KOTOMONO.CO – Belakangan, berwirausaha menjadi salah satu tren di kalangan milenial. Banyak alasan yang membuat aktivitas ini menjadi tren. Salah satunya, masalah bonus demografi yang diperkirakan akan membutuhkan lebih banyak lagi lapangan kerja. Berwirausaha kemudian menjadi salah satu solusi yang dipandang relevan dan rasional. Mengingat, ketersediaan lapangan kerja yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan penduduk.
Tetapi, tidak jarang pula ditemukan kalangan milenial yang masih ragu-ragu berwirausaha. Alasannya pun beragam. Mulai dari modal yang cekak sampai soal mental. Padahal, kalau beneran mau menggali apa itu wirausaha—terutama dari perspektif agama islam—kita akan mendapatkan pemahaman yang lengkap.
Secara sederhana, berwirausaha dalam pandangan Islam menjadi bagian dari ibadah muamalah. Apa itu ibadah muamalah? Yaitu, ibadah di luar ibadah mahdhah (seperti sahadat, salat, puasa, zakat, dan haji). Karena ia merupakan ibadah muamalah, maka hal-hal apa saja yang dikerjakan asal tidak ada larangannya boleh dilakukan, misalnya berdagang, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, agama Islam memberi kelonggaran bagi umat muslim untuk berkreasi di dalam menjalankan ibadah muamalah, sepanjang kreasi itu tidak melanggar aturan-aturan baku. Oleh sebab itu, banyak hal yang dapat dilakukan di dalam berwirausaha yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Syukur, jika aktivitas berwirausaha itu kemudian ditujukan pula sebagai bagian dari cara kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Rasulullah saw sendiri bahkan sangat menganjurkan agar umatnya berwirausaha. Khususnya, berniaga. Tentu, perniagaan yang dijalankan harus dijiwai oleh syariat Islam serta menjunjung tinggi prinsip akhlakul karimah. Maka, boleh dibilang, berwirausaha atau berniaga sebagaimana diajarkan Rasulullah saw tidak sekadar berorientasi pada usaha mencari laba. Akan tetapi, juga berorientasi pada nilai ibadah. Bahwa berniaga merupakan salah satu cara seorang hamba agar ia dapat memaknai kehidupan dan memberi makna bagi hidupnya.
BACA JUGA: Tahap-Tahap Menuntut Ilmu Menurut Umar bin Khattab
Tentu, agar setiap yang kita kerjakan menjadi bermakna, hal yang perlu diperhatikan adalah cara kita melakukan dan memperlakukan. Kita mesti menemukan cara yang baik dan benar, sebagaimana telah diajarkan di dalam Alquran. Mengapa demikian? Sebab, kita tidak pernah tahu apakah yang datang pada kita adalah berkah atau malapetaka. Maka, bertindak dengan penuh kehati-hatian, ketelitian, dan cermat sangat diperlukan.
Di sinilah, fungsi membaca menjadi sangat penting. Apa yang perlu kita baca? Tidak hanya apa yang tertulis, melainkan pula hal-hal yang tak tersurat. Tetapi, dari sekian banyak yang kita baca itu sebenarnya menjadi jendela bagi kita untuk memulai membaca diri kita sendiri. Itulah prinsip awal di dalam menjalankan wirausaha.
Kita mesti menemukan siapa diri kita. Atau, dalam ungkapan yang agak keren, membaca potensi diri. Mulai dari bakat, kesukaan atau hobi, dan minat kita. Lalu, perlu pula kita mengenali diri kita dengan setekun apa kita menjalani bakat dan minat kita, sehingga kita menjadi ahli. Cara ini akan menuntun kita pula pada seberapa sungguh-sungguh kita melakukan hal-hal yang kita inginkan. Kalau kita benar-benar sudah layak disebut ahli, sudah barang tentu pekerjaan itu akan datang sendiri pada kita.
BACA JUGA: 5 Website Penghasil Uang Terbaik dan Paling Legit Buat Kamu
Intinya, menemukan diri kita yang sesungguhnya serta menekuni apa-apa yang kita sukai akan menuntun kita sampai menjadi seorang ahli. Akan tetapi, perlu diingat, di dalam proses mengenali diri itu, kita tak perlu berpikir mengenai hasil yang akan kita capai. Cukup kerjakan saja dengan kesungguhan. Soal hasil, serahkah kepada Allah Swt.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sikap kita terhadap kesuksesan orang-orang di sekitar kita. Perlu dipahami, kesuksesan setiap orang berbeda-beda. Maka, tak perlu risau dengan kesuksesan orang lain, apalagi sampai membanding-bandingkannya. Sebab, setiap orang mempunyai fadhilah dari Allah Swt. Cukuplah temukan siapa diri kita, jalani dengan sungguh-sungguh dan percaya bahwa Allah yang menghidupi kita, Allah yang memberi rezeki.
Rumus ini sangat berguna bagi siapa pun. Lebih-lebih bagi yang ingin memulai berwirausaha. Dan, dalam bahasa yang sederhana, rumus ini sejalan dengan istilah inovasi. Ya, seorang wirausahawan mesti inovatif dalam menjalankan bisnisnya. Sedang inovasi baru dapat dilakukan setelah seseorang mampu mengenali dirinya sendiri.
BACA JUGA: Ini Lho 8 Ide Bisnis Tanpa Modal Besar yang Bisa Jadi Sumber Cuan
Sekarang, mari kita ulik bagaimana cara Rasulullah saw berwirausaha. Ada empat poin penting yang diajarkan beliau, di antaranya:
- Sidik (Shiddiq)
Pertama, Shiddiq atau Jujur. Seorang wirausaha harus tertanam dalam jiwanya sifat dan sikap jujur. Jujur, tidak melulu soal bagaimana mengatakan segala sesuatu itu terang-terangan. Akan tetapi, ia juga tahu bagaimana mengatakannya dengan cara yang baik. Sehingga, tidak membuahkan rasa sakit hati kepada orang lain yang barangkali tidak menerima kenyataan.
Selain itu, jujur juga berkaitan erat dengan perilaku atau tindakan. Islam melarang seseorang dalam berwirausaha mencoba untuk mengurangi timbangan, Allah menyatakan, seseorang yang curang adalah manusia yang celaka, hal ini seperti yang tergambar dalam Surat Al-Muthaffifin.
- Amanah
Kedua, Amanah. Menjadi seorang wirausaha harus dapat dipercaya, di dalam berwirausaha sendiri pasti akan menjumpai banyak transaksi, maka dibutuhkan sifat amanah. Jika sudah tertanam sifat amanah di dalam diri maka orang-orang akan percaya terhadap pihak kita dalam menjalin kerja sama.
- Tabligh
Selain sifat Shiddiq dan Amanah, seorang wirausaha perlu memiliki sifat Tablig atau komunikatif. Dengan kata lain seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan komunikatif atau berbicara dengan baik dalam menyampaikan produk, sehingga mudah untuk dipahami oleh calon pembeli.
- Fathanah
Fathanah atau bisa disebut juga dengan kecerdasan, memang tidak bisa dipungkiri bahwa seorang wirausaha harus mempunyai sifat Fathanah. Kecerdasan sangat mendukung dalam melakukan wirausaha. Apalagi di dalam berwirausaha kita pasti akan menemukan berbagai masalah. Maka, diperlukan kreativitas dan inovasi dalam berwirausaha. Dengan Sumber Daya Manusia yang Fathanah atau cerdas, maka akan membantu perusahaan itu sendiri.
BACA JUGA: THR Penting juga bagi Perusahaan, Nggak Cuma bagi Buruh
Selain keempat sifat diatas (Shiddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathanah), seorang wirausaha harus membenahi niatnya, harus meluruskan niatnya, jangan hanya berwirausaha atau berdagang untuk mencari keuntungan, tetapi berwirausahalah untuk niat ibadah, berwirausahalah karena Allah SWT. dan yang terakhir libatkanlah Allah dalam kehidupan kita, baik dalam berwirausaha maupun hal lainnya, karena segala sesuatu yang kita lakukan tanpa rida atau izin Allah tidak akan membuahkan hasil yang baik.