KOTOMONO.CO – World City Of Batik dan Kota Kreatif Dunia adalah 2 julukan untuk Kota Pekalongan, melekat erat dalam tiap nadi kehidupannya. Membicarakan sentra Batik di Indonesia pasti akan berujung pada Pekalongan Kotaku ini. Karna memang tiap sendi kehidupan di Kota Pekalongan tak terlepas dari kehidupan perbatikan, hampir 80% roda ekonomi ditumbuhkan lewat Batik sehingga tak heran jika suplai komoditi Batik di Indonesia didominasi oleh pengrajin dari Pekalongan.
Lewat Batiklah Masyarakat Pekalongan tak memandang etnis manapun atau golongan apapun, karna Batik Jiwanya Kota Pekalongan hingga populer dengan istilah ARWANA (Arab, Jawa, Cina) atau ARJATI (Arab, Jawa, Tionghoa), ketiga etnis tersebut satu padu saling melengkapi. Seperti penjual pewarna batik dari Cina, penjual kain mori dari Arab, dan yang membuat Batik ialah penduduk Jawa Lokal.
By the way tak hanya dari ketiga etnis itu saja, bila ditelusuri lebih lanjut tentang masyarakat Pekalongan akan menemukan fakta yang sangat menarik karena masyarakat Pekalongan sudah bercampur dengan masyarakat Nusantara lainnya seperti Masyarakat Bugis, Sumbawa dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Sejarah Batik Pekalongan
Istilah tentang Peranakan itu sendiri ditujukan bagi mereka warga pendatang dari etnis non-Nusantara di suatu daerah yang kemudian menetap hingga beranak-cucu disana. Pada umumnya, warga Peranakan ini masih utuh dan tetap menjaga kultur dan budaya nenek moyang mereka meski mereka telah lama menetap di suatu wilayah tersebut.
Dan kultur serta budaya yang mereka bawa tersebut kerap berasimilasi dan berkolaborasi dengan tradisi budaya setempat. Seperti di Pekalongan ada etnis Eropa, Arab dan Cina yang berbaur dan hidup rukun berdampingan bersama dengan etnis jawa atau penduduk lokal sehingga melahirkan Batik Peranakan Khas Pekalongan.
Sebenarnya Batik Peranakan tak hanya ada di Pekalongan, namun sebagaian besar daerah penghasil Batik pasti ada Batik Peranakan seperti Lasem, Cirebon, dan Semarang.
BACA JUGA: Potensi Keren Wisata Batik di Pekalongan
Keunikan dan keindahan Batik Pekalongan juga di terletak pada Batik Peranakan ini, karena memang Batik Pekalongan sangat-sangat kaya akan keberagaman motif dan corak yang tiada duanya.
Ada 2 Batik Peranakan yang terkenal disini, yakni Peranakan Belanda (Indo-Eropa) dan Peranakan Tionghoa (Cina). Dari masing-masing peranakan tersebut lahirlah maestro-maestro seniman Batik yang mendunia yakni Eliza Van Zuylen dan Oey Soe Tjoen. Sedikit akan saya ulas tentang Seniman Batik Indo-Eropa Eliza Van Zuylen dan Seniman Batik Tionghoa Oey Soe Tjoen.
Batik Peranakan Indo-Eropa Eliza Van Zuylen

Sebenarnya ada beberapa pengrajin Batik Peranakan Eropa yang terkenal pada saat itu seperti en Matzelar , Simonet, Eliza Van Zuylen AJF Jans. Namun yang lebih populer di kalangan pembatik Pekalongan ialah Eliza van Zuylen. Sang Maestro ini hidup antara tahun 1863 – 1947, mempunyai nama asli Eliza Charlotta Niessen, beliau menetap di Pekalongan karena suaminya Alphons Van Zuylen merupakan seorang Pejabat Penilik dari Belanda yang ditugaskan di Pekalongan pada saat itu.
Motif yang dikembangkan Eliza Van Zuylen ialah motif buketan bunga khas eropa, karya seni batik beliau dikenal dengan sebutan “Van Zuylen Bouquet“. Entah kenapa Batik karya Eliza Van Zuylen merupakan Batik yang sampai saat ini masih dicari para kolektor batik dunia. Eliza Van Zuylen memulai usaha Batiknya dari tahun 1890an, hingga kini jejak karya Beliau masih berbekas di Kota Batik.

Eliza van Zuylen juga sukses melakukan berbagai pengembangan motif dengan mengakulturasi berbagai unsur budaya yang ada di Pekalongan seperti Arab dan Tionghoa. Pada saat itu etnis Arab dan Tionghoa berdatangan dan menetab dengan membawa keragaman budaya masing-masing.
Motif-motif dari Batik Peranakan Eropa ini sangatlah mencolok karena motif yang mereka buat dimasuki unsur budaya mereka seperti dongeng Cinderella, Rapunzel. dan yang terkenal ialah Motif Buketan, yakni motif dengan background polos dengan isian bunga buket atau bunga besar. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang Sosok Pembatik Indo-Eropa Eliza Van Zuylen , sedulur bisa membacanya pada postingan yang berjudul Mengenal Eliza Van Zuylen Maestro Seniman Batik Indo-Eropa
Batik Peranakan Tionghoa Oey Soe Tjoen

Istilah Peranakan muncul untuk menyebut orang-orang keturunan Cina yang ada di Indonesia. Perantau dari negeri Cina ini datang ke Pulau Jawa mulai abad XII – XIII di sekitar pesisir utara. Para perantau ini kebanyakan berjenis kelamin pria, kemudian mereka banyak yang menikah dengan para wanita setempat.
Karena itulah anak cucu mereka disebut Tionghoa atau Cina Peranakan. Di Jawa, banyak dari mereka yang bermata pencaharian sebagai berdagang. Di akhir abad XVII, telah diketahui banyak dari mereka yang juga berdagang batik buatan masyarakat setempat.
Mereka berdagang dengan cara mengumpulkan batik-batik dari pengerajin lokal kemudian menjual kepada konsumen yang datang. Hingga akhirnya lama kelamaan mereka tertarik untuk membuat batik sendiri dan memulai usaha pembatikan di Jawa.
Selain itu, Gaya berpakaian orang Keturunan Cina juga menampilkan kekhasan yakni memakai kain batik, dipadu dengan atasan kebaya. Kebaya ini kebaya dengan border tembus pandang yang sampai sekarang in kita kenal dengan istilah Kebaya Encim. Encim sendiri adalah sebutan untuk wanita dewasa yang sudah menikah, atau di Indonesia dikenal dengan sebutan Nyonya. Pembatik Tionghoa kebanyakan tersebar di kota-kota besar pada waktu itu. Namun pada beberapa daerah ini yang kebanyakan dikenal dengan sebutan batik Peranakan adalah Pekalongan, Cirebon, dan Lasem.
Beberapa kain batik yang khas dihasilkan oleh Pembatik Tionghoa adalah kain panjang, sarung encim, kain gendongan bayi, dan tokwi.
KainTokwi adalah kain penutup bagian depan altar pemujaan nenek moyang. Sedangkan motif yang popular adalah buketan tionghoa, motif yang berupa simbol-simbol tradisional Tionghoa seperti banji dan hewan mitologi seperti burung hong.
Di Cirebon, budaya Tionghoa juga berbaur dengan budaya setempat menampilkan motif mega mendung yang menggambarkan awan mendung yang akan turun hujan sebagai lambang pengharapan akan berkah.
BACA JUGA: Sejarah Batik Jlamprang Motif Khas Kota Pekalongan
Sedangkan di Pekalongan sendiri, salah satu Motif Batik Keturunan yang popular adalah Buketan, yang meniru Buketan Belanda. Perbedaannya ialah jika pada buket belanda menampilkan latar polos ataupun dengan sedikit tanahan. Sedangkan buketan Tionghoa menampilkan detail yang kompleks dan rumit, yang biasa disebut batik alus atau alusan.
Buketan Peranakan juga menampilkan bunga-bunga dari satu musim saja ataupun dari satu daerah. Tidak seperti Buketan Belanda yang bisa mencapur bunga dari berbagai musim ataupun mencampur bunga Nusantara dan bunga Eropa dalam satu buketnya.

Adalah Oey Soe Tjoen, seorang Cina Peranakan yang dikenal membuat batik paling alus di Jawa. Seniman batik peranakan Tionghoa di Pekalongan yang melegenda selain dan yang kini yang masih eksis adalah Batik Oey atau Oey Soe Tjoen. Selain Oey Soe Tjoen, di Pekalongan juga terkenal Kwee Nettie (istrinya), Liem Po Hin, Lim Ping We dan Oh Yoe May Nio. Lain kesempatan akan saya bahas lebih lanjut mengenai Bati Oey atau Batik Oey Soe Tjoen ini.
BACA JUGA: Wayang Potehi, Wayang dari Tiongkok Dimainkan di Jawa
Dari kedua Batik Peranakan diatas adalah satu dari sekian banyak contoh Akulturasi Budaya yang ada di Indonesia khususnya Pekalongan itu sendiri. Namun dari kedua Peranakan yang saya bahas diatas memiliki perbedaan mendasar yang cukup menarik, yakni Dalam hal pewarnaan. Mereka para pembatik Tionghoa menyukai warna-warna yang cerah dan berani. Berbeda dengan Pembatik Belanda atau Indo-Eropa lainnya yang sering hanya memunculkan keindahan gambar semata. Namun itisari Batik tetap ada di Batik Peranakan yaitu tidak hanya tentang keindahan, namun ada filosofinya di setiap goretan canting pada selembar kain tersebut.
Sebagai orang yang lahir dan besar disini tentunya saya sangat bangga dengan ragam kekayaan Batik di Pekalongan. Bukan hanya Batik sebagai Budaya dan Seni agung yang lahir dari leluhur Nusantara namun juga Batik sebagai wujud persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Pekalongan.