Ditulis oleh : Arja Minangun
Kita tidak bisa merubah redaksi “Hari Lahir Pancasila” pada 1 Juni, karena memang sudah disepakati sebagai salah satu monumen peringatan peristiwa bersejarah bagi kita bangsa Indonesia, tetapi kita bisa merubah cara pandangnya terhadap redaksi tersebut.
Sebagai usaha untuk menambah nilai Pancasila, bagaimana kalau mulai sekarang kita tanamkan pada diri untuk mengatakan “Pancasila Lahiran” pada setiap tanggal 1 Juni?
Sebab percuma saja jika dikatakan Pancasila itu sakti kalau tidak bisa
menghasilkan apapun di hari perayaannya.
Maksudnya begini, dalam proses belajar, pasti kita sudah paham betul apa itu materi, apa itu esensi, apa itu hasil apa itu metodologi. Pancasila adalah materi, namun jika diamalkan ia menjadi esensi. Pancasila adalah metodologi, jika diamalkan akan berbuah hasil.
Jika kita sudah terbiasa dengan pemahaman “Pancasila Lahiran” setiap 1 Juni, maka otomatis kita akan merefleksikan dengan cara bertanya. Apa saja yang sudah dilahirkan oleh Pancasila sampai dengan tahun ini? Apa saja yang akan dilahirkan oleh Pancasila beberapa waktu kedepan?
Di ruang eksternal kita bisa menanyakan itu kepada pemerintah untuk memastikan kinerjanya benar-benar baik, di ruang internal kita bisa menanyakan itu pada diri sendiri untuk memastikan apakah kita menjadikan Pancasila sebagai amalan atau pajangan.
Dengan pemahaman baru seperti itu, maka Pancasila bisa menjadi lebih hidup sebagai jiwa pembangunan bangsa Indonesia.
Sehingga pada hari perayaannya, Pancasila yang hanya lima biji bisa menjadi jutaan esensi dan bisa dijadikan bahan untuk pesta kembang api.
Semoga kita termasuk jiwa-jiwa nasionalis yang tidak dilahirkan oleh Pancasila dengan cara caesar, tetapi dilahirkan dengan cara normal.
(Prambanan, 1 Juni 2020)