KOTOMONO.CO – Saat mengunjungi atau sekadar melewati Alun-Alun Kota Pekalongan, kita akan disuguhi sebuah papan berukuran lumayan besar terpampang menghadap ke muka jalan. Papan itu bertuliskan tarif retribusi parkir Kota Pekalongan. Di bawah daftar tarif dilekatkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 01 Tahun 2017.
Itu artinya, papan tersebut bukan sembarang papan. Bukan juga sekadar papan pelengkap dekorasi untuk mempercantik Alun-alun, apalagi setelah didirikan bangunan mirip pintu gerbang itu. Sudah tentu, tulisan daftar tarif yang tertera juga bukan sekadar tulisan tanpa makna. Tulisan itu menjelaskan sejelas-jelasnya, bahwa tarif parkir yang berlaku (semestinya) ya segitu itu. Mestinya sesuai dengan Perda.
Nah, di situ jelas tertulis, tarif untuk kendaraan roda dua adalah Rp 1000, sedangkan kendaraan roda empat dikenai biaya retribusi Rp 2000. Namun tulisan itu sepertinya mirip tulisan ucapan “selamat datang” yang biasanya muncul di tugu selamat datang atau tugu perbatasan kota. Terbaca tapi tak dibaca, apalagi diperhatikan. Sebab, kalau memang diperhatikan, sudah pasti tarif parkir yang berlaku sesuai dengan tulisan yang tertera pada papan itu.
Tak bisa dibayangkan, bagaimana perasaan orang yang membuat tulisan itu ya? Sudah capek bikin tulisan itu, tapi nggak digubris. Padahal, nggak gampang lho bikin papan semacam itu. Apalagi jalur yang harus ditempuh agar papan tulisan itu boleh dibikin dan dipasang. Wah, bisa sampai menembus beberapa pintu.
Tapi apa boleh buat, sepertinya papan itu (memang) sekadar papan. Kalaupun dianggap sebagai bagian dari keindahan Alun-alun sepertinya kurang pas. Kalaupun dianggap sebagai papan pengumuman, nyatanya tak juga diindahkan. Jadi, andai ada ketidaksesuaian antara tulisan yang tertera dengan tarif yang berlaku ya mungkin kita mesti memaklumi.
Salah seorang juru parkir yang sehari-harinya beroperasi di depan area Alun-alun Pekalongan, Slamet, mengaku kalau dirinya sudah melakoni jadi jukir sejak Hypermart buka untuk kali pertamanya. Setiap hari ia membuka lahan parkirnya mulai pukul 10.00 sampai 21.00. Ia memang hanya melayani parkir sepeda motor. Tarif yang diberlakukan sebesar Rp 2.000 untuk setiap motor. Katanya, “Dari dinasnya Rp 1.000. Tapi, kita kenakan Rp 2.000. Soalnya helm kan harganya mahal sama kayak motor. Dan harga segitu juga sudah umum.”
Namun, Slamet patut menepuk dada, sekalipun tarif helm diberlakukan, pihaknya merasa mampu menjalankan tugas sebagai jukir dengan penuh tanggung jawab. Kalau ada pengguna jasa parkir yang kehilangan helm, ia dan jukir-jukir lain bersedia untuk bertanggung jawab.
Diakuinya, area parkir tempatnya menjukir memiliki surat izin dari Dinas Perhubungan. Jadi, resmi. Bukan ilegal. Makanya, setiap hari Slamet mesti menyerahkan setoran kepada Dinhub sebesar Rp 40.000. Biasanya, setoran itu diambil sendiri oleh petugas dari Dinhub di tempatnya beroperasi. Baru setelah dipotong setoran, sisanya dibagikan dengan rekan-rekan sesama jukir sebagai hasil keringat mereka.
Ketidaksesuaian tarif parkir nggak cuma di situ. Di area lainnya juga sama terjadi. Seperti di depan Alfamart dan depan Hypermart. Di area ini juga tampak kejadian yang unik. Meskipun jukirnya lebih dari satu orang, rupanya pihak Dinhub hanya memberikan rompi “Juru Parkir” hanya kepada seorang. Padahal jukir yang beroperasi di area itu rata-rata ada 6 sampai 12 jukir. Mereka bertugas dengan sistem shift.
Tak cukup di situ, jukir mobil yang berada di samping Alun-alun Kota Pekalongan juga menerapkan retribusi parkir yang tidak sama persis dengan tulisan di papan itu. Nurdin, jukir mobil berumur 45 tahun mengaku sudah setahun memberlakukan aturan tarifnya sendiri. Alasannya, Perda tersebut sudah tidak sesuai dengan kebutuhan kekinian.
“Tarif dari dinas memang Rp 2000. Cuma itu kan dari 2017. Sekarang harga sudah naik,” kata Nurdin.
BACA JUGA: Misinformasi Berita Perempuan Asal Doro Pekalongan yang Hidup Sebatang Kara
Di lain sisi, Perda tentang ketentuan tarif parkir itu tampaknya tak cukup diketahui oleh seluruh pengguna jasa parkir. Salah satu pengguna jasa parkir, Rere mengaku tidak tahu mengenai Perda yang mengatur ketentuan tarif parkir di tepi jalan. Meski begitu, Rere menilai tarif parkir yang dikenakan para jukir itu memberatkan. Namun apalah hendak dikata, ia ogah merepotkan diri dengan mempermasalahkan itu dengan Jukir.
“Iya keberatan, apalagi seperti di minimarket, kalau barang yang dibutuhkan nggak ada tapi karena terlanjur parkir jadi tetep bayar parkir,” kata Rere.
Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Pembinaan Lalu Lintas Dinhub setempat, Endang Kostaman mengatakan, sudah menjadi tugas Dinhub untuk memberikan pembinaan. Endang menjelaskan, pada tahun 2018 pihaknya pernah menyisir pelanggaran-pelanggaran oleh jukir termasuk yang tidak menggunakan atribut.
Selain menyisir pelanggaran dilakukan jukir, pihaknya juga menemukan sebanyak 87 parkir liar yang diamankan di Polres pada November-Januari 2019. Bahkan sebagian telah diproses ke pengadilan kaitannya dengan parkir ilegal. Namun itu tahun 2019, sedangkan hari ini sudah tahun 2021.
Penyisiran tim dilakukan sesuai Surat Keputusan Walikota. Itu dilakukan sebagai upaya mencegah pelanggaran. Tapi dalam pelaksanaanya, tim tersebut sekadar memberikan surat-surat peringatan. Saat disisir, para jukir tak jarang seperti main petak umpet. Sejumlah jukir curi-curi kesempatan untuk melakukan pelanggaran di saat tim sedang tidak bertugas.
“Melalui tim kita coba sisir meski keterbatasan anggaran. Namun kita tidak terlalu represif, hanya memberikan surat-surat peringatan. Saat kita menyisir para jukir itu tertib. Tetapi kadang ada jukir yang curi-curi kesempatan saat tim tidak sedang bertugas,” kata Endang
Di masa mendatang, Dinhub akan membuat rencana semacam doorprize. Rencana ini belum terlaksana lantaran recofusing anggaran. Jadi begini, untuk menyiasati jukir kurang ajar nanti akan disediakan karcis parkir. Ini akan diundi pada akhir tahun atau triwulan.
Karcis tersebut ada nomor serinya, nanti yang dapat undian itu bukan jukirnya melainkan masyarakat. Masyarakat akhirnya ingin mendapatkan karcis dari jukir. Karcis tersebut juga tercantum nominal tarif parkir sesuai peraturan. Wah keren ya?
BACA JUGA: Menjawab Simpang-siur Berita Mbah Rokhayah
Jika diketahui ada pelanggaran tarif parkir setelah diberi surat perizinan, surat perjanjian, dan surat tugas. Pihak Dinhub akan langsung memutus hubungan kerja dengan si juru parkir.
Bukan itu saja, kalau terjadi tindak pidana akan langsung dilaporkan ke kepolisian. Jadi nantinya apabila Dinhub sudah memberi peringatan terus-menerus dan kemudian dari tim telah bergerak ke sana, dari Bareskim menyatakan pelanggaran, yaudah nanti disidik oleh kepolisian. Endang berharap amanah yang diberikan pada Dinhub kaitannya dengan target mudah-mudahan bisa terpenuhi.
Reporter: Nur Hidayah, Rumaisah, Khoirotul Hidayah
Editor: Arsyad