Cintapekalongan – Jam Malam mulai diberlakukan di Kota pekalongan. Siaran Wedangan pun digasikkan! Pendengar pun maklum. Rata-rata mereka menyambut gembira apa yang menjadi kebijakan baru yang sifatnya sementara itu.
Seperti biasa dering telepon nyaris tak terjeda. Dari satu penelepon ke penelepon berikutnya, saling berkejaran. Saya dan Opix yang bertugas mengawal acara Wedangan pun kerap kuwalahan menanggapi telepon yang masuk. Tetapi, kami gembira, sebab itu artinya acara Wedangan cukup sukses. Didengar banyak orang dan diminati.
Lho! Nggak diminati bagaimana? Beberapa penelepon kerap mengaku kesulitan masuk ke acara Wedangan. Antrean teleponnya padat. Bisa masuk saja sudah sangat beruntung! Bahkan, ada juga yang mengaku harus membeli pulsa, khusus hanya untuk menelepon ke studio Radio Kota Batik.
Kalau Anda tanya, apa sih istimewanya acara Wedangan? Kami tak bisa menjawab dengan pasti. Sebab, acara itu mula-mula lahir dari omong kosong. Atau kalau istilah Pak Tarsahud, salah seorang pendengar setia kami yang tinggal di kawasan Wonotunggal, dongengan cara bodho. Jadi, boleh dibilang kemunculan Wedangan dari sebuah keisengan. Bahkan, kalau dicermati dari segi kualitas, sama sekali acara Wedangan itu nggak ada kualitasnya. Wong acaranya sekadar obrolan nggak bermanfaat kok. Sekadar guyon dan memang nggak ada sesuatu yang bisa diambil dari obrolan itu.
Ada kalanya penelepon hanya saling menyapa satu sama lain. Ada juga yang kadang cerita kosong. Juga ada yang kasih komentar-komentar yang alakadarnya. Tapi, ada pula yang curcol. Malah kadang ada yang saling nge-prank! Jadi, nggak ada tema khusus. Apalagi topik-topik yang kelihatannya ‘pentig’!
Ya! Acara Wedangan seperti sebuah acara yang memang nggak penting. Tetapi, dari sisi lain, acara ini menjadi dipandang penting karena komunikasinya. Ajang silaturahim via udara. Begitu kami menyebutnya. Saling sapa, saling menanyakan kabar, juga saling berbagi cerita. Penting nggak penting, yang penting para pendengar bisa menikmati betul kesyahduan Wedangan.
Tetapi malam itu, kami benar-benar merasakan sesuatu yang sangat berbeda dari biasanya. Selain pergeseran jam tayang, perbedaan itu terasa pada ritmenya. Dua jam siaran terasa begitu cepat berlalu. Saya dan Opix yang mengawal perjalanan acara itu sampai tuntas, merasakan betul percepatan itu. Mungkin kami saking semangatnya. Bisa jadi pula karena waktunya yang gasik itu tadi.
Beberapa penelepon merespons baik jam tayang sementara kami. Bagi mereka tidak menjadi masalah mau kapan saja. Yang jelas Wedangan menjadi acara yang mereka tunggu-tunggu. Mereka tak mau sedikit pun ketinggalan.
Bu Rahmat, yang sudah menjadi penelepon langganan, kerap mengatakan gela alias sedih kalau sampai melewatkan acara Wedangan. Sampai-sampai, beliau selalu bela-belain nelpon walau sedang di luar kota. Katanya, kurang marem kalau belum nelepon.
Begitu juga Pak Agus Soro yang belakangan lebih sering absen. Hanya memantau dari rumah dan berkirim sms atau WA. Beliau akan nyempetin telepon kalau pas ada urusan di luar kota.
Pak Muchsin, sesepuh Kampung Haji Palal, Podosugih, juga demikian. Selalu monitor dan menelepon. Kalau pas ramai saluran telepon kami, beliau cenderung memilih sekadar memonitor saja. Tapi, kalau ada celotehan yang menarik, beliau tak segan-segan masuk. Lalu, dengan banyolan yang khas, beliau akan bertutur cerita-cerita lucu.
Ah, pokoknya ada saja idenya. Dan malam tadi, beliau sempat berkirim WA ke saya. Katanya, sedih nggak sempat gabung Wedangan karena nggak tahu kalau jam tayangnya digeser. Waduh!
Ojan, si anak gunung juga tak luput ikut memeriahkan. Lelaki lajang yang satu ini kadang juga curcol. Terutama soal asmaranya. Nyaris ia tak pernah absen.
Masih banyak lagi pendengar-pendengar setia Wedangan. Rata-rata mereka punya pandangan yang senada. Yang baru-baru juga sama.
Ya… ya. Semoga acara Wedangan di RKB bisa tetap eksis dan langgeng. Sebab, acara ini bisa dijadikan ajang untuk merekatkan tali silaturahim di antara warga Wedangan. Dan dari sinilah saya belajar. Ternyata, hal-hal yang tampak remeh-temeh kadang justru punya kekuatan untuk bisa mempererat persaudaraan. Bahkan, bisa dijadikan upaya bersama untuk saling menguatkan. Lebih-lebih di saat seperti sekarang ini. Ketika orang-orang dilanda kecemasan, orang lebih butuh untuk dibikin tertawa. Meski itu sebenarnya dalam rangka menertawai diri sendiri.
Salam hormat saya untuk warga Wedangan.