itu sang begawan telah teken kontrak dengan Bhisma untuk hanya mengajar Pandawa dan Kurawa saja, hingga dia tidak bisa menerima Palgunadi sebagai muridnya secara resmi.
Sang ksatria Nisada tidak kekurangan akal. Dia tak pernah absen mengintip ketika sang begawan mengajar murid-murid resminya, dan mempraktikkan ilmu tersebut di hadapan patung Dorna yang dia buat sendiri. Nyatanya sekedar patung guru Dorna saja bisa menginspirasi Palgunadi untuk bisa menjadi pemanah ulung yang bahkan mampu menandingi Arjuna.
BACA JUGA: Gaji Berlipat di Akhirat tapi di Dunia “Melarat” Si Guru Honorer
Yang lebih epic lagi adalah Werkudara. Dalam lakon Bimaruci, ia bisa mendapatkan ilmu sejati kasampurnaning urip hanya dengan bekal tekad bulat untuk menuruti perintah Dorna, guru yang telah dianggap sebagai Bapak kedua baginya. Padahal sang guru mengeluarkan perintah tersebut dengan niat super iseng untuk menyingkirkan si panenggak Pandawa dari dunia.
Syahdan Begawan Dorna memerintahkan Bima untuk mencari galih kangkung dan kayu gung susuhing angin di samodra nilam kalbu. Sesuatu yang tampak mustahil. Sebab mana ada intinya kangkung? Atau adakah kayu super besar yang menjadi sarang angin? Dan samudra kalbu, di mana pula letaknya itu? Sampeyan cari di google map juga gak bakalan ketemu.
Intinya memang sang guru memberi perintah yang ngadi-adi dan mustahil bisa dipenuhi oleh muridnya. Tujuannya adalah untuk menghilangkan nyawa Werkudara atas perintah konspiratif dari Patih Sengkuni di pihak Kurawa.
Toh Werkudara nekat melaksanakan perintah gurunya. Ia yakin dengan sepenuh hati akan mendapatkan ilmu sejati. Dan cekaking carita memang begitu. Ia malah menjumpai Sang Dewaruci di samudra kalbunya, yang kemudian membabar ilmu sejati untuknya.
BACA JUGA: Salah Guru Ya Kalau Kualitas Pendidikan Kalah Saing?
Dorna sendiri tinggal mesam-mesem, sebab ia tahu namanya akan dikenang sebagai guru yang memberi perintah ngawur namun justru menjadi jalan kemuliaan bagi muridnya. Apa ndak inspiratif itu namanya?
***
Kembali ke sosok guru inspiratif yang dibutuhkan di era kurikulum merdeka sekarang ini. Tampaknya akan tidak adil jika kita menuntut para guru untuk menjadi sosok yang serba sempurna. Guru harus menjadi sosok yang inspiratif, penyabar, menguasai beraneka bidang ilmu, baik hati dan tidak sombong, rajin menabung serta sakti mandraguna bla bla bla. Pendeknya sosok yang sepandai dan sesakti Begawan Dorna dengan kemampuan adikodrati seperti Kresna serta berhati seputih Yudhistira. Emangnya ada?
Sosok guru yang inspiratif saja rasanya sudah cukup baik untuk mengarungi era kurikulum merdeka ini. Jika ada tambahan kualifikasi yang lain, maka itu adalah bonus.
Dirgahayu para guru Indonesia, mugya rahayu kang sarwa pinanggih.