KOTOMONO.CO – Ini adalah catatan ketujuh saya, menyoal nama Corona. Rasa-rasanya, semakin saya ulik satu nama ini, semakin banyak hal yang saya gali. Seolah saya sedang membaca peta harta karun. Di setiap titik ordinat pada peta itu, saya menemukan hal-hal menarik untuk diulik. Selalu ada pengalaman menarik untuk dikisahkan.
Kali ini, saya mencoba mendekati nama Corona itu dengan kisah mitologi Coronides. Nama Coronides sangat akrab bagi orang-orang Aeolia atau kota Thessaly sekarang. Kota ini—seperti tercatat dalam Oedyssey karya Homer—dulunya merupakan wilayah kerajaan Aeolus. Kota ini terletak di antara Gunung Oeta/Othrys dan Gunung Olympus, sekaligus menjadi tempat pertempuran antara para Titan dan Olympians.
Pada musim panas tahun 480 SM, bangsa Persia sempat menginvansi kawasan ini, hingga akhirnya takluk. Selang beberapa tahun kemudian, didirikanlah di sana Kerajaan Makedonia. Namun, kejayaan Makedonia tak cukup bertahan lama. Sejak Kekaisaran Romawi mulai memperluas wilayah kekuasaannya, Makedonia pada akhirnya takluk dan menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi. Begitu pula pada saat Romawi runtuh. Makedonia dikuasai oleh Kekaisaran Roma Bizantium. Baru pada tahun 1881, wilayah ini berada di pangkuan Yunani modren, setelah selama empat setengah abad di bawah kekuasaan Ottoman.
Nah, kembali ke Coronides.
Nama Coronides disematkan orang-orang Aeolia kepada dua putri Orion, Menippe dan Metioche. Orion adalah seorang raksasa tampan, putra sang Dewa Laut (Poseidon) dari pernikahannya dengan Euriale. Ia memiliki kemampuan berjalan di atas air karena ayahnya adalah dewa lautan. Kisah Coronides ini erat kaitannya dengan kematian Orion.
Kisah kematiannya ditulis dalam beberapa versi. Hyginus, Ovidius, dan Hesiodos menuliskan, bahwa kematian Orion disebabkan oleh kesombongannya sendiri. Ia merasa lebih hebat dari Artemis atau Leto. Sikap sombongnya itu membuat Gaia (Ibu Bumi) murka. Gaia segera mengirimkan seekor kalajengking raksasa, Scorpio, hingga akhirnya Orion mati dibunuh Scorpio.
Sementara, versi lain mengatakan, kematian Orion justru karena ia melawan Scorpio yang hendak membunuh Artemis dan ibunya. Saat itu, Orion berkata tidak ada makhluk yang tidak bisa ia bunuh. Perkataan itulah yang membuat Gaia memerintahkan Skorpio untuk membunuh Orion yang sombong.
Namun, pada keduanya, memiliki akhir cerita yang sama-sama mengesankan. Zeus mengangkat Orion ke langit bersama Artemis karena kagum akan keberanian Orion. Tetapi, di sebelah Orion ditaruh pula rasi bintang Scorpio sebagai peringatan pada manusia agar tidak sombong. Karena itu, apabila rasi Scorpio terlihat, maka rasi Orion akan meredup.
Versi lain, mengisahkan jika di antara Artemis dan Orion terjalin asmara. Sampai pada akhirnya Orion memberanikan diri melamar Artemis. Mendengar kabar itu, Apollo berusaha mengingatkan Artemis. Bahwa sesungguhnya, kisah cinta di antara keduanya telah melanggar ikatan cinta Artemis dengan kekasihnya, Eos. Sayang, Artemis tak menggubris. Alhasil, Apollo berpayah-payah untuk membatalkan pernikahan di antara mereka.
Apollo meminta Gaia mengirimkan Scorpio untuk mengejar Orion, sampai akhirnya ia tercebur dan tenggelam di dasar laut. Sementara Apollo, menantang Artemis untuk menunjukan kemampuan memanahnya. Karena demi cintanya pada Orion, Artemis pun menyanggupinya. Pertempuran seru di antara mereka tak terelakkan. Sampai pada akhirnya, Artemis berkesempatan memanah Apollo. Di tengah laut, di antara gulungan ombak, tampak olehnya benda berwarna gelap. Ia mengira itu adalah tubuh Apollo. Segera, ia lesatkan anak panahnya dan mengenai tubuh itu.
Perlahan ombak membawa tubuh yang terpanah itu ke tepi. Tetapi, rupanya tubuh itu bukanlah tubuh Apollo, melainkan tubuh kekasihnya, Orion. Sedihlah hati Artemis. Dalam tangisnya itu, ia mengusung tubuh kekasihnya yang tak bernyawa itu ke langit. Lantas, ia pun membalas perlakuan Apollo dengan membunuh kekasih Apollo, Coronis.
Versi ketiga menyebutkan, kematian Orion disebabkan oleh kemarahan Artemis atas sikap Orion. Orion telah melakukan pelanggaran susila, sebab pernah berusaha memperkosa Artemis atau salah seorang pengikutnya. Tetapi, ada pula versi lain yang menunjukkan, Artemis merasa terhina dengan perzinahan antara Orion dan Eos.
Tetapi, apapun dan bagaimana pun versinya, kematian Orion bagi kedua putrinya cukup memukul perasaan mereka. Terutama bagi Ibu mereka, Side. Dengan susah payah, Side membesarkan kedua putri mereka. Dibantu Athena yang mengajari mereka seni menenun dan Aphrodite memberi mereka kecantikan.
Ketika tanah air mereka, Aonia diserang wabah mematikan, seorang peramal Apollo, Gortynius, memerintahkan penduduk untuk memberi persembahan bagi dua Erinnyes (Dewi Neraka). Persembahan itu tak lain adalah dua orang gadis. Mendengar saran itu, Menippe dan Metioche menawarkan diri untuk dipersembahkan.
Digelarlah upacara persembahan itu. Mereka tiga kali memanggil dewa-dewa rendah. Di hadapan dewa-dewa itu pun mereka menyerahkan nyawa mereka. Seketika itu, Persephone (Dewa Kematian) dan Hades (Dewa Dunia Bawah) mengubah mereka menjadi komet. Sejak saat itu, kedua putri Orion ini disebut sebagai Coronides.
Atas peristiwa itu pula, bangsa Aonian membangun sebuah kuil di dekat Orchomenus. Kuil itu dijadikan sebagai tempat persembahan kurban pendamaian.
Begitulah. Mula asal kisah Coronides (Κορωνείδης). Kata Coronides dalam bahasa Latin memiliki persamaan makna dengan kata ‘coronis’ atau ‘coronidis’. Artinya, penanda pada akhir sebuah buku/garis lengkung yang digunakan untuk memperindah bagian akhir dari sebuah tulisan.
Ah, rasa-rasanya tak ada habisnya untuk membahas satu kata yang sedang ramai menjadi berita akhir-akhir ini. Saya masih akan menelusuri variasi bentuk kata ‘corona’ ini dengan berbagai kisah yang melatarinya. Semoga Anda tidak bosan membaca catatan iseng saya ini.