KOTOMONO.CO – Seperti janji kita pada postingan sebelumnya yakni di Sejarah Asal-Usul Kelurahan Panjang yang juga menyinggung penamaan Kelurahan Kandang Panjang. Maka pada postingan kali ini kita akan membahasnya lebih jauh.
Nama 3 Kelurahan Panjang ini sangat membingungkan bagi orang awam karena sama-sama panjang yakni Panjang, Panjang Baru, Kandang Panjang dan letaknya pun bersampingan. Namun kenapa bisa ada dan dinamakan Kandang Panjang ? Apa sebabnya ? Mari kita jabarkan pada uraian berikut ini.
Cerita Dibalik Nama Kandang Panjang
Kandang Panjang merupakan kelurahan yang padat penduduknya dengan luas 150.150 Ha. Menurut data statistik monografi Kelurahan Kandang Panjang memiliki jumlah penduduk sekitar 12.164 penduduk, dengan jumlah RW : 11 dan RT : 59.
Sehingga pada waktu Pekalongan ada Peraturan Daerah tentang marger kelurahan, Kandang Panjang tidak mengalami penggabungan karena sudah memiliki kepadatan penduduk, alhasil nama kelurahan tersebut tetap “Kandang Panjang” tidak berubah seperti kelurahan-kelurahan lain yang mengalami penggabungan lainnya.
Pemberian nama merupakan perihal yang sangat sakral, apalagi hal ini mengenai pemberian nama suatu kelurahan, biasanya nama pada suatu kelurahan menghubungkan dengan sejarah di mana tempat tersebut pernah mengalami histori yang perlu dikenang.
Seperti Kelurahan Kandang Panjang, menurut penuturan dari bapak Supa’at (Rt09 Rw 05) sekarang masih menjabat menjadi Kepala Kelurahan (lurah) KandangPanjang, nama Kelurahan Kandang Panjang diambil berdasarkan pengalaman dari suatu sejarah pada waktu pemerintahan kolonial belanda.
“Kandang Panjang” diadopsi sebagai nama kelurahan karena pada waktu itu tempat ini dijadikan lokasi kandang kuda oleh kolonial Belanda yang kandangnya sangat panjang membentang ke utara, lebih tepatnya saat ini berada dilokasi DKP sampai ke Gang celana pasar krempyeng.
Menurut penuturan dari bapak Supardi (umur 78 tahun) warga Rt 04 Rw 03 kelurahan Kandang Panjang yang sejak kecil sampai sekarang tetap setia bermukim di Kelurahan Kandang Panjang, menjelaskan dahulu karesidenan merupakan rumah dinas Residen atau pejabat Belanda pada waktu itu dan Kantor pos merupakan tempat yang dianggap sangat penting karena merupakan pusat komunikasi yang dianggap paling baik pada masa tersebut.
Kemudian dia menuturkan disebelah timur karesidenan terdapat kandang kuda milik Belanda sehingga sampai sekarang tempat tersebut dinamakan padukuhan gedokan yang mempunyai arti kandang kuda. Kandang kuda pasukan belanda begitu banyak sehingga kuda-kuda pemeliharaan belanda tersebut ada yang ditempatkan di wilayah Kandang Panjang pada waktu itu.
Selain kandang kuda milik belanda, menurut Bapak Supardi, kelurahan Kandang Panjang dahulu terdapat banyak kandang kerbau yang membentang ke utara, dari batas Gg. Celana sampai ke pesisir pantai, lokasi tersebut dahulu merupakan persawahan sehingga cocok dijadikan kandang kebo, selain itu alasan utama memelihara kebo karena mayoritas warga menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa karena ada dua lokasi yang memiliki jumlah penduduk besar yakni kampung Kandang Ayam dan kampung Panjang Kulon, maka digabungkanlah kedua unsur nama kampung menjadi desa Kandang Panjang.

- Padukuhan Salam manis (RW06)
Dahulu terdapat sebuah pohon salam yang buahnya sangat manis sehingga banyak masyarakat terutama anak-anak yang mencari untuk mencicipinya.
- Padukuhan Sejimat (RW05-04)
Dahulu ada sebuah pohon besar yang dijadikan warga sekitar sebagai tempat ritual untuk mendapat keberkahan atau bisa disebut jimat hidup
- Padukuhan Cangakan
Dahulu terdapat Pohon Randu yang sangat besar, tinggi dan rimbun yang dijadikan tempat bersarang burung cangak (kuntul/camar)
- Padukuhan Kandang ayam
Dahulu di sekitar lokasi tersebut di jadikan tempat pasar ayam atau tempat berkumpulnya para pedagang ayam untuk menjajakan dagangannya
Menurut Abu Al Mafachir (2008;72) Dalam Buku “ Pekalongan Inspirasi Indonesia” menjelaskan bahwa Pekalongan memiliki banyak peninggalan sejarah yang berharga.
Berdasarkan keterangan diatas, penulis menyimpulkan bahwa salah satu peninggalan sejarah berharga yang dimaksud tersebut salah satunya adalah nama kelurahan Kandang Panjang dan padukuhannya, karena hal tersebut termasuk mutiara sejarah berharga yang terpendam di kelurahan Kandang Panjang.
Kearifan Lokal di Kelurahan Kandang Panjang
Hampir setiap budaya lokal di Nusantara dikenal dengan kearifan lokalnya. kelurahan kandang panjang juga mempunyai banyak kearifan lokal antara lain yang mengajarkan tentang nilai seperti gotong royong dan toleransi antar umat beragama.
Dengan kearifan tradisi gotong royong, warga kandang panjang dapat mengatasi permasalahan Rob dengan cara swadaya untuk merapikan lingkungannya, tidak hanya sepenuhnya bergantung dengan bantuan pemerintah. Demikian juga dengan kearifan Toleransi antar umat beragama, diketahui bahwa warga kandang panjang dihuni berbagai agama seperti Islam, Katolik, dan Kong Hu Cu.
Tetapi warga tetap bisa hidup rukun dan saling gotong royong, itulah salah satu mutiara dari kandang panjang. Selain itu, kelurahan kandang panjang juga mempunyai budaya atau tradisi kearifan lokal yang berhubungan dengan kesenian tari bernuansa magis yang disebut sintren.
Baca juga : Kisah Asal-usul Kesenian Sintren Pekalongan
Sintren, merupakan kesenian tari bernuansa magis yang dipopulerkan oleh warga kandang panjang, karena menurut penuturan salah satu warga yang dulu ikut dalam grup sintren bernama Bapak Muhadi warga padukuhan sejimat kandang panjang menyatakan bahwa grup sintren pertama kali yang ada dipekalongan berada di Kandang Panjang.
Menurut M. Dirhamsyah (2014), menjelaskan dalam sejarah masyarakat Pekalongan, kesenian sintren merupakan cerita tragedi romantik layaknya cerita Romeo dan Juliet di Italia, yang dipopulerkan oleh sastrawan legendaries Inggris, William Shakespeare.
Kisah Sulasih dan Sulandono berlangsung pada abad 16. Sulasih adalah anak petani miskin di sebuah wilayah didesa Kalisalak yang sekarang menjadi wilayah Kabupaten Batang, sedangkan Sulandono anak penguasa Pekalongan, Raden Temenggung Bahurekso.
Kisah keduanya tidak direstui oleh ayah Sulandono. Karena ayah tidak setuju, Sulandono kemudian mengadu kepada ibunya, Dewi Rantamsari, sang ibu kemudian mencari tahu siapa sebenernya Sulasih, dan membantu meyakinkan Tumenggung Bahurekso.
Namun, Bahurekso tetap tak bergeming sehingga akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi Penari. Meskipun demikian, pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat yang sama R. Sulandono yang sedang betapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan antara Sulasih dan R. Sulandono
Sejak saat itulah, setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan sang penari masih dalam keadaan suci (masih perawan). Nah jika ada yang mengklaim Tari Sintren itu berasal dari daerah selain Pekalongan itu perlu dikaji lagi ya sedulur karena tokoh dan latarnya ada di wilayah Pekalongan.
Baca juga : Mengulik Perbedaan Sintren Pekalongan vs Sintren Pemalang
Sintren juga mempunyai keunikan tersendiri, bisa dilihat dari panggung danalat-alat musiknya yang terbuat dari Tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yang sangat khas.
Menurut Muhadi warga Kandang Panjangyang juga pemain sintren dibagian penabuh, sekitar 30 tahun yang lalu sintren sangat laris dijadikan tontonan masyarakat, sehingga waktu sehari-harinya dipenuhi dengan aktivitas pertunjukan sintren.
Berdasarkan ceritanya, sintren merupakan tradisi Pekalongan yang dipelopori dan dipopulerkan oleh grup sintren miliknya bersama alm. Ratiyem atau biasa dipanggil Mak Yem warga Kandang Panjang padukuhan Sejimat RW 05 Rt 04, sebagai penggagas atau perancang berdirinya Sintren di Kandang panjang.
Berdasarkan penuturan narasumber, Penulis mempunyai hipotesa ada kemungkinan Sintren bernuansa magis yang menjadi budaya sekaligus tradisi kesenian kota pekalongan dipelopori dan di populerkan oleh kelompok Sintren asli Kelurahan Kandang Panjang.
Hipotesa ini dikuatkan juga oleh penulis terkenal kota Pekalongan M. Dirhamsyah dalam bukunya (Pekalongan yang tak Terlupakan, 2014, hlm. 90), menuliskan “Sintrenku sayang sintrenku malang, begitulah nasib sintren, setidaknya itulah yang dialami grup sintren kelurahan Kandang Panjang.
Sintren yang diakui sebagai kesenian asli masyarakat pesisiran itu kini terancam punah, jika tidak ada perhatian serius dari pemerintah setempat untuk melestarikannya”.
Dengan sudut pandang kacamata budaya, kesenian sintren merupakan suatu budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya, karena menurut Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A menjelaskan, Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan, yaitu sebagai :
- penganut kebudayaan;
- pembawa kebudayaan;
- manipulator kebudayaan; dan
- pencipta kebudayaan.
Dari penjelasan sejarah diatas, penulis menyimpulkan bahwa kesenian tari sintren perlu dibangkitkan kembali sebagai kearifan lokal Kota Pekalongan pada umumnya dan kelurahan Kandang Panjang pada khususnya dan kedudukan asal-usul nama kelurahan dan kearifan lokalnya ada diantara ke empat faktor diatas,sehingga inilah yang disebut mutiara sejarah Kelurahan Kandang Panjang.
Baca juga : Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda
Nah bagaimana sedulur menarik bukan? Setiap tempat ataupun kelurahan di Pekalongan pasti punya cerita sejarah yang bagus untuk dipelajari serta dimengerti. Untuk itu sebagai generasi muda jangan sampai kita tidak peduli lagi dengan sejarah sendiri.
Salam Cinta Pekalongan
Sumber : Miftahudin Al Azam, Ribut Achwandi – Mengungkap Asal-Usul Nama Kelurahan di Kota Pekalongan – KPAD Kota Pekalongan.