KOTOMONO.CO – Sabtu (30/10). Gugusan awan keabu-abuan yang menggantung hampir seharian penuh membuat langit tampak murung. Hingga sore, ketika saya tengah bersiap-siap datang ke Museum Batik, rintik hujan berjatuhan. Menimbulkan irama di atas atap seng rumah yang berpacu dengan detak jantung saya yang ditimpa kerisauan.
Saya memang sengaja ingin datang ke Museum Batik. Tentu, bukan untuk melihat-lihat koleksi batik sebab jam operasional di sana sudah tutup. Namun untuk melihat Komunitas Doodle Art Pekalongan yang mengisi belajar bersama di Museum Batik. Kebetulan, kegiatan itu diinisiasi Museum Batik untuk memeriahkan peringatan Hari Museum Indonesia.
Di antara gerimis tipis, saya menerjang. Seiris risau tertaut di hati tak menyurutkan saya untuk memacu laju kendaraan lebih kencang. Agar, saya bisa sampai di lokasi tepat sebelum acara dimulai.
Sampai di Museum Batik, sebelum memasuki ruangan, suhu tubuh saya diperiksa terlebih dahulu. Itu semua demi kebaikan bersama. Dan agar acara ini dapat berjalan dengan lancar, protokol kesehatan pun ketat diberlakukan. Saya manut saja. Bahkan, ketika diminta menunggu untuk beberapa waktu, saya pun manut. Maklum, acara juga belum dimulai.
Saya melihat sudah ada beberapa peserta yang datang. Mereka masuk ke ruangan. Mereka juga sama-sama menunggu.
Tidak sampai dua jam menunggu, kegiatan pun dimulai. Seorang pemateri berdiri di depan peserta yang duduk membentuk setengah lingkaran. Orang itu adalah Yusuf Kalla. Ya, memang, kamu tidak salah baca.
Tapi Yusuf Kalla yang kami maksud itu bukan bekas wakilnya Jokowi maupun SBY dan sama sekali tidak ada gelagat ke sana.
Yusuf Kalla yang sedang mengisi kegiatan itu adalah anggota Komunitas Doodle Art Pekalongan, yang memang sepintas cukup berwibawa. Yusuf menjelaskan secara mantap tentang seni menggambar doodle. Katanya, hari ini nggak usah kebanyakan teori, tapi langsung praktik. Dan hari itu, kata Yusuf, peserta diajak untuk praktik doodle jenis flora.
“Biar nggak jauh-jauh dari batik,” kata Yusuf. Mungkin saja maksudnya agar mudah dan disesuaikan dengan ciri Pekalongan yang kadung melekat dengan batik. Namun, sore itu, Yusuf hanya seperti pemandu acara. Sebab, selama ia menjelaskan tidak ada yang bertanya barang satu pertanyaan pun. Yhaaa walaupun tujuannya memang praktik langsung sih.
Well, yang mempraktikkan menggambar doodle pada kenyataanya bukan Yusuf. Tapi Mahrus, rekannya di Komunitas Doodle Art Pekalongan. Mahrus secara cekatan mengambil spidol dan mempraktikkan menggambar bunga di papan tulis, yang kira-kira panjangnya 2-3 meter di depan peserta. Kami pun memperhatikannya.
Gores demi gores dipraktikkan Mahrus di papan tulis. Ia menggambar bunga, mulai dari putiknya sampai ke kelopaknya. Terus begitu. Sampai satu bunga jadi, dan Mahrus membuatnya lagi sembari menerangkan ke peserta. Kata Mahrus, Doodle itu adalah seni menggambar yang bebas. Ia tidak terikat oleh teori apa pun. Meski tidak menutup kemungkinan ada teori yang bikin kita bisa menggambar doodle dengan baik.
Peserta pun mulai meniru cara Mahrus menggambar. Mereka mulai mencomot lembaran kertas yang dibagikan untuk menggambar kasarannya dulu. Setelah yakin baru bisa pindah ke media kayu yang disediakan. Namun tak sedikit peserta yang langsung menggambar ke media kayu. Mungkin karena merasa sudah lihai menggambar, atau boleh jadi ketimbang buang-buang waktu.
Seorang peserta saya perhatikan ada yang cukup kesulitan menggambar. Entah karena ia datang terlambat atau bagaimana. Yang pasti, menggambar doodle mesti kelihatannya gampang, tapi sebetulnya nggak gampang-gampang banget. Buktinya, Saya pun cuma bisa nontonin mereka nggambar.
Seorang peserta saya datangi. Ketika ditanya, dia mengaku bernama Restu. Katanya, ia berasal dari Bandung. Setelah sedikit kami ulik perihal keberadaannya di sini, dia ternyata sudah tiga tahun tinggal di Pekalongan. Ia sengaja datang karena pengin tahu soal batik. Sontak saja saya pun sedikit mencandainya.
“Sampeyan itu nggak tahu pok kalau ini pelatihan doodle? Kan kalau mau belajar batik harusnya di pelatihan batik lukis, atau cerpen batik, ya setidaknya milih yang ada unsur batik-batiknya,” kata saya.
“Ya, saya kira awalnya memang dikenalkan soal batik mas. Tapi sampai sini ternyata suruh menggambar doodle,” kata Restu yang sedikit kecele.
“Iya nggak apa-apa sih, mas. Saya juga jadi bisa belajar doodle,” katanya. “Di sini mentornya juga asyik mau ngajarin yang belum bisa dengan telaten,” katanya.
Tak terasa sudah satu setengah jam kegiatan berlangsung, jam di hape menunjukan sudah pukul 17.00 sore. Entah cuaca di luar masih mendung, hujan, atau apa kita semua didalam ruangan nggak tahu. Yang saya rasakan adalah hawa dingin yang menusuk tulang. Sepintas saya baru nyadar kalau ruangan yang dipakai workshop itu ada ac-nya.
Acara selesai dan seperti selumrahnya acara, foto bersama adalah penutup yang wajib ada. Selepas acara belajar bersama di Museum Batik tentang doodle art, saya mendapat kesempatan buat ngobrol bareng salah satu pendiri Komunitas Doodle Art Pekalongan, barang sebentar. Namanya adalah Sarah Noviandari.
Seorang perempuan yang, menurut kami, tampak begitu kharismatik. Dia adalah pendiri sekaligus admin akun Instagram Doodle Art Pekalongan. saya pun mulai asyik ngobrol secara intens dengan perempuan itu. Komunitas Doodle Art Pekalongan ini berawal dari kegabutan, katanya.
“Waktu itu kan lulus SMK, masih gabut, jadi ya bikin komunitas saja,” kata Sarah. Dalam hati kami sepakat, karena ya, memang kalau sudah lulus itu kadang nganggur. Dulu, ketika kami lulus SMA juga gitu, tapi jeda kelulusan dan masuk kuliah tidak saya manfaatkan untuk membangun komunitas, beda banget sama mbak-mbak yang satu ini.
“Orang-orang yang bisa nggambar doodle di Pekalongan itu sebenarnya sudah banyak,” ujar Yusuf yang ikut pembicaraan. “Karena komunitasnya mulai ada, jadi mereka sudah langsung bergabung,” lanjut dia.
Perkembangan Komunitas Doodle Art Pekalongan ini juga nggak bisa terlepas dari komunitas di kancah nasional. “Kami juga dipromoin sama komunitas doodle art Indonesia,” kata Sarah. Hingga Komunitas Doodle Art Pekalongan sendiri kini sudah memiliki 50 anggota.
“Siapa saja boleh ikut. Tinggal DM saja ke kita (baca: komunitas doodle art Pekalongan),” terang Sarah. Btw, kegiatan itu adalah kali ketiga Komunitas Doodle Art Pekalongan menggelar pelatihan di Museum Batik, dan mereka mengatakan siap kalau misalnya disuruh ngisi pelatihan lagi. Sayangnya, obrolan tidak bisa terlalu lama, karena pas kebetulan azan Maghrib berkumandang.
===================
Reporter : Muhammad Arsyad
Editor : Ribut Achwandi