Kotomono.co – Dear, Cipung a.k.a Rayyanza Malik Ahmad
Kutulis surat ini sebagai media penyaluran perasaanku padamu. Barangkali suatu saat ketika kamu sudah besar dan mirip Oppa-Oppa Korea, kamu akan membaca surat ini.
Sebuah pesan yang sebenarnya tidak penting-penting amat tapi tetap harus kutulis. Sebagai kenangan kami, seluruh masyarakat Indonesia yang selalu tersenyum melihat tingkahmu yang selalu diabadikan via Instagram ataupun kanal Youtube orang tuamu.
Juga, barangkali sebagai media untukmu agar tahu bahwa segitu banyak orang yang menyukaimu, mendambakanmu, dan bahkan berpikir menginginkan posisimu.
Cipung, kegemasan kami kepadamu bukan tanpa alasan. Kami adalah sekumpulan manusia dewasa yang beban pikirnya semakin terkumpul setiap malam. Untuk itu dalam kesempatan ini juga, akan kuberitahu alasan-alasan itu. Mumpung malam belum tiba, overthingking masih di jauh sana.
Baiklah, akan kumulai.
Untuk yang pertama, Pung, senyummu.
Kamu selalu tersenyum bahagia. Entah saat sedang bermain dengan Sus Rini, Aa’ Rafatar, teman Mama Gigi dan Papa Raffi, bahkan bertemu random people yang diam-diam memerhatikanmu. Bibirmu yang melebar ke samping dan mata yang jadi agak menyipit, serta pipi sedikit terangkat, membuatmu tampak lebih lucu dan menggemaskan.
BACA JUGA: 3 Drakor dengan Konflik Indonesia Banget, Sangat Relate!
Kami, orang dewasa, bukan tidak mengetahui kalau kamu terkadang juga menangis. Tapi memang lebih banyak kebahagiaan yang terwakilkan dalam ekspresimu.
Semoga senyum itu akan selalu terjaga sampai kamu berajak dewasa. Kami juga masih sering tersenyum, Pung, walau kadang diiringi dengan kepalsuan.
Senyum kami mengembang, tapi hati kami meradang. Orang dewasa selalu sibuk dengan kepentingannya masing-masing sampai mengabaikan orang lain. Pun, mengabaikan dirinya dengan selalu memasang senyum palsunya. Semoga kelak, kamu menjadi dewasa yang bijaksana, Pung.
Alasan kedua, karena segala ekspresi dan tingkahmu yang imut menggemaskan.
Pung, orang dewasa juga sering gemas melihat orang dewasa lain. Seperti kami yang gemas karena membayar pajak tapi selalu saja dengar berita korupsi pejabat. Terkadang kami juga gemas dengan diri kami sendiri yang terlalu memperhitungkan berbagai resiko.
BACA JUGA: 5 Kiat Menghadapi Kekalahan War Tiket Konser, Sini Merapat!
Kegemasan kami kepada hidup tidak kalah menarik. Pung, biar kukasih tahu. Hidup orang dewasa terlalu ribet untuk dibilang sederhana. Kesederhanaan adalah hal mewah yang sulit disadari.
Tidak kalah menarik adalah alasan karena kamu cerdas, Cipung.
Bagaimana bisa kamu sudah pandai membedakan huruf di usia kecil itu? Bahkan kami orang dewasa kesulitan membedakan sikap seseorang. Hidup hingga seperempat abad bahkan tidak menjadikan kami cerdas mengeja problem dan menuntaskannya. Sebenarnya, kami juga tidak terlalu bodoh. Tapi kecerdasan itu tergerus oleh sistem yang dibuat orang berbakat. Mereka bahkan tak sungkan menjadikan kami bidak permainan.
Pung, aku yakin kamu akan segera bisa membaca. Tapi Cipung dewasa kelak, semoga juga bisa membaca rumus bahagia yang sederhana.
Keberadaan Sus Rini di sekitarmu juga menjadi alasan mengapa kami mendambakanmu.
Sus Rini begitu sabar dan mengajarimu banyak hal. Ia bahkan memberikan nama mainan dino yang jumlahnya kian bertambah itu. Cipung, orang dewasa harus belajar semuanya sendirian. Kami tidak punya Sus Rini yang telaten membantu memperbaiki kesalahan kami. Atau, sosok dewasa lain layaknya Sus Rini yang selalu menemanimu dan mendukung setiap pertumbuhanmu.
BACA JUGA: Privasi Selebritas dan Konsumsi Publik yang Menggila
Kami tumbuh oleh masalah. Kami bertumbuh karena berani mengambil resiko di setiap langkah kami. Tumbuh menjadi lebih dewasa dan bersyukur atas hidup dengan tantangan yang selalu datang.
Alasan terakhir yang menjadikan kami kadang ingin berada di posisimu adalah karena kamu memiliki Mama Gigi dan Papa Raffi, Pung.
Kamu bisa menjadi cerdas, penuh senyum, dan menggemaskan juga berkat keberadaan Mama Gigi dan Papa Raffi. Bolehkah aku mengandai, Pung?
Andai saja semua anak memiliki support system seperti yang kamu miliki, mereka bisa tumbuh dengan optimal. Punya banyak kesempatan untuk mengejar keinginan, ataupun mewujudkan banyak harapan.
Pung, kami, orang dewasa merindukan jiwa anak kecil yang selalu ceria, memiliki rasa penasaran tinggi namun tidak takut mencoba, dan mudah melupakan sakit. Bukankah menjadi dewasa sangat sulit?
Huft, maafkan. Aku terlalu melantur menulis surat ini. Intinya, aku hanya ingin mengatakan bahwa keberadaanmu menjadi penghibur kami. Senyummu menjadi juga menular kepada kami dan yah, terimakasih.
Aku tutup surat ini sampai di sini dulu ya, Pung. Sudah agak siang, masih ada deadline yang harus kuselesaikan untuk menjadi manusia normal.
Tetap sehat dan menggemaskan, Pung.
Salam,
Orang dewasa yang mengidolakanmu