KOTOMONO.CO – Sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kian kencang. Belum lama ini, pemerintah sudah memberi tahu hal tersebut. Melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati pemerintah mengisyaratkan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Dilaporkan detikcom, bahwa Pertamax yang saat ini ada di SPBU harganya antara Rp12.500 hingga Rp13.000 per liter. Namun, jika menyesuaikan kurs harga minyak saat ini, harusnya harga Pertamax sudah menyentuh angka Rp17.300 per liter.
Kabar tersebut tentu saja mengejutkan. Namun, kenaikan harga BBM ini sudah berkali-kali dikeluhkan. Apalagi pemerintah terbebani subsidi yang nilainya bahkan mencapai Rp501 triliun. Dalam laporan CNBC Indonesia, Sri Mulyani memperkirakan beban pemerintah terkait subsidi BBM akan terus mengalami peningkatan.
Ia menambahkan, peningkatan itu bisa mencapai Rp698 triliun di masa mendatang. Sri Mulyani mengatakan, hal itu disebabkan karena situasi harga pangan dan energi yang melonjak naik. Pemicunya eskalasi geopolitik.
“Anggaran subsidi BBM sangat besar di atas Rp600 triliun lebih dinikmati kelompok menengah atas. Hanya 5% subsidi solar dinikmati keluarga miskin. Sementara subsidi pertalite hanya 20% dinikmati kelompok tidak mampu dan miskin,” kata Sri Mulyani sebagaimana dikutip CNBC Indonesia.
Mengatasi gelombang protes akan hal itu, pemerintah mencoba mengatur siasat. Dalam hal ini Jokowi dan jajarannya sudah melakukan rapat terbatas. Laporan CNBC Indonesia menyebut, salah satu hasil dari rapat tersebut itu adalah pemerintah akan memberikan subsidi bantuan sosial kepada masyarakat.
Bantuan tersebut berupa BLT dan subsidi gaji. Namun, untuk memberi bantuan itu, pemerintah akan mengambilnya dari dana subsidi BBM. Sementara itu di satu sisi, Kementerian ESDM mengatakan harga subsidi BBM, terutama jenis Solar dan Pertalite yang ada di SPBU sekarang, sejatinya masih jauh dari harga keekonomian atau harga seharusnya.
Dilansir Kompas, Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan seharusnya harga BBM jenis Solar adalah Rp17.600 per liter, sedangkan untuk jenis Pertalite di angka Rp17.200 per liternya.
Sri Mulyani, dilaporkan Kompas, menyebut bahwa seharusnya jika berasumsi pada ICP saat ini, dengan nilai 105 dolar AS per barel dan kurs rupiah Rp14.700 per dolar, maka harga Solar semestinya Rp13.950 per liter, sedangkan untuk Pertalite mestinya harga keekonomiannya di angka Rp14.450.
Apa yang disampaikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan ESDM, kontradiktif dengan apa yang dikatakan pengamat. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan kepada Kompas, bahwa harga keekonomian yang disampaikan pemerintah terlalu tinggi.
Menurutnya, harga minyak mentah brent bulan ini trennya sudah menurun. Bahkan Tauhid mengatakan, angkanya di bawah 100 dolar AS. “Harga keekonomian yang disampaikan pemerintah terlalu tinggi,” kata Ahmad Tauhid sebagaimana dikutip Kontan yang juga dimuat di Kompas.
Bagi Tauhid, jika pemerintah nekat menaikkan harga BBM, itu justru akan berdampak pada kenaikan inflasi, hingga di angka 7-8 persen. Meski begitu, Tauhid menyarankan apabila pemerintah memang ingin menyesuaikan harga BBM, maka mesti dilakukan secara bertahap.
“Idealnya, kenaikan harus bertahap. Misal, 5 persen dulu,” kata Tauhid.
Strategi tersebut, menurut Tauhid, juga untuk menyesuaikan daya beli masyarakat. Jadi masyarakat, dalam hal ini tidak menanggung beban berat harga BBM yang naik. Ekonom Faisal Basri menawarkan solusi lain. Dilansir detikcom, Faisal Basri justru mengatakan pembangunan ekonomi bisa dilakukan dengan mengurangi subsidi BBM.
Ia mengatakan, anggaran untuk subsidi BBM bisa dialihkan ke sektor yang lebih produktif. Faisal mengatakan, justru dengan pencabutan subsidi BBM, pemerintah jadi tidak kebanyakan mengeluarkan biaya. Subsidi BBM sempat menurun di tahun 2015 menjadi Rp34,9 triliun, daripada tahun 2014 yang mencapai Rp191 triliun.
Bagi Faisal Basri, sudah benar pemerintah tidak memberi subsidi untuk Premium. Subsidi hanya diberikan kepada minyak tanah dan solar. Sementara untuk formula harga BBM-nya, mengacu pada harga di bursa minyak Singapura. Yang mana itu diubah setiap bulan.
Sayangnya, andai subsidi pelan-pelan dicabut, harga BBM bisa saja naik. Dan itu justru akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi. Selain inflasi, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, jika BBM naik, itu akan meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia.
“Dampaknya luas. Selain inflasi, jumlah orang miskin juga bakal meningkat,” kata dia seperti dikutip Kompas.
Penulis: Arsyad