KOTOMONO.CO – Sebetulnya Pemkot Pekalongan bikin Program Sekolah Ramah Anak itu buat apa sih ? Emangnya selama ini sekolahan nggak ramah kepada anak-anak ? Wah wah…
Sampai hari ini, saya adalah orang yang boleh dibilang tidak terlalu pesimis terhadap Pemkot Pekalongan. Benar bahwa saya cukup pesimis pada pemilihan umum. Namun mana kala sudah diumumkan siapa walikota berikutnya, saya berusaha semaksimal mungkin berkomitmen mendukung penuh alias nurut pada segala kebijakan walikota terpilih.
Kebijakan itu tentu ada plus-minusnya. Permasalahan di Kota Pekalongan juga mau gonta-ganti walikota berapa kali pun tak kunjung habis. Sebab, itulah yang disebut Sunatullah…
Di satu titik, saya pernah menyangka bahwa Pemkot Pekalongan ini enggak becus-becus amat dalam menangani problem lokal. Akan tetapi, belakangan, dengan sepenuh hati saya menyadari, bahwa memang pekerjaan bagi seorang yang memegang kekuasaan di Pemda Kota Pekalongan tidaklah mudah. Hal itu saya sadari setelah mengikuti acara launching Majalah LPM Al-Mizan, tempo hari yang membahas kaum difabel.
Narasumber dari acara tersebut memang bukan dari kelompok difabel, melainkan OPD yang berhubungan dengan itu. Yakni Dinas Sosial dan Dinas Penataan Ruang dan Pekerjaan Umum. Satu demi satu tulisan dalam majalah itu jelas menguliti bagaimana peran sekaligus kewajiban pemerintah daerah dalam memenuhi hak difabel.
Banyak hak-hak kaum difabel yang belum kunjung dipenuhi. Kedua narasumber mengakui itu. Pengakuan semacam ini jarang-jarang keluar dari mulut pejabat. Kalau bukan di tingkat daerah, saya rasa enggak bakalan berani ngaku begitu.
Narasumber tidak hanya bilang dan mengakui begitu saja. Keluar serentetan alasan dari mulut kedua narasumber itu. Dan saya kira, mau pakai teori logikanya Thales, Plato, Aristoteles, bahkan Rina Nose pun, alasan itu tak keliru sama sekali.
Baca juga : Kota Pekalongan Bikin Program Kesejahteraan Sosial Anak Integratif, Buat Apa ya?
Singkatnya, Pemkot Pekalongan kurang memenuhi hak-hak difabel. Sebab hari ini, tahun ini, Pemkot akan mengejar Kota Layak Anak (KLA). Kurang memenuhi hak difabel bukan berarti Pemkot Pekalongan enggak mau. Ini hanya perkara waktu dan prioritas saja.
Tepat di situlah saya memahami bahwa pekerjaan pemerintah daerah, wabil khusus Kota Pekalongan ini memang lagi memfokuskan untuk memenuhi hak-hak kelompok rentan. Tahun ini jatahnya anak-anak. Pemkot bahkan tampaknya tidak bergurau dalam pemenuhan hak anak di Kota Pekalongan.
Terlebih untuk mengejar predikat KLA, yang tentu saja ini merupakan penghargaan yang cukup berkilauan dan sayang apabila kota kelahiran saya tak mendapatkannya. Makanya, untuk meraih itu, pemenuhan hak-hak anak adalah harga mati. Begitu pula dengan hadirnya sekolah ramah anak.
Sekolah yang berhasil melengkapi kriteria akan diberikan penghargaan Sekolah Ramah Anak. Namun kalau boleh jujur, sedari orok sampai hari ini, saya baru tahu kalau ada kriteria Sekolah Ramah Anak. Sebab setahu saya, dari dulu yang namanya sekolah itu selalu ramah anak.
Orang tua saya selalu mengatakan pada saya, sekolah adalah tempat terbaik. Mungkin kalau ada tempat yang mampu menandingi sekolah sebagai tempat terbaik, itu cuma surga. Soalnya cuma sekolah yang dari dulu berani menjamin kecerdasan, keamanan, ketenteraman, dan kenyamanan anak.

Sampai-sampai bagi orang tua yang tak mampu memenuhi 4K itu, pasti akan melemparkan tanggung jawab anaknya ke sekolah. Maka dari itu, tak sedia lagi tempat ramah buat anak, kecuali sekolah.
Ada guru-guru yang baik hati dan selalu memberi teladan. Ada teman sebaya yang kadang jahil tapi ngangenin. Ada aturan yang menjamin bila terjadi hal buruk pada anak. Ada sistem rangking kelas yang melatih anak untuk membanggakan orang tuanya. Dan masih banyak lagi yang tak sanggup saya sebutkan saking ramahnya sekolah.
Baca juga : Pembangunan di Penghujung Masa Jabatan Walikota Pekalongan Sungguh Bikin Bahagia
Berangkat dari situ, program sekolah ramah anak beserta penghargaannya adalah sesuatu yang sepele. Namun apalah hendak dikata, boleh jadi meski sudah dianggap tempat paling ramah bagi anak, Pemkot Pekalongan masih kurang yakin kalau sekolah-sekolah yang tersedia pantas disebut ramah anak. Sehingga perlu kategori-kategori tertentu untuk mengatakan bahwa satu sekolah itu ramah anak.
Walaupun saya menganggap hal itu sepele, namun ini membuktikan bahwa Pemkot Pekalongan telah melakukan kerja nyata. Kendati programnya remeh-temeh atau dengan kata lain, tidak diadakan pun enggak masalah, toh berhasil mencetak sekolah-sekolah ramah anak. TK Ma’had Islam, SDN Sapuro 5 Pekalongan, SMP Negeri 2 Pekalongan, dan SMA Negeri 4 Pekalongan adalah beberapa nama sekolah yang pernah dianugerahi Sekolah Ramah Anak.
Paling tidak, sekolah-sekolah tersebut bisa jadi semacam tugu monumental bahwa Pemkot Pekalongan pernah bikin kebijakan dari hal sepele. Sekaligus menjadi prasasti otentik bagi orang-orang yang selalu meragukan kerja-kerja pemerintah daerah. Pun bagi orang-orang yang selalu menganggap bahwa pemerintahnya tak peduli pada hal-hal yang menyangkut hajat orang Kota Pekalongan.
Kerja nyata Pemkot ini pun bisa digunakan untuk menyumpal nyinyiran dari masyarakat Kota Pekalongan yang hobi maido pada kinerja pemerintahnya. Masyarakat Kota Batik perlu menyadari, betapa pedulinya Pemkot Pekalongan terhadap kebutuhan warganya, termasuk anak-anak. Betapa seriusnya pula Pemkot Pekalongan dalam membuat kebijakan yang dari hal-hal sepele pun bisa muncul.
Dengan pembuktian itulah, kepercayaan masyarakat Kota Pekalongan terhadap pemerintah daerahnya bakal meningkat. Tak lagi keropos seperti momen-momen krusial, misalnya menjelang Pilkada.
Dan pada akhirnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerahnya sendiri merupakan sebuah keniscayaan. Bukan tidak mungkin kalau ini bisa menjadi bekal untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
BACA JUGA artikel Muhammad Arsyad lainnya.