KOTOMONO.CO – Sering kan kita dengar kata-kata dari ustaz atau Kiai kalau kerja itu ibadah? Lalu, bagaimana dengan bisnis? Mestinya sih sama. Kan bisnis juga bagian dari pekerjaan. Tapi gimana jadinya kalau berbisnis malah bikin klien merasa tertipu dan dirugikan?
Paragraf awal tulisan ini tidak bermaksud menggurui. Sekadar pengantar untuk menuju pada keluh kesah seorang pembaca cintapekalongan.com yang stay di Jogja, sebut saja namanya Cellovia. Ceritanya, Minggu malam, kira-kira pukul 19.30, ia mengirimkan pesan via DM instagram. Dalam pesannya, ia menanyakan perihal brand batik dan nama pemiliknya. Kalimat tanya itu kemudian dilanjut dengan pernyataan, bahwa dia kena tipu. Bahkan, ia menduga kalau nomor telepon miliknya diblokir oleh si pemilik brand batik itu.
Membaca keluh kesah itu, saya merasa perlu menggali informasi lebih dalam. Saya tanyakan saja bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.
Dengan terbuka, Cellovia pun mulai menceritakan detailnya. Mula-mula, ia memesan batik pada SS, orang yang mengaku pemilik brand Batik K. Jumlahnya 160 potong. Sudah jadi tradisi juga, kalau memesan produk tentu kudu ada uang muka alias DP. Bagi Cellovia, itu tak masalah. Maka, diberikanlah DP itu sesuai jumlah yang disepakati, 8,4 juta. Disepakati juga batas waktu pengerjaannya, hanya satu bulan. Dan, deal!
BACA JUGA: Sengkarut Tarif Parkir Kota Pekalongan
Namun, setelah satu bulan, ternyata tidak ada barang yang terkirim ke alamat Cellovia. Malah, sempat molor beberapa bulan.
“Mundur sampai 3 bulan nggak ada yang selesai. Waktu saya mau minta uang kembali, katanya uangnya sudah dibelanjakan. Dia sudah tidak punya uang. Ya sudah, saya kasih tenggat waktu. Katanya Januari akan dikembalikan. Ehh sampai sekarang nggak ada kabar. Malah semalam saya baru tahu kalau nomor saya diblok,” ungkap Cellovia.
Pengakuan Cellovia, barangkali pernah dialami beberapa orang. Sudah pasti, Cellovia ngrasa jengkel dan kecewa, karena kepercayaannya diciderai. Namun, karena keterangan Cellovia masih sepotong-sepotong, saya minta kesediaannya untuk lebih detail lagi ceritanya.
Cellovia tak keberatan. Ia lantas menceritakan kronologi kejadian nahas yang menimpanya.
Usut punya usut, Cellovia mengetahui nama brand Batik dan ownernya itu dari facebook. Deskripsi akun facebooknya menyebutkan kalau ia melayani penjualan dan pemesanan batik. Karena berminat mengajak bisnis dengan owner brand batik K tersebut, Cellovia lantas menghubungi SS via WA, pada tanggal 30 Juli 2020 silam.
“Dia jelaskan ini itu, sehingga saya yakin. Saya berniat order 160 pcs dengan harga per pcs Rp 90.000,” ungkapnya.
BACA JUGA: Kota Pekalongan dalam Empat Puisi Pendek Karya Ibnu Novel Hafidz
Dalam pengakuannya, Cellovia juga mengatakan kalau SS berkali-kali meminta uang muka. Namun, karena sedang punya sedikit kendala, ia tak langsung membayar uang DP. Baru pada tanggal 1 September 2020 ia membayarkan sejumlah uang via transfer.
“Tanggal 1 September saya baru transfer 2juta rupiah. Karena uang saya yang masih di supplier sebelumnya belum dikembalikan. Beberapa barang dia juga direject,” tulisnya via DM instagram.
Sebagai seorang klien, Cellovia terus mengikuti perkembangan bisnis yang dijalankannya dengan SS. Ia selalu mengikuti postingan di akun medsos SS yang dinamai dengan nama brand batik miliknya. Ia melihat, kalau produk pesanannya ditampilkan di medsos Batik K.
“Dia update. Udah dikerjakan beberapa sesuai DP. Akhirnya saya tambah DP pada tanggal 22 September 2020 sebesar Rp 6.400.000. Saya lebihkan dari jumlah DP yang seharusnya. Harapan saya, biar dia semangat dan barang cepat selesai. Terakhir dia update 7 Oktober batik tinggal pewarnaan,” tulis Cellovia dalam chatingan via DM instagram.
Namun, rupanya ada kendala yang dihadapi Cellovia di kemudian hari. Ibu dari Cellovia jatuh sakit, sehingga ia tak sempat mengikuti perjalanan pesanannya itu. Baru pada akhir minggu kedua, ia menyempatkan diri mengontak si empunya brand Batik tersebut.
“Karena ibu saya sakit dan opname seminggu di rumah sakit, saya nggak pantau. Tanggal 14 Oktober 2020 saya coba kontak tetapi nggak bisa, baru dibalas 21 Oktobernya. Katanya seminggu lagi selesai. Sesudah seminggu dia hilang kontak. Saya minta tolong teman yang di Pekalongan ke alamat yang tertera di nota. Teman saya ke sana, telpon kata dia hpnya rusak. Ditelpon dia minta mundur 3 hari.” cerita Cellovia.
BACA JUGA: Ini Dia, 11 Oleh-oleh Khas Pekalongan yang Bisa Kamu Bawa Pulang
Janji SS kepada Cellovia dipandang janggal. Menurutnya, tiga hari tidaklah cukup untuk merampungkan pesanannya itu. Dan benar, pesanannya tidak satu pun yang jadi hingga hari yang dijanjikan. Lantas, Cellovia memutuskan untuk datang langsung ke Pekalongan dan nyamperin rumah Batik K milik SS.
“Karena saya nggak yakin selesai lagi dalam 3 hari akhirnya saya pergi ke Pekalongan langsung tanggal 2 November 2020. Saya samperin ke lokasinya tanggal 3 November. betapa saya kaget, tidak ada satupun pesanan saya yang jadi. Saya minta uang dikembalikan, katanya ngga ada. Saya waktu itu nggak kepikiran menyita apapun. Karena saya harus segera cari pengganti 160pcs dalam 2 hari. Akhirnya saya perpanjang stay saya di Pekalongan. Dia janji bakal balikin uangnya dicicil. Januari dijanjikan akan dilunasi. Tapi, saya coba kontak paling pending kadang masuk ehh pending lagi. Saya iseng minta teman pura-pura pesan di tempat tersebut. Rupanya dibalas lancar. Trus saya cek WA lah ternyata saya diblok. Di situ seperti dipermainkan. Saya tidak pernah tegas. Malah sama sekali tidak ada iktikad baik” lanjutnya.
Cellovia yang masih belum bisa menerima keadaan itu, akhirnya meminta bantuan temannya untuk mendapatkan foto KTP pemilik brand Batik K. Ia meminta temannya pura-pura memesan batik pada SS.
“Teman saya coba pura-pura pesan, kata-katanya sama dengan saya dulu. Tapi akhirnya berhasil dapat foto KTPnya, karena teman saya nggak akan Transfer sebelum foto KTP sebagai jaminan.” Imbuhnya.
Kemudian saya mencoba menanyakan perihal alamat dari Batik tersebut yang ternyata sama dengan alamat KTP SS. Tertera di situ, alamat SS yang berada di wilayah Wiradesa, Kabupaten Pekalongan. Ia juga menyebutkan alamat lengkapnya. Sayang, sampai saat ini masalah yang dihadapi Cellovia belum kunjung selesai. Niatnya untuk meminta kembali uang yang sudah dibayarkan itu belum kesampaian.
“Awalnya saya pikir, mungkin dia belum ada uang untuk dikembalikan, makanya saya tunggu. Saya juga tidak setiap hari chat. Dari Januari itu saya baru chat lagi akhir Maret. Baru kemarin tahu sudah diblok,” pungkas Cellovia di DM instagram.
BACA JUGA: Uniknya Dialek Pekalongan yang Repot Kalau Dipraktikkan di Daerah Lain
Selepas menyimak kekecewaan Cellovia, saya lantas berpikir. Mungkin, kasus Cellovia hanya sekelumit dari kasus-kasus lain. Sebab, dalam dunia bisnis, segala sesuatu menjadi mungkin.
Sebagai orang yang tak tegaan, lebih-lebih sebagai wong Kalongan, saya merasa berempati pada Cellovia. Saya merasakan betul bagaimana rasanya ditipu dan dikecewakan. Saya membayangkan jika saya berada di posisi Mbak Cellovia. Mungkin saya akan melakukan hal yang sama. Atau bahkan akan mempolisikan. Tetapi, sepertinya Cellovia terlalu baik hati.
Meski begitu, kebaikan hati Cellovia justru membuat saya nggak enak hati. Sebab, orang yang dimaksud Cellovia adalah orang Pekalongan, orang yang sedaerah dengan saya. Maka, saya sangat menyayangkan sikap SS. Sikap ini sebenarnya tidak hanya berdampak pada Cellovia sebagai kliennya. Akan tetapi, sadar atau tidak, sikap itu juga akan berpengaruh pada bisnis yang dilakoni SS.
Tidak cukup di situ, saya khawatir jika imbas dari perilaku bisnis SS ini juga akan merambah ke para penjual batik online lain dari Pekalongan. Kita tahu, akhir-akhir ini bisnis jualan batik online sedang marak-maraknya. Dan jejaring bisnis online ini selain memudahkan bagi penggunanya, juga memiliki potensi kerawanan yang juga tinggi. Seorang saja yang melakukan kesalahan dalam menjalin hubungan bisnis, sangat mudah kabar itu menyebar. Walhasil, orang lain pun bisa kena imbasnya. Reputasi dan kepercayaan klien mereka bisa saja turun karena perilaku yang tidak sepatutnya itu.
BACA JUGA: 5 Hal Unik Yang Cuma Ada Di Pekalongan
Berkaca dari kasus Cellovia, sudah waktunya para penjual online asal Pekalongan untuk memikirkan bagaimana caranya saling berangkulan. Persaingan boleh-boleh saja, akan tetapi jangan sampai gara-gara persaingan itu nama Pekalongan menjadi pertaruhan. Disadari atau tidak, ketika sampean-sampean jualan online sebenarnya tidak hanya nama baik sampean atau toko sampean yang dibawa, melainkan pula nama baik Pekalongan.
Di luar sana, orang mengenal orang Pekalongan sebagai orang yang religius. Tetapi, bagaimana jika pada akhirnya ada kasus seperti SS? Apa yang bisa kita bilang ke mereka? Saya percaya, Wong Kalongan kuwi apik.