KOTOMONO.CO – Tahukah kamu bahwa Gedung PPIP ini merupakan kantor bagi Koperasi Batik Pekalongan juga simbol kejayaan dunia Batik di Pekalongan tempo dulu ?
PPIP singkatan dari Koperasi Persatuan Pembatikan Indonesia Pekalongan, yang merajai perkoperasian Indonesia sejak berdiri tanggal 10 Febuari 1952. Koperasi Batik PPIP juga merupakan salah satu dari 40 pendiri utama GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) yang berkantor di Jakarta.
Pada mulanya, tahun 1948 beberapa pengusaha Pekalongan dan Solo bertemu untuk membangun sebuah gabungan koperasi batik indonesia. Kemudian beberapa orang yang di pimpin oleh Haji Ahmad Djunaid menghadap Pemerintah Indonesia di Yogyakarta.

Baca juga : Sosok Maestro Seniman Batik Indo-Eropa di Pekalongan
Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan mengajak para pengusaha bergabung dan bersatu membentuk ” Gabungan Koperasi Batik Indonesia” atau disingkap menjadi GKBI. Kejayaan koperasi GKBI ini terjadi setelah pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberikan konsesi khusus pada harga kain mori dan penyediaan kain putih pada tahun 1950an. Kemudian pada tahun 1960 Presiden Soekarno mengajak seluruh rakyat Indonesia memakai batik sebagai pakaian nasional. Dan sejak tahun 1964, didalam pesta-pesta pernikahan resmi yang dulunya orang memakai Jas ala Belanda (Eropa), kini mulai banyak yang memakai batik sebagai pakaian formalnya. Inilah asal usul di tiap-tiap kondangan masyarakat Indonesia familiar dengan memakai batik, mulai dari kalangan bawah hingga kalangan elit.
Kebijakan Presiden ini kemudian membuat Koperasi Batik PPIP mengalami banyak kejayaan sekitar tahun 1960 – 1964an dengan memproduksi batik sandang untuk melayani kebutuhan sandang masyarakat di seluruh Indonesia.
Dengan kesuksesannya menjalankan perekonomian di Pekalongan khususnya segi Batik, membuat koperasi PPIP melalui GKBI ikut andil dalam menyumbangkan dana pembuatan Planetarium di Jakarta sebesar 1,67 Miliar. Bisa dibayangkan seberapa besar dana tersebut pada waktu itu.
Sebelumnya pada tahun 1957, PPIP mendirikan pabrik diwilayah Baros dengan mendatangkan mesin dari Inggris dan Jerman. Pendirian pabrik ini merupakan kecerdikan para pengusaha Pekalongan dalam menangkap peluang kekurangan sandang yang melanda negara kita. Kondisi ini lantas orang lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik PPIP ketimbang menjadi Guru atau PNS.
Kemunduran dari kejayaan Pabrik milik Koperasi PPIP ini bermula ketika maraknya batik sablon pada tahun 1974. Akibatnya produksi terus menurun, dan terakhir kali berproduksi sekitar tahun 1982. Pada tahun 1983 hingga 1988 pabrik di kontrakkan kepada pihak ketiga.
Baca : Dolan Ke Museum Batik Pekalongan
Pabrik yang menjadi ikon kejayaan batik pekalongan ini harus rela di jual setelah PPIP mempunyai utang kepada Bank Bumi Daya yang harus segera diselesaikan. Meski begitu, hingga kini PPIP masih memiliki saham terbesar di GKBI, dari 39 anggota, PPIP mempunyai saham sebesar 10 persen.
Begitulah kurang lebihnya mengenai riwayat dari Koperasi PPIP yang sempat bersinar membawa nama Pekalongan di kancah Nasional. Sekarang ini Gedung PPIP selain digunakan untuk resepsi pernikahan, tiap malam pula tepat didepan Gedung digunakan untuk berjualan Kopi Tahlil yang merupakan Racikan Kopi khas Pekalongan.
Demikianlah cerita dan informasi yang bisa saya bagikan untuk kawan-kawan Cinta Pekalongan. Mohon maaf bila ada kekeliruan dalam tulisan ini. Kritik dan Saran serta partisipasi dari kawan-kawan sangat dibutuhkan.
Penulis : Angga
Sumber : Dirhamsyah, M. (2015). Pekalongan Yang (Tak) Terlupakan. Pekalongan: KPAD Kota Pekalongan.