KOTOMONO.CO – Mempelajari ilmu drama (dramaturgi) sebenarnya nggak rumit. Tetapi, sebelum ke situ, perlu juga mengetahui sejarah awal mula drama. Mengapa? Sebab, ilmu drama itu muncul setelah drama menjadi tradisi, menjadi salah satu praktik yang dilakukan oleh sebagian umat manusia. Praktik itu lantas dipandang menarik dan menimbulkan banyak pertanyaan tentang bagaimana drama itu bisa dilakukan dan mentradisi. Dari sanalah kemudian banyak pandangan-pandangan mengenai apa dan bagaimana itu drama.
Sejarah drama diawali dari tradisi drama yang dilakukan oleh bangsa Yunani. Berdasarkan catatan sejarah yang ada, pertunjukan drama, kali pertama dilakukan pada era 2.300 tahun silam. Kala itu, drama dipertunjukkan secara umum di sebuah gedung yang disebut amphitheater. Yaitu, sebuah gedung pertunjukan tanpa atap dan dikelilingi oleh tempat duduk penonton yang membentuk setengah lingkaran. Tempat duduknya seperti tribun di stadion, berundak-undak.
Mungkin biar memudahkan, bayangin aja kamu sedang nonton film Gladiator yang disutradarai Ridley Scott. Terutama, saat adegan tokoh Maximus bertarung melawan para gladiator dan seekor harimau. Kira-kira begitulah bentuk gedungnya.
Nah, apa sih maksud dan tujuan pertunjukan drama pada masa itu? Pertunjukan drama di era itu tidak lain sebagai perayaan sekaligus sebagai persembahan bagi para dewa Yunani. Pertunjukan drama kala itu terdiri atas beberapa elemen penting.
Pertama, paduan suara (koor) yang pelakunya adalah para laki-laki. Paduan suara ini akan menyanyikan himne yang memuja Dionysus. Yaitu, dewa anggur (arak) yang juga diasosiasikan sebagai dewa pesta. Ia merupakan salah satu dari 12 Dewa Olimpus. Ada juga yang menyebutnya sebagai dewa tari yang diekspresikan melalui tawa, tarian, dan pemikirannya (Stanley Wilkin, peneliti dari University of London). Sebenarnya, menarik juga ulasan-ulasan mengenai dewa yang satu ini, terutama ketika membaca tulisan-tulisan mengenainya. Tapi, mungkin lain waktu akan kita bahas.
Kedua, pertunjukan drama yang dilakonkan oleh para aktor yang semuanya laki-laki. Para aktor ini akan memerankan tiga jenis pemeranan, yaitu protagonis, antagonis, dan titragonis. Ada juga yang menyebut tokoh antagonis sebagai bariton, sementara protagonis disebut juga tenor, dan peran titragonis disebut bass.
Ketiga, kostum atau busana yang dikenakan para pelakon. Kostum biasanya terdiri atas tunik longgar dan legging tinggi (semacam sandal). Selain itu, para pelakon mengenakan topeng, wig, dan riasan wajah. Biasanya, mereka juga melumuri wajah mereka dengan lukisan berbahan dasar anggur.
Oh ya, ada satu hal lagi yang perlu diketahui. Penemuan mengenai tradisi drama Yunani ini mula-mula ditemukan dalam sebuah himne kuno, “Dithyrambs”. Istilah “dithyrambs” awalnya dikenalkan oleh penyair iambik Archilocus (abad ke-7 SM), yang dilambangkan μέλος, yaitu semacam himne yang dinyanyikan untuk memuja Dionysus. Lantas, diadaptasikan untuk keperluan paduan suara yang dalam pertunjukan itu semuanya mengenakan topeng.
Selama pertunjukan, secara perlahan, sejumlah anggota paduan suara itu kemudian beralih menjadi aktor dengan peran sesuai pembagian karakternya. Namun, aktor dalam pertunjukan itu tidak sama dengan aktor yang kita pahami seperti sekarang. Sangat berbeda.
Studi mengenai dithyrambs sendiri, di Barat, sudah sangat banyak diteliti. Tentu, dalam studi itu perspektif yang digunakan pun beragam. Hm… sepertinya ini akan jadi tulisan berseri yang panjang. Tetapi, untuk kali ini, fokusnya adalah sejarah singkat drama.
Nah, dalam tulisan lain, juga disebutkan, pertunjukan drama di Yunani mulai dikembangkan pada abad ke-6 SM. Di bawah pimpinan Pisistratus yang bergaya tiran itu, ia menyelenggarakan festival yang berbeda dengan sebelumnya. Festival ‘City Dionysia‘ merupakan salah satu festival yang diadakan untuk menghormati dewa Dionysus. Dalam festival itu ditampilkan pula kompetisi musik, nyanyian, tari dan puisi. Yang kerennya lagi, dari semua pemenang adalah penyair pengembara yang disebut Thespis.
BACA JUGA: Apa Sih Sinematografi Itu?
Siapa itu Thespis? Thespis adalah seorang penyair Yunani kelahiran distrik Icaria. Ia juga dikenal sebagai aktor pertama dalam drama Yunani. Disebut juga sebagai penemu tragedi. Meski begitu, ada perbedaan pendapat dari para ahli tentang nama tokoh yang satu ini. Ahli retorika Yunani, Themistius (abad ke-4 M), mengutip pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa tragedi sepenuhnya bersifat paduan suara, sampai Thespis memperkenalkan prolog dan pidato internal. Jika demikian, Thespis bukanlah yang menemukan tragedi. Akan tetapi, ia yang mengembangkannya dengan cara mengaitkan lagu paduan suara dengan pidato aktor, dan dialog tragis ketika aktor (Thespis) bercakap-cakap dengan pemimpin paduan suara (choragus).
Meski begitu, berdasarkan catatan yang ada, pada saat Thespis tampil di atas panggung, para penonton sempat dibuatnya terpukau. Terutama saat ia melompat ke belakang gerobak kayu dan melantunkan puisi. Dengan puisinya itu, ia kemudian memainkan peran tokoh dalam pertunjukan. Ia memanfaatkan puisi itu sebagai dialog tokoh yang diperankan. Nah, makanya, ia lantas disebut sebagai aktor pertama di dunia.
*Sumber dari berbagai referensi