Kotomono.co – Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas event anime dan budaya Jepang semakin meningkat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, khususnya di Pekalongan sendiri. Event anime itu menjadi tempat di mana penggemar dapat menikmati kecintaan mereka terhadap anime dalam suasana yang menyenangkan dan kreatif.
Di dalamnya menjadi tempat untuk bersenang-senang, mengekspersikan kreativitas, dan membangun komunitas. Akan tetapi, namanya juga perkumpulan pasti tidak luput dari stereotipe negatif yang muncul di sekitarnya.
Tempat Mesum?
Event anime acap kali dicitrakan sebagai tempat mesum dan drama. Seperti yang beredar, banyak sekali yang beranggapan bahwa cosplayer menggunakan kostum tidak senonoh di publik dan mengundang nafsu para pengunjung, sehingga menjadikan stereotip negatif itu muncul.
Namun, pada dasarnya para cosplayer hanya memakai kostum sesuai dengan anime yang mereka perankan. Mereka pun tau kostum apa yang boleh dipakai ataupun tidak saat event berlangsung. Event anime juga mempunyai aturan sendiri sendiri mengenai kostum dan prilaku, dan pengawasan yang ketat sehingga semua peserta akan merasa nyaman dan aman saat event berlangsung.
Tempat Penuh Drama?
Setelah munculnya stereotip negatif tentang event anime menjadi tempat mesum, ada pula stereotipe event anime sebagai tempat penuh drama, karena ada perlombaan pasti ada persaingan. Dari mulai persaingan individu sampai persaingan kelompok, baik itu dilakukan secara sehat maupun tidak sehat.
Seperti halnya ada konfik antar personal yang di bawa ke dalam event yang menjadikan event itu kadang rusuh. Biasanya stereotip muncul karena berbagai faktor, seperti kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang dunia anime dan komunitasnya.
Ketika orang yang tidak mengetahui hal itu dan langsung menganggap bahwa semua yang dia lihat sekali dua kali itu adalah hal yang tidak wajar, menjadikan stereotip negatif itu muncul dengan sendirinya.
Pengaruh Media Massa?
Selain kurangnya pemahaman, pengaruh media masa sangat besar juga dalam membentuk persepsi publik. Seperti halnya liputan mengenai cosplayer yang menggunakan kostum di atas lutut saat ada event di kampus. Berita tersebut pasti akan membuat masyarakat awam menilai negatif tentang event anime, padahal di Indonesia sendiri banyak orang atau artis yang suka memakai pakaian diatas lutut.
Banyak pula orang yang belum pernah berangkat ke event anime tetapi sering mendengar cerita teman mengenai hal-hal yang terjadi di event, mereka akan cenderung langsung mempercayai semua kejadian yang ada di dalamnya. Karena pengalaman negatif yang terbatas dari “katanya” ini bisa menyebar melalui cerita dari mulut ke mulut, dan memperkuat stereotip negative di masyarakat.
Tempat Have Fun
Namun dari banyaknya stereotip negatif tentang event anime sebagai tempat mesum dan drama, kenyataannya event anime sebagai tempat have fun dan meningkatkan kreativitas pesertanya. Karena di event anime lah para cosplayer dan komunitas anime bisa mengeksplor dan mengekspresikan dirinya.
Seperti bercosplay bagi yang suka memakai kostum dan makeup, mengikuti perlombaan art atau drawing bagi yang menyukai seni menggambar, dan kompetisi lainnya yang ada di dalam event tersebut, bahkan di event tersebut bisa menambah rasa percaya diri kita bagi kaum introvet.
Selain itu, di event anime juga menjadi ajang mencari teman yang sefrekuensi, dan bergabung di berbagai komunitas yang ada. Biasanya persahabatan yang lahir dari perkenalan dari event anime itu akan menjadi sahabat yang langgeng, bahakan beberapa diantaranya menjalin hubungan sampai ke jenjang rumah tangga.
Yang paling penting di event anime yaitu kita bisa bersenang senang tanpa memandang usia, agama, dan ras yang ada. Karena disana akan memandang semua setara. Faktanya banyak cosplayer yang mengharumkan nama Indonesia ini lahir dari berbagai lomba yang diselenggarakan dalam event anime kecil yang ada.
Banyak juga orang yang ikut datang ke event anime itu lebih baik daripada tinggal dan berdiam diri di rumah dan hanya melihat anime dari layar kaca saja. Bahkan berangkat ke event anime juga bisa menambah pengetahuan bagi desainer dan seniman untuk mencari ide membuat karya yang selanjutnya akan di buat.