KOTOMONO.CO – Pesta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah usai. Siapa yang menang jangan terlalu jumawa. Pun begitu, beliau-beliau yang kalah tak usahlah terlalu merana. Lagi pula uang modal kampanye bisa dicari lagi. Begitu juga dengan jabatan.
Gagal jadi walikota bisa jadi anggota DPRD, kepala dinas, kepala seksi dinas, pegawai tetap, pns, atau seminimal-minimalnya masih diakui sebagai komponen dari sebuah partai. Apa pun hasilnya, siapa pun walikotanya, tak terlalu membuat hati saya bahagia. Kalimat tersebut saya tulis bukan dalam keadaan yang pesimistis, melainkan memang begitulah siklusnya.
Malah yang bikin saya bahagia sekarang bukan itu. Melainkan pembangunan-pembangunan yang muncul menjelang berakhirnya masa jabatan Walikota Pekalongan sebelumnya. Pembangunan yang entah dibahas di RPJMD, musrenbang, atau apa pun itu tak terlalu saya pedulikan. Yang penting pembangunan itu bikin hati saya senang setengah mampus.
Lha gimana enggak senang? Wong tiba-tiba di bunderan Kawasan Budaya Jetayu, persis di belakang tulisan “BATIK”—yang jadi tempat sampah dadakan—itu dibangun semacam air mancur. Mungkin enggak cuma saya, tapi ratusan bahkan ribuan warga Kota Batik juga menanti pertunjukan air yang keluar dari permukaan tanah atau semacamnya itu.
Sebelum dibangun air mancur yang luar biasa bagus di Kawasan Jetayu tersebut, Kota Pekalongan juga sebetulnya sudah punya. Kalau ingatan saya tidak berkhianat, letaknya ada di simpang lima dan Jalan Mas Mansyur, dulu ada air mancur di tengah-tengah. Bahkan tak cuma itu, dihiasi pula patung-patung ikan dan lampu-lampu.
Saya ingat semasa kecil, ketika diajak naik becak dan si tukang becaknya lewat sana, hormon dopamin saya menggeliat. Namun hari ini, air mancur tersebut sudah nggak ada lagi. Yang tertinggal hanya lampu-lampunya doang.
Boleh jadi pembangunan air mancur di Jetayu tadi, bertujuan untuk memenuhi hasrat hiburan air mancur dari masyarakat Kota Pekalongan yang telah lama terkubur. Atau mungkin sekadar supaya enggak kalah sama kota-kota lain yang berhiaskan air mancur hampir di setiap pusat kotanya.
Perkara nasib pedagang yang dipertaruhkan karena lapak jualan mereka terusir pembangunan yang ada dalam masterplan Pemkot, itu biar diurus walikota berikutnya saja. Pedagang itu cukup diminta nurut saja, enggak perlu tahu masterplan Pemkot kayak gimana bentukannya.
Baca juga : Proyek Siluman Jelang Hari Pemilihan
Bukankah yang namanya pembangunan di daerah lumrahnya seperti itu? Satu walikota membangun sesuatu, nanti kalau enggak rampung bisa dilimpahkan ke walikota yang menjabat berikutnya. Pun ketika ada masalah dari pembangunan itu.
Urusan mau dibangun sepuluh hari setelah dilantik atau satu bulan sebelum melepas jabatan, itu biar walikota yang bikin rencananya. Saya, dan mungkin juga kamu yang warga Kota Pekalongan, cukup tahu dan berbahagia saja. Hidup sudah susah, jangan dibikin tambah susah buat mikirin pembangunan dan dampaknya.
Sebagai warga Kota Batik yang budiman, dan selalu berprasangka baik pada walikotanya, saya yakin, pembangunan yang ada di masa-masa jelang kukut jabatan ini, semata-mata untuk menyenangkan warganya. Sebab kalau warganya senang, walikota juga senang.
Begitu pula dengan hadirnya jalanan di beberapa ruas yang tiba-tiba semulus Jalan Tol Cikampek. Gimana saya enggak bahagia coba? Selama ini saya sudah muak dengan jalanan yang rusak dan berbatu.
Mbok kira saya numpak motor trail apa? Saya tiap hari cuma menaiki motor Supra Fit lawas, yang kalau lewat polisi tidur saja badan dan stangnya ikut bergetar hebat.
Karena itulah saya amat bahagia dengan hadirnya beberapa jalan yang telah diperbaiki. Enggak peduli itu mau diakui proyek salah satu calon walikota di Pilkada kemarin atau bukan. Yang jelas saya tetap berprasangka baik bahwa itu adalah program pemerintah daerah, alias walikota yang hari ini konon sedang menuntaskan tugasnya.
Selain air mancur, jalan dan puskesmas, saya juga menemukan bahwa pembangunan wisata air terbesar sudah dimulai. Wah, ini adalah proyek yang sejujurnya membahagiakan hati saya. Lha coba kamu bayangin saja, Kota Pekalongan punya wisata air yang digadang-gadang menjadi yang terbesar di Indonesia, bahkan konon di jajaran negara-negara ASEAN.

Cukup dengan membayangkannya saja bikin kita mesem-mesem, apalagi kalau dibangun betulan? Bisa-bisa Kota Batik bakal menggelar pesta rakyat kalau itu beneran tuntas dibangun.
Saya pikir membangun tempat hiburan dan rekreasi macam wisata air ini teramat penting dan substansial. Sebab pada umumnya, orang kalau penat, capek, suntuk, banyak pikiran, galau karena cintanya ditolak, pasti akan mencari tempat hiburan dan rekreasi.
Baca juga : Wah Pemkot Pekalongan Bangun Wisata Air Terbesar di Tengah Sempitnya SDA
Selepas melakukan semacam darmawisata, maka orang bakalan bahagia. Rasa bahagia yang muncul dalam diri masing-masing warga ini pun akan meningkatkan sistem imun yang berguna di keadaan seperti sekarang ini.
Betapa pentingnya membangun wisata air ini, makanya masalah rob, sampah, kemiskinan, pengangguran, maupun fasilitas umum yang rusak bolehlah diurus dua atau lima tahun lagi, sembari menunggu Pilkada berikutnya.
Dalam keadaan carut marut dihantam pandemi, kebahagiaan warga macam saya patut dijadikan prioritas nomor satu. Kalau menjangkau ke sudut terkecil seperti pendapatan dan omzet usaha yang jatuh dari masing-masing warga, rasa-rasanya bukanlah tipikal pemimpin kita.
Pemimpin kita, terkhusus pemerintah daerah Kota Pekalongan yang tengah bertugas ini tentu lebih memilih memenuhi kebahagiaan warga dalam skala makro. Saya mafhum kok. Asal bapak walikota tahu, saya enggak sekedar maklumi, tapi juga bahagia.
BACA JUGA artikel Muhammad Arsyad lainnya.