KOTOMONO.CO – Tepat hari ini diperingati Hari Perempuan Internasional. Sama seperti 8 Maret di tahun-tahun sebelumnya, banyak bertebaran ucapan-ucapan selamat Hari Perempuan Internasional. Di jagad maya, baik yang sifatnya publik maupun privasi.
Namun, Hari Perempuan Internasional bukan sekadar perayaan semu belaka, tapi masih ada permasalahan genting yang menimpa perempuan.
Komnas Perempuan mencatat sepanjang tahun 2020, ada sekitar 299.911 kasus kekerasan perempuan terjadi. Data ini dihimpun dari lembaga publik dan laporan langsung yang diterima Komnas Perempuan.
“Kasus tersebut berkurang 31 dari tahun 2019 sebanyak 431.471 kasus,” kata Ketua Komnas Perempuan, Andry Yentriyani dalam konferensi pers, Jumat (5/3) kemarin, mengutip Tirtoid.
Menurunnya jumlah kekerasan terhadap perempuan bukanlah sebuah kabar bahagia. Memang secara statistik menurun, tapi dalam praktiknya, Andry menyebut bahwa ada penurunan jumlah kuesioner yang kembali ke Komnas Perempuan dari berbagai lembaga. Bahkan jumlahnya hampir 100 persen menurun dari tahun sebelumnya.
Bukan itu saja, walaupun jumlahnya menurun, pada kenyataannya aduan yang masuk ke Komnas Perempuan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Yaitu sekitar 60 persen aduan meningkat drastis dari 1.413 di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.
Selama itu pula tentu Komnas Perempuan nggak sekadar mencatat, tapi juga menanganinya. Sejumlah 8.234 kasus ditangani oleh lembaga mitra Komnas Perempuan. Dan dari jumlah tersebut, kebanyakan kasus kekerasan perempuan tersebut terjadi di ranah privat atau Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Bahkan tak tanggung-tanggung mencapai 79 persen dari angka tersebut, yang artinya mencapai 6.480 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah privat/KDRT.
Komnas Perempuan juga mencatat ada 13 kasus kekerasan terhadap kelompok Lesbian, Biseks, dan Transgender (LBT). Kasusnya meningkat dari tahun 2019 yang hanya 11 kasus.
“Yang menarik untuk dicermati bahwa hanya terdapat 1 kasus kekerasan terhadap LBT yang diteruskan ke ranah hukum hingga tahap penyidikan di Jawa Tengah,” tutur Andry.
Sementara di Kota Pekalongan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan dari tahun 2019. Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPMPPA) dilansir RRI mencatat, kekerasan terhadap perempuan ada menurun dari 20 kasus di tahun 2019 menjadi 10 kasus di tahun 2020.
Kasus kekerasan terhadap perempuan yang masih terbilang banyak ini perlu menjadi perhatian. Pasalnya, masih banyak perempuan yang enggan untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. Perempuan dalam hal ini riskan untuk mengalami kekerasan seksual.
Nah, untuk menangani hal itu sebenarnya sudah ada Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Namun sayangnya RUU itu masih ngendon saja di DPR RI.
Ya gimana nggak ngendon ya, wong Prolegnas 2021 saja belum ditetapkan. Itu artinya pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus ditunda dulu. Iya, itu kalau RUU PKS beneran masuk Prolegnas 2021. Amsyong juga kalau sampai nggak masuk.