KOTOMONO.CO – Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga wajib hukumnya menjaga amanah yang telah dipercayakan Allah kepadanya baik berupa istri, anak, maupun harta benda. Salah satu caranya dengan berusaha sebaik mungkin memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya, Allah telah menganugerahkan laki-laki dalam hal ini suami dengan kekuatan yang lebih dari perempuan dalam rangka mencari karunia-Nya di muka bumi ini.
Istri saya sebelumnya adalah seorang Guru BK disebuah sekolah swasta, para siswa-siswi sering menyebutnya dengan sebutan ‘Polisi Siswa’, dikatakan demikian karena tugasnya mirip-mirip dengan polisi yaitu melindungi, mengayomi dan melayani keluhan-keluhan siswa baik keluhan pelajaran di sekolah maupun keluhan di keluarga, guru BK menjadi tempat curhatan dan sharing mengenai problema para siswa-siswi yang sudah menginjak masa remaja.
Namun dikarenakan kami baru saja memiliki bayi laki-laki nan lucu, keputusan yang sulit harus diambil, yaitu meminta istri untuk resign demi merawat dan mendidik si buah hati, saya tak ingin ia nantinya ‘terlantar’ karena tidak ada yang merawat, walapun kami memiliki orangtua dan saudara, kami tak tega kalau harus menitipkannya kepada orangtua, kami sudah banyak merepotkan mereka saat kecil dulu, dan sekarang dimasa tuanya mereka malah kami repotkan dengan merawat anak kami, saya rasa durhakalah kami karena terus merepotkan orangtua walaupun jika diminta pasti mereka ikhlas dan tak akan menolak untuk merawat cucunya.
Jika tetap memaksakan istri untuk bekerja, saya sudah menghilangkan 3 hak anak yang harusnya diperoleh dari ibunya, yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang
Bayi sudah bisa merasakan berbagai macam emosi termasuk kasih sayang ibunya sejak dalam kandungan. Seorang pakar parenting Carista Luminare-Rosen, Ph.D. dalam bukunya “Parenting Begins Before Conception: A Guide to Preparing Body, Mind, and Spirit for You and Your Future Child”, mengungkapkan bahwa janin sudah mampu melihat, mendengar, merasa, mengingat, dan berpikir sebelum dia lahir. Bahkan jauh sebelum para pakar mengetahui hal tersebut 14 abad yang lalu Allah SWT sudah menjelaskan dalam Al-Qur’an QS. As-Sajadah ayat ke-9 yang artinya:
ثُمَّ سَوّٰٮهُ وَنَفَخَ فِيۡهِ مِنۡ رُّوۡحِهٖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمۡعَ وَالۡاَبۡصَارَ وَالۡاَفۡـــِٕدَةَ ؕ قَلِيۡلًا مَّا تَشۡكُرُوۡنَ
(“Kemudian Dia(Allah) menyempurnakannya dan meniupkan ruh ke dalam (tubuh)nya dan menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) sedikit sekali orang yang bersyukur”).
BACA JUGA: Parenting: Pelajaran yang Tak Didapat di Sekolah tapi Penting untuk Bekal Masa Depan
Berdasarkan ayat tersebut Allah menjadikan pendengaran sebagai indra pertama yang dianugerahkan kepada bayi yang masih berada dalam kandungan, sehingga bisa mengetahui dan mendengar suara-suara yang berasal dari luar. Bayi dalam kandungan sudah hafal dan mengenali suara ayah dan ibunya serta mampu merasakan apa yang dirasakan oleh ibunya, Jika ibu stres maka anak merasakannya, jika ibu bahagia anak pun mengetahuinya. Ikatan emosional inilah menjadikan seorang anak selalu ingin dekat dan tak ingin berada jauh dari ibunya.
Nah, apabila setelah lahir kami titipkan anak kami ke orangtua atau saudara bahkan tempat penitipan anak, maka otomatis ia kehilangan kasih sayang dari ibunya yang sudah ia rasakan saat masih dalam kandungan, saya khawatir hal ini bisa mempengaruhi karakter dan kepribadiannya dimasa depan.
2. Hak untuk memperoleh pendidikan
Ada pepatah arab yang berbunyi ‘Ibu adalah madrasah/sekolah yang pertama, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya’.
Hal ini tepat karena pendidikan dari seorang ibu adalah kunci sukses dalam tumbuh kembang seorang anak. Sekolah sebagai salah satu sumber pendidikan, dan sumber pendidikan yang pertama sekali didapatkan seorang anak adalah rumahnya, terkhusus orangtua yang menjadi contoh.
BACA JUGA: Pentingnya Lingkungan Sehat Untuk Generasi Golden Age Anak
Setiap hari anak mendengar dan melihat langsung apa yang dilakukan oleh orangtuanya, jika ayah dan ibunya rutin dan tepat waktu melaksanakan sholat, berpuasa, mengaji dan beramal sholih maka hal ini merupakan bentuk pendidikan “educating by examples” yaitu mendidik dengan memberi contoh langsung kepada anak. Anak pasti akan melihat dan mencontoh apa yang dicontohkan oleh orangtuanya sejak kecil, ditambah dengan keistiqomahan orangtua dalam mengaplikasikannya maka insyaallah anak akan menjadikan orangtua sebagai role model dalam kehidupannya.
3. Hak untuk memperoleh nafkah ASI eksklusif
Fenomena ini sudah sangat umum kita lihat, banyak ibu yang terpaksa menitipkan anaknya ke orangtua atau saudara dikarenakan takut apabila istri tidak membantu suami bekerja maka ibunya merasa kebutuhan si anak dan kebutuhan rumah tangga tak akan terpenuhi, memang ini menjadi dilema dan kita tidak bisa menyalahkan siapa pun, sang suami sudah bekerja keras dan merasa gajinya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, maka dengan rasa cintanya sang istri ikhlas berkorban untuk membantu sang suami bekerja.
BACA JUGA: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Itu Perlu Diperhatikan lho!
Tetapi dengan bekerjanya sang istri, maka tugas untuk memberikan kasih sayang, memberikan pendidikan dan menyusui anak menjadi terkendala, sehingga dicarilah solusi temporer salah satunya dengan memberikan ‘susu formula’, memang hal ini tidaklah salah, namun seperti yang kita ketahui pada kemasan susu formula sendiri terdapat keterangan ‘ASI adalah yang terbaik untuk bayi anda, susu formula bayi bukan pengganti ASI’, bayi hendaknya diberikan ASI eksklusif sampai usia 2 tahun sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah ayat 233 yang artinya:
(“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (men-derita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”).
BACA JUGA: Pentingnya Kerja Sama Orang Tua dalam Mendampingi Pertumbuhan Anak
Faktor kesehatan anak menjadi alasan krusial mengapa saya tak ingin istri ikut bekerja membantu ekonomi keluarga. Maka dalam hal ini saya lebih memilih agar anak mendapatkan 3 hak yang saya sebutkan diatas walaupun dengan konsekuensi yang harus dihadapi yaitu bersiap untuk mengalami ujian dan kesulitan-kesulitan berkaitan dengan hal ekonomi karena istri sudah tidak lagi bekerja.
Tapi saya yakin dan percaya bahwa Allah pasti akan menolong kami dengan Rezeki-Nya sepanjang kami tetap berusaha, bersabar, berdo’a dan bertawakkal kepada-Nya. Allah Maha Tahu kapan waktu yang tepat untuk menolong hamba-hamba-Nya, ingatlah wahai sahabat, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan, jadi jika ingin mendapatkan kemudahan, maka anda harus ikhlas dan sabar menerima segala kesulitan, karena kesulitan pasti akan datang bersama dengan kemudahan, wallahua’lam.