KOTOMONO.CO – Sebuah pementasan drama, memang tak bisa memotret kehidupan secara utuh, seutuh-utuhnya. Ia hanya mengambil bagian kecil dari drama kehidupan. Lantas disuguhkan dengan cara yang dramatis. Tujuannya, supaya pertunjukan drama dapat dinikmati dan pesannya mudah ditangkap penonton. Tetapi, bagaimana jika dramatisasi itu terjadi dalam sebuah pemberitaan?
Beberapa waktu lalu, warganet Pekalongan dan sekitarnya sempet dibikin heboh oleh sebuah postingan berita di Pekalongan Berita. Isinya tentang nasib malang Mbah Rukhayah (50 tahun) yang hidup sebatang kara dan tinggal bersama binatang ternak. Kontan, perhatian khalayak jagat maya pun tersedot pada postingan itu. Apalagi postingan itu diberi judul “Mbah Rukhayah Wanita Lumpuh Sebatang Kara Asal Doro Butuh Uluran Tangan”.
Wah, so pasti, hati warganet tergerak. Bahkan jari-jari pun ikut bergerak. Respon dan komentar pun banyak berdatangan. Bahkan, saat artikel ini ditulis, unggahan Pekalongan Berita tentang informasi itu telah direspon oleh lebih dari 2.200 warganet plus 339 komentar dan dibagikan sebanyak 100 kali. Akun Cinta Kajen Pekalongan merupakan salah satu akun yang ikut membagikan postingan tersebut.
Tentu, karena warta yang diposting itu merupakan peristiwa tragis, komentar yang muncul dari warga dumay tidak jauh dari pernyataan keprihatinan, empati, dan sudah pasti menyoroti peran para pemangku kebijakan—khususnya para perangkat desa dan elemen pemerintahan setempat. Juga ada yang menyampaikan niatnya untuk memberi donasi.
Semula, warta itu beredar setelah redaksi Pekalongan Berita menindaklanjuti pemberitaan setahun silam. Tepatnya, postingan pada tanggal 17 Januari 2020. Tujuanya, untuk menginformasikan kondisi terkini Rukhayah/Rohayah.
Dari informasi itu, sejumlah relawan kemanusiaan yang menamai dirinya Komunitas Berbagi Rasa lantas mendatangi lokasi pada Jumat (01/01/2021). Namun, sesampai lokasi para relawan ini mendapatkan beberapa fakta yang berbeda dengan postingan Pekalongan Berita.
Oh Jebule, Mbah Rukhayah dibantu oleh saudara-saudaranya untuk keperluan sehari-harinya. Mereka tinggal tak jauh dari tempat tinggal Mbah Rukhayah. Bahkan bersebelahan.
Uripah, kakak Rukhayah, adalah orang yang sehari-harinya membantu Rukhayah mandi. Juga mengantar makanan dan menyuapinya. Kebutuhan makan Mbah Rukhayah tergolong masih dapat dicukupi. Selain itu, istilah “sebatang kara” bukanlah istilah yang tepat. Sebab, ia masih memiliki saudara dan kerabat dekat yang tinggal bersebelahan.

Memang, tempat tinggal Mbah Rukhayah berupa gubuk. Tapi ia tidak tinggal bersama ayam peliharaan. Berdasarkan penelusuran berita setahun silam di sejumlah media, muncul frasa “Gubuk Bak Kandang Ayam”. Nah, frasa ini rupanya membuat persepsi pembaca yang beragam. Tetapi, anggapan yang umum, frasa itu dipersepsikan seolah-olah Mbah Rukhayah tinggal satu rumah dengan ayam.
Frasa tersebut jelas-jelas menunjukkan kecakapan seorang pembuat berita di dalam menggunakan gaya bahasa (majas). Terutama, majas asosiasi. Namun, dalam upayanya menggunakan majas asosiasi malah menimbulkan kesan hiperbolis. Hal yang nyaris serupa juga kembali terjadi. Pada pemberitaan kali ini muncul frasa “gubuk… seperti kandang kambing”.
Padahal, berdasarkan amatan di lokasi, sebagai tempat tinggal, gubuk Mbah Rukhayah masih dilengkapi lampu penerangan. Ada juga radio sebagai penghibur Mbah Rukhayah. Saat ditanya kenapa sampai menghuni “gubuk” itu, pihak keluarga menceritakan kalau mula-mula Mbah Rokhayah tinggal satu rumah bersama keluarga yang lain.
“Ini terus terang saja Mas, awalnya ya tinggal bersama keluarga yang lain, jauh sebelum tinggal di tempat itu. Dulu beliau ini masih bisa berjalan, masih bisa aktifitas ringan, begitu. Katakanlah ya Mas, intinya jika ingin buang air selalu di sembarang tempat, yang mengurus ini merasa sangat repot kalau harus membersihkan kotoran yang di mana-mana. Jadi, Bu Rokhayah ini meminta sendiri untuk dibuatkan tempat untuk tinggal. Tapi karena kendala biaya jadi seadanya sampai keadaannya yang seperti sekarang,” ungkap salah seorang famili Mbah Rukhayah.
Secara fisik, kondisi Mbah Rukhayah tidak menunjukkan gejala sakit. Saat makan pun tampak lahap. Bahkan, lancar ketika diajak berkomunikasi. Meski begitu, ia memang mengalami keterbatasan fisik.
Di lain hal, pemberitaan yang diposting Pekalongan Berita juga menyebutkan, ketika Pekalongan Berita datang berkunjung, Mbah Rukhayah didapati sedang menangis lantaran belum makan dan minum dari semalaman. Namun, setelah dikonfirmasi, pihak keluarga menyampaikan keterangan yang agak berbeda. Menurut salah seorang familinya, saat itu Mbah Rukhayah sebenarnya sedang memanggil familinya untuk minta bantuan.
“Jadi gini Mas, kami tegaskan itu tidak benar. Karena memang dengan keadaan yang seperti itu. Memang, kata ibu yang mengurus suka teriak dengan tujuan memanggil bukan menangis,” ujar salah satu famili yang sengaja tidak kami sebutkan namanya.
“Karena kadang-kadang ibu yang mengurus tidak selalu ada di tempat, lebih tepatnya kadang telat beri makan atau minum karena masih sibuk dengan pekerjaan lain,” imbuhnya.
Selain itu, ia menerangkan, Mbah Rokhayah punya kecenderungan untuk mengatakan hal-hal yang tidak pas dengan keadaan yang sesungguhnya. Lebih-lebih jika ia mengetahui ada orang yang berkunjung dan menemuinya. Katanya, mungkin itu caranya agar mendapatkan perhatian.
Fakta lain yang ditemukan adalah soal nama Mbah Rukhayah. Menurut data di KTP, nama yang tertera adalah Rokhayah. Namun, pada pemberitaan tahun lalu di media tertulis Rohaya. Data ini didapat dari salah satu kerabatnya yang diwawancarai secara daring.
Selain itu, tertulis pula dalam pemberitaan di Pekalongan Berita dan disebarluaskan menyebut nama ejaan “Rukhayah usia 50 tahun”. Sedang, berita mainstream setahun silam memberitakan “Rohayah usia 48 tahun”. Padahal, data KTPnya menyebutkan kalau Mbah Rukhayah lahir pada tahun 1969. Artinya, usia Mbah Rukhayah adalah 51 tahun (pada tahun 2020).

Kesimpulan
Nah, terang sudah sekarang. Perbedaan antara fakta dan kalimat pemberitaan telah membuahkan jarak. Penggunaan majas atau metafora dalam kalimat judul berita bisa menimbulkan kesan yang berlainan dengan fakta. Akibatnya, terjadilah amplifikasi ataupun reduksi dalam sebuah informasi.
Di satu sisi, amplifikasi ataupun reduksi dalam sebuah informasi dapat berpotensi menjadi unggahan menyebar (viral post). Seperti diungkapkan Mantan Chief Executive Officer Google, Eric Schmidt, jejaring sosial media dapat berdampak buruk dengan kemungkinan bisa mengamplifikasi pendapat ‘orang-orang bodoh’.
Baca juga : Menjawab Simpang-siur Berita Mbah Rokhayah
Ini terlihat dari laporan mengenai Facebook dan Twitter yang mendapat kecaman dalam beberapa tahun belakangan. Kedua situs jejaring sosial ini dinilai telah membiarkan pesan rasis dan diskriminatif menyebar secara online.
So, sebagai warga dunia maya, kita mesti lebih mawas diri di dalam mencerap setiap informasi. Tidak begitu saja terpedaya oleh informasi yang didapat. Perlu upaya melek literasi sebagai filter. Serta tak segan untuk tabayyun melalui kroscek informasi serupa di lini masa ataupun mesin pencari google, baik melalui teks maupun gambar.