KOTOMONO.CO – Sabtu malam (30/10) di Museum Batik Pekalongan. Mungkin bagi sebagian anak muda seusia saya, melewati malam Minggu mestinya ngedate atau sekadar nongki-nongki bareng teman-teman. Tapi, malam Minggu kali ini lain. Saya yang baru saja tiba di halaman Museum Batik Pekalongan menyaksikan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Di halaman museum, tampak sejumlah kendaraan berjejer terparkir.
Kalau dipikir-pikir, tak mungkin ada kunjungan di Museum Batik Pekalongan malam-malam begini. Yang jelas, pasti ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang tentu saja membuat rasa penasaran jadi terpancing.
Benar saja, setelah melewati pintu masuk yang dijaga petugas pengecek suhu badan, kami mendapati sebuah pemandangan yang tak biasa. Ruang aula yang biasanya kosong, malam itu nampak ramai.
Beberapa anak muda duduk bersila di atas karpet. Mereka membawa serta alat tulis plus meja kecil.
Sementara, di hadapan mereka, seorang lelaki muda berkaus putih dengan setelan celana jin abu-abu muda tengah membagikan pengalamannya menekuni dunia komik. Dengan bahasa yang sederhana, ia mengungkap kesenangan apa yang ia dapat dari dunia komik. Melalui gayanya yang bersahaja, ia bagikan pula cara membuat komik.
Sesekali, ia pun mengajak semua orang tertawa. Agar suasana tak menegang. Apalagi yang mereka lakukan adalah belajar membuat karakter komik.
Yup! Belajar memang harus menciptakan kesenangan. Bukan menjadikan rasa tegang. Begitu pula yang dilakukan Tamakun, seorang seniman serba bisa dari Kota Pekalongan yang kali ini mewakili Komunitas Komik Kolangkaling.
Di hadapan peserta yang berangkat dari berbagai latar belakang itu, Tamakun menyampaikan materi tentang bagaimana menggambar karakter komik. Terutama, ekspresi wajah manusia.
Tamakun mengungkapkan, ada beberapa ekspresi yang pokok dalam membuat karakter komik. Ada sedih, senang, tertawa, terkejut, bahagia, dan sebagainya.
Kalau dideskripsikan sih sepertinya mudah. Tetapi, ketika itu dipraktikkan rupanya cukup bikin jari-jari bisa keriting. Karena menggambar karakter itu tak sekadar menampilkan bentuk. Tetapi, juga berkaitan dengan gambar sebagai komunikasi.
Gambar di dalam komik mesti bisa ditangkap maksudnya oleh khalayak pembaca. Sehingga, mesti detil betul. Agar, tidak memunculkan kesalahan tafsir pada pembaca komik yang kita buat.
Belum lagi, ada tahap yang memang perlu dilalui. Pertama, mesti membuat kerangka cerita atau storyline. Tentu, membuat storyline pun tak sederhana. Meski bisa dibilang storyline itu bentuknya sangat sederhana. Lalu, apanya yang bikin cukup rumit? Yaitu, berkenaan dengan kebutuhan pembaca.
Yup! Jangan sampai storyline yang kita bikin malah membuat pembaca bingung. Alur cerita dibikin sesederhana mungkin, karena yang disajikan adalah urutan gambar-gambar.
Penyederhanaan storyline sebenarnya tidak hanya akan membantu pembaca mudah memahami maksud dari komik yang dibuat. Tetapi, akan memudahkan pembuat komik untuk menyusun urutan gambar-gambar yang akan dibikin.
Wah, sepertinya sih rumit. Tetapi, lewat penyampaian yang dilakukan Tamakun kesan rumit itu bisa dibikin lumer. Apalagi selama dua jam, Tamakun membawakan materi itu dengan sesekali mengajak ngobrol peserta. Memberikan pertanyaan, menyilakan bertanya, dan sesekali bercanda. Membuat suasana terasa hidup. Ruangan aula Museum Batik Pekalongan pun terasa hangat.
“Apa yang membuat karakter komik itu keren?” Tamakun melempar tanya kepada tiga peserta yang dipilihnya secara acak.
Salah seorang peserta menanggapi. Ia bilang, “Karakter yang menarik dan keren itu kalau karakter tersebut relate dengan diri pembaca.”
Pertanyaan lontaran Tamakun rupanya menggulir ke peserta lainnya. Peserta kedua menjawab, “Jika penggambarannya kuat.”
Dan masih saja ada peserta lain yang berhasrat menanggapi. Kali ini, peserta terakhir mengatakan, “Jika karakternya protagonis.”
Sekian jawaban itu direspons baik oleh Tamakun. Ia sangat respek dengan pandangan-pandangan yang diberikan. Tetapi, ia menggarisbawahi, untuk dikatakan keren, ternyata banyak sudut pandang yang melatarbelakangi karakter dalam sebuah komik itu dipandang keren.
Dua jam tak terasa terlewat. Kegiatan belajar bersama membuat karakter komik yang diisi oleh Komunitas Kolang-kaling membuat kita punya pengalaman baru. Setidaknya, kita mengenal bagaimana mulanya membuat sebuah komik. Kami juga berkesempatan berkenalan dengan teman-teman komunitas yang unik ini. Mereka ramah. Semua baik.
Dan tentu, Kami sangat berterima kasih pada pengelola Museum Batik Pekalongan yang telah membuat acara keren ini. Saya kira, memang sudah semestinya kegiatan semacam ini dijalankan secara rutin. Syukur jika Museum Batik Pekalongan bisa menjadi ruang apresiasi publik bagi semua komunitas yang ada di Pekalongan dan sekitarnya. Pasti seru!
===================
Reporter : Nina Fitriani
Editor : Ribut Achwandi