Pekalongan – Sejarah dari Lapas Pekalongan di masa lalu ini penuh dengan misteri. Sampai saat ini belum ditemukannya dokumen tentang pembangunan maupun detail tentang Lapas Pekalongan yang dulu dikenal dengan nama Gevangenisbewaarder te Pekalongan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang. Sejarah Lapas Pekalongan sangat menarik untuk disimak karena beberapa tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia pernah dipenjara disini. Seperti Ki Hajar Dewantara (1921) dan H.M. Misbach (1920-1922).
Penjara Lapas Pekalongan berdiri sejak 1913, penjara ini mulanya digunakan untuk menghukum orang-orang yang menentang pemerintah serta narapidana kasus kriminal. Pada era sebelum dibangunnya Penjara ini (disebut LAPAS Kelas IIA), narapidana yang dihukum ditempatkan di Benteng Belanda atau sekarang digunakan untuk Rutan Pekalongan.
Perbedaan mendasar dari Rutan dan Lapas ialah jika Rutan merupakan tempat bagi terdakwa maupun tersangka yang ditahan sementara sebelum keluar putusan pengadilan yang bersifat tetap (inkracht). Sedangkan penghuni Lapas merupakan narapidana yang sedang menjalani masa hukuman sesuai keputusan inkracht.
Yang menonjol dan ikonik dari Lapas Pekalongan ialah “menara kembar” nya. Menara kembar ini masih kokoh tegak berdiri dan terjaga keasliannya sejak berdirinya Gevangenis te Pekalongan (Penjara Pekalongan) pada tahun 1913. Sangat beruntung jika punya kesempatan untuk menaiki menara kembar ini.
Dulu, para napi yang di Penjara, selain menjelani hukum juga diwajibkan untuk ikut kerja paksa. Bagi napi yang menjalani hukuman karena memberontak terhadap kekuasaan pemerintah kolonial maka akan dihukum lebih berat daripada napi pelaku kriminal biasa.
Beberapa tokoh nasional juga pernah merasakan kurungan di Penjara Pekalongan ini, salah satunya Ki Hajar Dewantara. Beliau pernah dipenjara di Pekalongan selama 3 bulan, sejak Februari 1921. Baju penjara yang pernah dikenakan oleh Ki Hajar Dewantara semasa di Penjara serta surat pembebasannya kini masih tersimpan di Museum Kirti Griya Tamansari Tamansiswa Yogyakarta.

Selama menjalani masa hukuman di Penjara Pekalongan, Ki Hajar Dewantara tidak pernah disiksa karena beliau termasuk narapidana terpelajar. Bahkan beliau diperbantukan di bagian administrasi karena beliau pandai berbahasa Belanda.
Baca juga : Sejarah Fort Peccalongan, Benteng Tua Milik Kota Pekalongan
Pada masa pendudukan Jepang, Penjara ini dipergunakan untuk Kamp Tahanan sebagian besar warga Belanda. Kamp ini juga disebut sebagai Kamp Interniran yang berarti Kamp Tahanan. Sebagian tahanan warga Belanda lainnya ditahan di Gudang Garam dan pabrik gula Wonopringgo.
Kondisi tahanan yang umumnya warga Belanda ini cukup menyedihkan, selain kekurangan bahan pangan, mereka juga terserang penyakit. Masa mencekam bagi warga Belanda ini berakhir ketika Jepang meninggalkan Pekalongan pada tanggal 07 Oktober 1945.
Kemudian pada 1945, ketika terjadi peralihan kekuasaan ke Indonesia, Pejara ini digunakan untuk menahan Gerombolan Badan Perjuangan 3 Daerah, di antaranya Kutil, Sakirman, K.Mijaya, Tan Jim Kwan, Muhammad Nuh, Kertohargo, Widarta, Supangat dan Rustamadji.
Penahanan terhadap mereka dilakukan oleh TKR selama beberapa minggu sebelum akhirnya dipindahkan ke Penjara Wirogunan Yogyakarta. Kemudian pada 23 Oktober 1946, para pelaku Peristiwa 3 Daerah ini dikirim kembali ke Pekalongan untuk menjalani sidang perkara.
Agresi militer Belanda di Pekalongan pada awal Agustus membuat kondisi Pekalongan kacau balau. Bahkan Kutil sempat ikut mengungsi bersama Hakim Soeprapto ke daerah Lebakbarang. Pekalongan saat itu dalam kondisi rusuh. Hidup dalam pengungsian dan dilanda kekhawatiran jika sewaktu-waktu Belanda menyerang merupakan situasi sehari-hari yang dihadapi keluarga Soeprapto. Keadaan seperti ini dimanfaatkan Kutil yang licik untuk melarikan diri ke Jakarta.
Baca juga : Sejarah Monumen Juang Lebakbarang Kabupaten Pekalongan
Di Jakarta, tepatnya di daerah Kebun Kacang gang II, Kutil membuka pangakalan cukur. Pada tahun 1949 wajah Kutil ini dikenali oleh seorang yang berasal dari Slawi sehingga Kutil di terpidana mati ditangkap dan ditahan oleh polisi Belanda (saat itu Jakarta dibawah kekuasaan Belanda).
Tahun 1950 saat penyerahan kedaulaan ke Republik Indonesia, Kutil juga ikut diserahkan kepada Kepolisian Republik Indonesia. Dia dikirim ke Semarang lalu dibawa ke Penjara Pekalongan kembali.
Kemudian pada 1 Agustus 1950, Kutil mengajukan langsung permohonan grasi kepada Presiden Soekarno namun ditolak pada 21 April 1951. Dua minggu kemudian Kutil dibawa ke pantai Pekalongan untuk dieksekusi mati.
Kutil dieksekusi oleh Komandan Militer Kota, Sudharmo Djajadiwangsa, yang menjadi Kepala Staf Resimen XVII TKR di Pekalongan semara Peristiwa 3 Daerah, Beliau juga ikut berperan penting dalam operasi penangkapan Kutil.
Baca juga : Sejarah Gedung Bakorwil Pekalongan
Eksekusi hukuman dengan di tembak mati ini juga merupakan hukuman mati yang pertama kali dilakukan oleh hukum di Indonesia pasca kemerdekaan.
Kalapas Pekalongan dari Masa ke Masa
Di Lapas Pekalongan terdapat dokumen lengkap tentang siapa saja Kepala Lapas (Kalapas) Pekalongan mulai dari tahun 1945 sampai dengan 2014. Namun untuk dokumen Kalapas Pekalongan sebelum tahun 1945 tidak ada berkasnya. Berdasarkan informasi dari pemerhati sejarah Kota Pekalongan, M. Dirhamzah dan dokumen yang ada di indisch4ever.nu, Kalapas Pekalongan (Gevangenis te Pekalongan) yang tercatat adalah Giovanni Antonio Filomeno Pietraroia. Dia adalah Kalapas Pekalongan terakhir dari Pemerintah Hindia Belanda, sebelum Jepang datang.
Berikut Kalapas Pekalongan mulai tahun 1945 sampai dengan 2019 :
1. R. KARTO DARMODJO (1945 – 1947)
2. VAN DERNBRUGH / WACHAEN (1947 – 1951)
3. R. APIK NOTOSOEBROTO (1951 – 1956)
4. R. SOENTORO (1956 – 1960)
5. R. SOEKOHARDJO (1960 – 1963)
6. R. SOEMARDJO PADMO SOEBROTO (1963 – 1966)
7. R. MARDJI ADIPRANOTO (1966 – 1970)
8. Pj.Ymt. SOEJONO.BA (1970 (4 bulan))
9. MOERJAD (1970 – 1971)
10. ADJAR PAMUNGKAS (1971 – 1973)
11. TOELOES SOEWIGNYO (1973(1 bulan))
12. R. SOEBANDI (1973 – 1977)
13. Pj.Ymt. OETARJO,Sm.Hk (1977 – 1978)
14. GESANG SOERADI,SH (1978 – 1983)
15. Drs. SONDANG SIMANJUNTAK (1983 – 1986)
16. OETARJO,Sm.Hk (1986 – 1991)
17. SULISTIJO,BA (1991 – 1994)
18. THOHIR ALI MUCHTAR,Bc.IP (1994 – 1999)
19. Drs. BAMBANG TRIMULYONO (1999 – 2001)
20. SATIJO,Bc.IP ( PLH ) (2001 – 2001 (3 bulan))
21. TUNGGAK DARMONO,Bc.IP.SH (2001 – 2005)
22. Drs. BAMBANG IRAWAN,Bc.IP (2005 – 2006)
23. Drs. BAMBANG RAHARDJO,Bc.IP (2006 – 2009)
24. A. MIRZA ZULKARNAIN,Bc.IP.SH.Msi (2009 – 2010)
25. Drs. MISKAM,Bc.IP.MH (2010 – 2011)
26. GIRI PURBADI, Bc.IP, SH. (2011 – 2012)
27. Dr. SUPRAPTO, Bc.IP, SH, MH. (2012 -2016 )
28. M. HILAL, Bc.IP, SH, M.Si (2016-2018)
29. AGUS HERYANTO, Bc.IP, SH, MH (2018-SEKARANG)
Sumber :
- Dirhamsyah, M. (2015). Pekalongan Yang (Tak) Terlupakan. Pekalongan: KPAD Kota Pekalongan.
- Anang Saefulloh