KOTOMONO.CO – Kalau harus memilih, kira-kira kamu pengen bermalam dulu di shelter atau Tektokan alias langsung pulang saja nih?
Sejak film 5 CM garapan sutradara Rizal Mantovani tayang di bioskop 2012 silam, aktivitas mendaki gunung kian digemari berbagai kalangan. Remaja yang sebelumnya hanya sekedar main ke curug atau bermalam di camp area mulai menjajal menaklukkan gunung. Bodoamat punya peralatan survival yang memadai atau nggak, pokoknya kelihatan keren naik gunung. Mulai dari gunung dengan ketinggian yang masih rendah hingga tertantang mendaki di jalur berbahaya.
Medan pendakian beragam jenisnya. Ada yang cukup berjalan biasa (hiking) melawati pegunungan, ada pula yang sampai memerlukan kemampuan climbing. Hal itu yang menjadi salah satu pertimbangan bagi calon pendaki. Apakah akan bermalam di gunung atau tektokan.
Nggak mungkin kan kita memaksakan mendaki gunung cukup sehari sedangkan jarak tempuh dari rumah ke basecamp saja ratusan kilo? Atau ngoyo lekas sampai puncak biar besok bisa kerja padahal medan pendakian terjal kek kisah cintamu?
FYI, istilah tektokan di kalangan pendaki berarti perjalanan naik gunung tanpa bermalam di shelter dan pos pendakian, atau langsung pulang dalam waktu satu hari. Istilah ini sering juga disebut pulang-pergi (PP). Nah, di antara keduanya, manakah yang lebih asik?
BACA JUGA: Inspirasi Ide Foto Prewedding Aesthetic yang Bisa Kamu Tiru
Pertimbangan pertama untuk menentukan pilihan di antara keduanya yaitu estimasi waktu. Pendakian ke gunung dengan ketinggian di atas 3000 mdpl biasanya membutuhkan waktu lebih dari sehari. Jika demikian, sangat nggak mungkin dong pendaki tektokan. Umumnya, tektokan hanya dilakukan untuk pendakian gunung yang bisa ditempuh dalam waktu dua sampai lima jam perjalanan sampai ke puncak (belum turunnya loh ya).
Pendaki yang terlalu kangen puncak tapi hanya mendapati libur satu hari biasanya lebih memilih tektokan. Prinsipnya, nggak masalah mendaki gunung yang pendek dan dalam waktu singkat, yang penting rindunya terbayar sudah. Lunas tuntas.
Kadang pendaki melakukan pendakian bukan untuk menuntaskan bukcet list, melainkan mengobati rasa rindu berjalan di jalurnya saja. Napak tilas perjalanan masa lalu, mungkin. Jadi nggak peduli gunung apapun, di manapun, berapa lama, kebagian sunrise atau nggak, asalkan dia bisa tracking dan menikmati alam, dirinya sudah terpuaskan.
BACA JUGA: Pralaya ing Kanjuruhan lan Patuladhan Saka Sang Kumbakarna
Selain itu, tektokan juga bikin perjalanan mendaki relatif lebih mudah. Why? Hal ini karena kita nggak perlu membawa tenda serta tetek bengeknya yang lumayan berat. Artinya, bisa bawa cerrier dengan ukuran kecil dan beban ringan. Paling kita cuma butuh perbekalan logistik, obat-obatan, jas hujan, jaket, kaos kaki, baju ganti, lah kok banyak? Haha.
Sebagai gantinya tektokan membutuhkan stamina yang bagus karena waktu istirahat dilakukan di sela-sela pendakian dalam waktu yang singkat sesingkat-singkatnya. Oleh sebab itu, ada baiknya pendaki pemula nggak memaksakan diri tektokan. Bisa gawat jika mereka kehabisan tenaga dan tubuh kurang fit. Jangan disepelekan, meskipun relatif singkat, pendakian ini kudu dibekali persiapan fisik yang matang.
Berbeda dengan tektokan, pendakian dengan bermalam bisa dilakukan lebih santai. Pendaki nggak perlu tergesa-gesa (kecuali mengejar sunrise tentunya) sampai ke puncak atau pulang ke basecamp. Mereka bisa berjalan santai, rehat berjam-jam (kalau nggak punya tujuan hidup) karena bisa tidur di tenda. Waktu menikmati alam pun lebih banyak.
Hanya saja karena waktu pendakian lebih lama, kita perlu menyiapkan lebih banyak perbekalan. Stok makanan secukupnya, peralatan memasak, selimut, sleeping bag, baju ganti, dan peralatan lainnya yang diperlukan untuk bermalam.
BACA JUGA: Berdamai di Tengah Bencana yang Tak Teratasi
Semakin lama pendakian yang kita tempuh, semakin banyak pula pengalaman dan kenangan yang bisa disimpan. Banyak hal yang akan terjadi dan menjadi memori yang berkesan saat di bawah nanti. Misalnya, tidur sambil menggigil, ketinggalan sunrise, khawatir tenda terbang karena badai di malam hari, atau kedatangan kawanan monyet yang penasaran dengan makananmu.
Mau tektokan atau bermalam di gunung, asalkan tetap menjaga peraturan yang berlaku, perjalanan mendaki gunung akan selalu berkesan. Inget loh ya, bukan lama waktunya, tapi bagaimana kita menikmati alam raya dan menyelaraskan diri dengannya. Jangan sampai pendaki yang sering melabeli dirinya “pecinta alam” justru berbuat sesuatu yang merusaknya. Blaikk….
Jadi kamu pilih mau tektokan atau bermalam? atau Tektokan sambil tiktokan kali ya. Hadehh.