KOTOMONO.CO – Sobat Cintapekalongan pasti sudah pernah mendengar sebuah desa di Kabupaten Pekalongan yank bernama Kesesi. Desa yang terkenal dengan Jajanan Tradisionalnya berupa Apem yang tidak asing lagi. Dan keberadaan Desa Kesesi tidak bisa dilepaskan oleh keberadaan seseorang tokoh yang bernama Ki Ageng Cempaluk. Nama Kesesi dan Ki Ageng Cempaluk seakan tidak bisa terpisah karna diduga saling berkaitan erat.
Setiap daerah atau tempat pasti ada yang melakukan “babat alas” atau yang disebut sebagai “yang membuka wilayah”, seperti cerita di Sejarah Desa Landung Sari yang dibuka oleh Mbah Landung (Kyai Landung) ataupun cerita Asal-usul Desa Noyontaan yang di buka oleh Ki Ageng Noyontoko. Begitu juga dengan Sejarah Desa Kesesi dan Ki Ageng Cempaluk ini yang mempunyai cerita saling berkaitan satu sama lain.

Baiklah sebelum dijelaskan Hubungan antar keduanya, alangkah baiknya jika kita telusuri dahulu Siapa sebenarnya sosok Ki Ageng Cempaluk dan ada urusan apa sampai dirinya berada di tanah kesesi ini.
Kisah Ki Ageng Cempaluk Mendapat Gelar Kyai Ngabehi Bahurekso
Dalam sejarah tanah Jawa, Sebutan ” Ki Ageng” ini sudah menjadi tradisi sejak jaman Majapahit, dan di teruskan hingga Demak, Pajang dan Mataram. Sebutan ini di gunakan oleh seseorang tokoh yang berpengaruh di suatu daerah karena masih ada hubungan kekerabatan dengan Raja atau sebutan yang diberikan oleh Raja kepada seseorang karena jasaya terhadap Kerajaan.
Baca : Sejarah Tauto Pekalongan yang Khas
Selain itu, Sebutan “Ki Ageng” kepada seseorang tersebut karena kemampuannya dalam menguasai ilmu lahir-batin yang tinggi. Yang bermanfaat untuk membantu masyarakat daerahnya. Sehingga kedudukannya dituakan atau di hormati sebagai cikal bakal berdirinya sebuah daerah. Sebagai contoh ialah Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Majasta, Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Tarub dan lain sebagainya yang masing-memiliki hubungan dengan daerah tersebut.
Maka sebutan Ki Ageng Cempaluk yang tinggal di daerah Kesesi ini, juga memiliki latar belakang yang berkaitan dengan masalah kekerabatan dan jasanya kepada Kerajaan atau pengaruh keilmuan yang bermanfaat bagi kawula di daerah Kesesi.
Ki Ageng Cempaluk ialah Ki Bahu yang merupakan seorang sahabat dari Raja Pajang yang bernama Pangeran Benawa. Menurut cerita sejarah, setelah Pangerang Benawa lengser dari Tahta Kerajaan dan memutuskan untuk berkelana bersama 4 orang sahabatnya (termasuk Ki Ageng Cempaluk).

Dalam perjalanan yang dilakukan Pangeran Benawa, sampailah di suatu daerah yang bernama Alas Kukulan. Di daerah tersebutlah Pangeran Benawa memutuskan untuk membuka wilayah yang nantinya menjadi cikal bakal Kabupaten Kendal. Singkat cerita atas perintah Panembahan Senopati Raja Mataram, Ki Bahu (Ki Ageng Cempaluk) mendapat tugas menjadi Demang dengan gelar “Kyai Ngabehi Bahureksa“untuk mengelola wilayah kendal yang nanti hasilnya diserahkan untuk Pangeran Benawa.
Baca : Kisah Ki Bahurekso dan Babat Pekalongan
Ki Bahu / Ki Ageng Cempaluk juga merupakan Ayah dari Tumenggung Bahurekso (Jaka Bahu) yang merupakan pembabat Alas Gambiran yang sekarang ini bernama Kota Pekalongan, Bahurekso sendiri juga seorang Prajurit dan Pahlawan bagi Kerajaan Mataram Islam dibawah pimpinan Sultan Agung.
Gelar Temanggung, Rangga, Demang atau Ngabehi bisa diartikan sebagai pejabat yang bertugas dibawah Bupati Wedana. Tugasnya ialah sebagai penghubung antara Bupati Wedana dengan para kepala desa dalam berbagai urusan. Sebagai Gajinya adalah berupa tanah lungguh atau tanah perdikan.
*Tanah Lungguh adalah tanah garapan yang hasilnya diberikan kepada pejabat kerajaan
*Tanah Perdikan adalah tanah garapan yang hasilnya untuk pengelola seutuhnya tanpa terkena pajak
Atas jasanya mengembangkan wilayah Kendalsari hingga menjadi Kadipaten Kendal, pada tahun 1601, Panembahan Senopati menaikan pangkat Ki Bahu menjadi Tumenggung dengan gelar Tumenggung Kyai Ngabehi Bahureksa dan memberikan hadiah berupa tanah perdikan di wilayah Pekalongan. Dalam cerita tutur disebutkan bahwa hadiah tanah perdikan di Pekalongan tersebut adalah Kesesi.
Jelas bahwa Ki Bahu adalah penguasa de facto Kendal yang semakin berkembang menjadi sebuah Kadipaten Kendal sehingga wajar bila kela Jabatan ini bisa diturunkan kepada Jaka Bahu (anak Ki Ageng Cempaluk / Ki Bahu) sebagai penggantinya untuk menjadi penguasa Kendal.
Dengan usia yang sudah uzur, Ki Bahu berniat untuk ber-uzlah atau menyingkir (menyisih) ke tanah Perdikannya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan mendekatkan diri kepad Allah SWT seperti yang dilakukan Pangeran Benawa junjungannya.
Sejarah dan Asal-usul Desa Kesesi
Masyarakat awam mengartikan Kesesi berasal dari kata dalam bahasa jawa “Kesisih” yang berarti tersingkir, ada pula yang mengatakan Kesesi sebagai daerah tak bertuan yang menjadi tempat pelarian para Pejabat kerajaan yang kabur dan cerita-cerita konotasi negatif lainnya.
Benarkah Kesesi ada karena tersingkirnya Ki Bahu atau Ki Ageng Cempaluk ini dari kerajaan ? Mari kita simak lagi uraian berikut ini.
Dalam cerita tutur babad alas Roban dan alas Gambiran, Ki Ageng Cempaluk dan Jaka Bahu mendapat kepercayaan dari Raja Mataram untuk membuka lahan baru bagi kerajaannya. Keduanya merupakan tokoh utama yang mampu mengatasi berbagai masalah dan kendala dalam tugas atas titah raja sewaktu membuka Hutan Roban dan Hutan Gambiran yang penuh dengan berbagai kesulitan dan tatangan yang bersifat nyata maupun gaib.
Hingga pada puncak karirnya Jaka Bahu mendapat pangkat sebagai Bupati Wedana Peisisiran Kulon yang wilayahnya mencangkup seluruh Kadipaten di pesisir Pulau Jawa mulai dari Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang hingga Tegal.

Dari cerita tutur diatas, mestinya ini menunjukan bahwa kedudukan Ki Ageng Cempaluk dan Jaka Bahu mendapat tempat dan kepercayaan tersendiri, yang dalam terminologi Jawa disebut Abdi Kinasih (abdi yang dikasihi oleh pihak kerajaan Mataram). Tentu hal ini juga bisa menjelaskan bahwa Kesesi bukanlah tanah yang tak bertuan atau daerah buangan yang tidak ikut kerajaan manapun.
Maka bila Kesesi diartikan sebagai “tersingkir” tentu saja menjadi fakta yang aneh dan tidak masuk akal. Sebab di satu sisi masyarakat demikian kagum dan hormat kepada Ki Ageng Cempaluk sebagai tokoh cikal bakal Kesesi yang dianggap mumpuni.
Juga sudah diceritakan bahwa Kesesi ialah tanah hadiah untuk Ki Bahu / Ki Ageng Cempaluk atas jasa-jasanya terhadap Kerajaan Mataram bukan sebagai tempat buangan atau sebagainya melainkan tempat untuk Ki Ageng Cempaluk ber-uzlah.
Sebagai keturunan Ki Ageng Ngerang III (Anom) yang pernah menjadi murid Syech Siti Jenar dan keturunan Ratu Penengah putri Sunan Kalijaga, tradisi Uzlah tidaklah asing.
Baca juga : Asal-Usul Nama Desa Lebakbarang Kabupaten Pekalongan
Dengan demikian, daerah Kesesi sebagai Tanah Perdikan tidak dirancang untuk dikembangkan menjadi Kadipaten, melainkan sebagai tempat menyisihkan dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan menjadi dirinya sebagai Ulama Sepuh dan mengajar agama di daerah Kesesi.
Dari fungsi menyisih / menyingkir inilah istilah Kesesi memiliki makna yang paling tepat dikaitkan dengan arti kata Kesisih dalam pengertian menyingkirkan diri dari keramaian dunia atau ber-uzlah. Sehingga semua atribut nama, gelar atau pangkat yang melekat pada dirinya dilepas dan diganti dengan nama sederhana yang lebih merakyat yakni “Cempaluk“.
Kata Cempaluk sendiri konon berasal dari sebutan untuk buah asam yang sudah tua atau matang. Secara filosofis nama Cempaluk menandakan bahwa sang pemilik nama menyadari jika dirinya sudah mulai tua.
Di kalangan pesantren di Pekalongan, Ki Ageng Cempaluk dikenal dengan nama Ki Gede Syach Hasan Pekalongan. Karena beliau aktif dibidang keilmuan islam.
Dari uraian yang cukup panjang tersebut sudah menjelaskan Bagaimana Hubungan Desa Kesesi dan Ki Ageng Cempaluk ( Ki Bahu ) sebagai sesepuh yang dihormati di desa Kesesi Kabupaten Pekalongan.
Kurang lebihnya seperti itu cerita Asal-usul Desa Kesesi dan Sosok Ki Ageng Cempaluk yang sangat melegenda di Pekalongan. Setiap Desa atau wilayah pasti ada nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam balutan cerita tutur turun-temurun maupun dengan bukti fakta sejarah.
Untuk itu Cintapekalongan mencoba memberikan wadah untuk menampung informasi-informasi Sejarah, Budaya, Kuliner, Wisata maupun Kearifan lokal yang lainnya agar dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan pengetahuan dimasa yang akan datang. Mohon maaf dan koreksilah jika ada kesalahan dalam penyampaia informasi ini.
Salam Cinta Pekalongan
Sumber :
Agus Sulistyo. (2016). Bahureksa Menyingkap Tabir Sang Legenda Tiga Kota. Pekalongan: Pandagan.