KOTOMONO.CO – Sejak tulisan saya beberapa kali terbit di media, tak jarang beberapa kawan bertanya pada saya, “Bagaimana cara menulis biar keterima di media?” “Bagaimana mendapatkan ide untuk judul tulisan?”, “Bagaimana biar bisa terus konsisten menulis?”, dan masih banyak lagi pertanyaan sejenis lainnya.
Mendapati pertanyaan semacam itu, saya selalu menjawabnya dengan sederhana, “Caranya cuma satu, yaitu menulis.” Dan tentu saja jawaban seperti itu tidak memuaskan rasa penasaran mereka. Sebab, yang mereka cari lewat pertanyaan semacam itu sebetulnya adalah sebuah alternatif yang bisa mempercepat dirinya menulis dengan baik, dan sesegera mungkin jadi penulis.
Sialnya, hal itu mustahil, setidaknya bagi saya sendiri. Dan jika Anda juga punya kegelisahan atau pertanyaan yang sama seperti kawan saya tadi, maka tenang, jangan minder. Dulu, saya sendiri pun begitu, sebelum akhirnya mendapat pencerahan dari bukunya Mas Puthut yang berjudul, Buku Latihan untuk Calon Penulis.
Walaupun saya sendiri juga masih belajar; masih penulis pemula, tapi bukunya Mas Puthut yang satu ini saya rasa bisa menjadi jawaban atas kegelisahan Anda, terutama yang baru mau menekuni bidang tulis-menulis.
Tidak sekadar buku, tetapi juga tuntunan
Saat pertama-tama mendapat buku Mas Puthut yang satu ini, saya punya ekspektasi tinggi, yaitu bahwa isinya adalah kiat-kiat, tips and trik, ataupun panduan untuk menulis. Anda sendiri pun ketika membaca judulnya, saya yakin seratus persen ekspektasinya tidak jauh beda dengan saya.
Tapi sayangnya, hal itu sangatlah jauh dari isi bukunya. Bahkan, di dalam kata pengantarnya, Mas Puthut menulis buku itu karena berangkat dari keresahannya yang setiap kali mengisi pelatihan menulis, selalu ditanyai perihal kiat-kiat.
Selain bukunya tidak berisi kiat-kiat, pun isi keseluruhan dari bukunya itu aneh; dua halaman berisi tulisan, delapan halaman berikutnya kosong tanpa ada tulisan sedikit pun. Begitu seterusnya sampai halaman bukunya habis.
Tapi jangan salah, justru karena keanehannya itu yang membuat buku tersebut istimewa. Setelah saya memberanikan diri untuk membaca halaman pertama setelah pengantar, tidak sampai beralih ke halaman berikutnya, pikiran saya langsung paham kenapa kerangka bukunya itu aneh.
Ternyata, Mas Puthut mendesain bukunya dua halaman berisi tulisan, dan delapan halaman berikutnya kosong, supaya pembaca tidak hanya menikmati makna tulisan saja, tapi juga dituntun melalui tulisannya agar langsung praktik menulis di dalam bukunya.
Penulis tidak butuh motivasi, tapi butuh menulis
Menariknya lagi, tulisannya itu hanya satu paragraf di setiap dua halaman di bukunya. Pun keseluruhan paragrafnya sudah saya hitung; rata-rata jumlah kata-katanya tidak lebih dari 30 kata.
Kalau Anda mengira tulisan satu paragraf itu adalah kata-kata motivasi, Anda salah besar. Isi tulisannya bisa dibilang adalah nasihat yang secara halus memprovokasi pembaca agar terus menulis. Bahkan, di belakang cover buku tersebut secara terang-terangan menjelaskan, “Ini bukan buku motivasi menulis.” Mas Puthut sendiri lebih nyaman jika menyebut bukunya semacam buku yang akan menemani menulis.
Saya sendiri pun setuju dengan ucapannya. Sebab, tidak jarang dewasa ini, orang-orang, khususnya anak muda mabok motivasi, tapi minim aktualisasi. Dan salah satu dari anak muda itu adalah saya ketika dua tahun yang lalu; saat lagi pelik-peliknya merasakan kehidupan lantaran puluhan tulisan saya ditolak oleh media, salah satunya Terminal Mojok sendiri.
Mari jujur saja, kalau Anda sendiri di posisi yang sama seperti saya, atau yang pernah mengirim tulisan ke media tapi tidak kunjung terbit, tidak bisa dimungkiri pasti lari ke kata-kata motivasi, bukan? Atau paling tidak, cari video di YouTube yang kira-kira keyword-nya: cara menulis artikel dengan baik.
Percayalah, alternatif semacam itu tidak sepenuhnya menunjang kompetensi Anda dalam menulis. Mas Puthut dalam bukunya pun bersabda, “Masalah utama seorang penulis adalah menulis. Maka mulailah menulis. Menulis tentang apa saja. Bebaskan diri Anda. Hilangkan semua kekhawatiran. Hapus cepat kata ‘jangan-jangan’ dari pikiran Anda. Mulailah …”
Salah satu sabda Mas Puthut dalam bukunya itu betul-betul ajaib. Pikiran saya yang awalnya melempeng campur tengik, langsung bergegas menuliskan apapun yang ada dalam pikiran. Saya masih ingat, ketika membaca buku itu, saya lagi ada di kedai kopi. Dan karena itulah tulisan pertama saya di Terminal Mojok bertajuk kedai kopi.
Masih banyak sebenarnya nasihat-nasihat Mas Puthut dalam bukunya itu yang mengubah cara belajar saya dalam menulis. Tapi karena tidak mungkin saya tulis semuanya di sini, maka saya akhiri saja sampai sini. Toh, ya lebih enak kalau Anda membaca nasihat-nasihat itu secara langsung di bukunya ketimbang lewat tulisan saya yang juga masih penulis pemula ini.
Tapi ingat, buku itu hanya untuk orang yang ‘benar-benar’ mau belajar menulis. Bukan yang sekadar cari kiat-kiat atau motivasi, tapi nyatanya minim aksi.