KOTOMONO.CO – Selasa siang, sebuah postingan di grup facebook PEKALONGAN INFO mendadak dikerubuti netizen Pekalongan. Ribuan jempol dipanen. Komentar-komentar pun ramai dilayangkan. Bahkan, postingan itu telah dibagikan 1.000 kali lebih. Apa sih perkaranya?
Rupanya, postingan yang diunggah akun Mamase Eko ini menyoalkan pelayanan bagi korban banjir di Dinas Sosial, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Pekalongan. Dalam postingan itu, si empunya akun, menulis:
Kapok ke dinsos pekalongan
Hari minggu malam kami dtg ke dinsos dg Pak RT dan Pak RW menerjang banjir menggunakan tossa untuk meminta bantuan bagi warga di 4 RT di krapyak, smpe disana dibilangin bhw stok habis, trs kami bilang bhw sepertinya di dalam msh ada sisa 5 karung beras (pdhl kita menduga sj) tiba2 oknum petugas gelagapan dan akhirnya menemui rekannya, lalu rekannya dtg dg alasan yg beda, dia minta surat2 yg sdh kami bawa..dan lalu ksh alasan bhw surat2 tsb tdk lengkap krn tdk ada cap dr kelurahan, kami nego..gmn kalau misal hr ini jg kami minta cap kelurahan apakah bantuan bs cair..kurang lbh dia memastikan bisa..kemudian kami nego gmn kalau berasnya kami bawa sekalian sm petugas utk mengambil bersama2 surat yg di cap kelurahan..beliau bilang tdk bs..pdhl utk smpe dinsos kami menerjang banjir yg cukup dalam, yg lbh bikin kami emosi..yg di dalam banyak oknum yg santai2 sambil karaoke..stlh debat cukup keras akhirnya kami diksh 25kg..utk 4 RT..paginya kami diminta dtg dan membawa surat2 dr kelurahan..harapannya 3 RT yg blm kebagian bs dpt..dan…..hanya dpt 25kg…yowes lah…
Isin jane..tp apakah kudu seperti ini..mohon infonya y lur..
Kontan, postingan itu ditanggapi netizen dengan beragam komentar. Ada yang menyepakati postingan tersebut. Ada pula yang memberikan tanggapan berbeda. Semacam sebuah upaya untuk membuat komentar-komentar lainnya tidak terlalu memojokkan pihak Dinsos. Bahkan, ada yang sampai berbalas-balasan komentar dengan argumen masing-masing. Jadilah, debat di antara para komentator itu.
Nah, terlepas dari ramainya komentar yang muncul pada postingan tersebut, kami lantas berusaha menelusuri permasalahan tersebut. Sekitar pukul 16.00, kami menyambangi kantor Dinsos P2KB Kota Pekalongan yang ada di kawasan Jalan Sriwijaya. Kami berharap, ada jawaban mengenai masalah tersebut.
BACA JUGA : Banjir Berwarna Merah di Kota Pekalongan Itu Biasa Saja, Nggak Usah Lebay!
Dan benar saja, setiba di kantor Dinsos, kami ditemui oleh Kabid Rehabilitasi, Perlindungan dan Jaminan Sosial. Di kantornya, Pak Kabid tampak sibuk dengan berbagai urusan. Beberapa kali, beliau menerima telepon. Mungkin, karena di masa-masa tanggap darurat banjir ini beliau memang kudu stand by. Jadi, kami pun maklum dengan kesibukan beliau saat itu.
Selepas urusan selesai, beliau lantas menemui kami dan ngobrol. Tentu, obrolan kami tak jauh dari masalah penanganan warga korban banjir. Lebih spesifiknya, tentang postingan facebook itu.
Dengan senyum ramah, Pak Kabid menyatakan, “Kami tidak ingin membuat masalah itu menjadi berkepanjangan. Saya sudah koordinasi tadi dengan bagian media di sini, dan kami tidak akan memberikan tanggapan atas postingan itu.”
Meski begitu, beliau menangkap maksud postingan tersebut. Menurut Pak Kabid, “Masalah yang dipertanyakan postingan itu sebenarnya pada persoalan mekanisme yang mesti dilalui. Sesuai ketentuan, setiap pengambilan bantuan dalam bentuk apapun di kami, memang harus diketahui Lurah. Tujuannya, agar pendataannya menjadi mudah. Pelayanannya pun jadi tidak repot.”
Data, menurut Pak Kabid, itu penting. Melalui data, pihaknya punya rekam jejak dari waktu ke waktu. Data inilah yang juga akan menjadi bagian dari evaluasi dari kegiatan yang dilakukan pihaknya di dalam menangani masalah banjir terutama administrasi dalam pembuatan Laporan Pertanggungjawaban.
“Data ini nantinya juga akan berguna bagi perencanaan kebijakan di masa-masa yang akan datang. Harapannya, dengan begitu, pelaksanaan kegiatan di kami akan dapat dilakukan secara lebih baik lagi,” katanya.
Oh, begitu. “Tetapi, bagaimana jika keadaan memang sangat mendesak? Apakah memang harus melalui Lurah?” pertanyaan itu kembali muncul. Untuk meyakinkan jawaban beliau.
“Aturannya memang begitu. Dan kami tidak bisa melanggar aturan. Kami bekerja harus sesuai aturan,” tandas Pak Kabid.
BACA JUGA : Silverman, PGOT Jadi Aset Wisata, Boleh Nggak?
Wah, kalau begitu agaknya cukup repot juga rupanya. Meski aturan dibuat dengan tujuan baik, kenyataannya, berbagai kendala juga siap menghadang. Pemahaman masyarakat yang terbatas mengenai aturan dan penafsiran aturan oleh para pemangku kebijakan yang mungkin saja tidak seragam akan membuat pelaksanaan aturan seolah-olah mengalami ketersumbatan. Akibatnya, aturan pun seolah-olah tercerabut dari prinsip dasarnya, yaitu memberikan kemudahan bagi semua warga.
“Dalam keadaan seperti sekarang, kami itu masih harus melakukan kerja dobel. Selain harus terjun ke masyarakat, kami masih harus mengurusi administrasi. Jadi, nggak ada kelonggaran sedikit pun. Bahkan, kerja kami di luar jam kerja itu nggak dihitung sebagai lembur. Prinsip kami, hanya berusaha memberikan yang terbaik. Semaksimal mungkin,” ujar Pak Kabid.
Jadi, kalaupun ada petugas yang karaokean di kantor di sela-sela mengisi luang waktu, Pak Kabid mengharap pemakluman dari warga. “Apalagi itu kan Minggu malam. Tentu, maksudnya bukan untuk menganggap enteng masalah banjir ini. Akan tetapi, setiap orang punya cara masing-masing agar bisa me-refresh tenaga dan pikirannya,” ungkap Pak Kabid.
“Prinsipnya, dini hari itu, kami sudah berusaha melayani. Bantuan beras sudah kami berikan. Dan waktu itu kami katakan, jika masih kurang besok masih bisa disusulkan. Sebab, stok kami memang terbatas. Kami nyetok secara bertahap. Hari ini nyetok, hari ini pula kami didistribusikan. Kalau ada sisa, kami simpan untuk cadangan. Siapa tahu ada warga yang membutuhkan. Jika habis, kami nyetok lagi. Jadi, tidak ada stok berlebih di gudang kami,” jelasnya.
BACA JUGA : Belajar Berempati kepada Para Relawan
Di jelang akhir pertemuan kami, Pak Kabid menyampaikan agar masalah banjir yang melanda Kota Pekalongan ini menjadi masalah bersama. Semua elemen masyarakat diharapkan dapat ikut ambil bagian di dalam menangani masalah tersebut. Semua mesti saling bahu-membahu untuk mengatasi masalah banjir ini. “Jangan lupa, kalau ada kejadian apapun itu di lingkungan masing-masing, Pak Lurah dilapori,” pungkasnya.
Sambil berpamitan, kami sampaikan pesan kecil yang dengan sedikit nada gurau kepada beliau, “Mungkin perlu diusulkan juga bagaimana membuat improvisasi dalam menyikapi aturannya, Pak. Supaya nggak ada lagi warga yang merasa kapok ke Dinsos.”
(RA)