KOTOMONO.CO – Lelaki berambut perak itu tampak tekun mengajari anak-anak muda tentang apa yang menjadi temuannya, Wedha’s Pop Art Potrait (WPAP). Sebuah aliran karya rupa yang diciptakannya dan telah mendunia. Pria yang kini usianya telah memasuki kepala tujuh itu dengan sukacita membagikan teknik sederhana membuat WPAP kepada seluruh peserta workhsop yang rata-rata pemula.
Kata Wedha, tak banyak yang tahu tentang teknik sederhana ini. Tak ayal jika ia pun sangat bersemangat mengajari peserta kegiatan Belajar Bersama yang diselenggarakan Museum Batik Pekalongan, Minggu malam (31/10). Ia punya harapan, agar seni WPAP ini dapat diteruskan oleh generasi berikutnya.
“Jajal cah-cah Pekalongan bisa sakpore rak? Jangan sampai ketinggalan dari anak anak di tempat lain,” ungkap seniman penemu WPAP cum musisi Pekalongan ini di hadapan peserta workshop yang duduk lesehan.
Lewat suaranya yang agak parau, Wedha juga mengatakan, hal terpenting dari membuat sebuah karya WPAP adalah bagaimana karya itu jadi enak dilihat. Dengan cara seperti itu seorang seniman dapat memainkan perannya sebagai orang yang mampu membahagiakan orang lain. Setidaknya, membuat orang lain menemukan kesenangan saat menikmati karya kita.
Namun, untuk mencapai itu, proses yang dijalani kudu serius. Tidak boleh setengah-setengah. “Ya wis sing semangat belajare. Aja setengah-setengah,” tandas Om Wedha.
Usai menyampaikan kesan dan pesan, Om Wedha menyerahkan kelas workshop kepada Ketua WPAP Community, Adam Khabibi. Malam itu, Mas Adam didhapuk menjadi mentor. Selain karena kemampuannya, penunjukan Mas Adam sebagai mentor juga dikarenakan rentang usianya yang tak terlampau jauh dari peserta. Sehingga, komunikasinya pun bisa nyambung.
Di hadapan peserta, pria berbadan cukup gempal itu memulai materi WPAP dengan mengenalkan beberapa tahap yang mesti dilalui para pemula dalam membuat WPAP. Katanya, bagi para pemula, membuat WPAP cukup mempertimbangkan hal-hal yang sederhana.
Pertama, menggunakan gambar yang berkualitas sebagai objek pembelajaran. Kualitas gambar yang tinggi, seperti yang dipaparkan Mas Adam, akan memudahkan kita dalam membuat karya WPAP. Dengan kualitas gambar yang baik, gradasi antara satu warna dengan yang lain dapat dilihat secara jelas.
Hal itu akan memudahkan pembuat karya WPAP saat melewati proses facet atau pengambilan garis lurus. Tentu, garis-garis itu harus disesuaikan dengan kontur gambar.
“Bayangkan kalau gambar ngeblur kaya jepretan hape jadul ya angel digawe WPAP,” ujar Mas Adam.
Kedua, pencahayaan pada gambar yang kudu mencapai titik balance. Tentu, ini sepaket dengan gambar berkualitas. Karena gambar yang berkualitas tinggi sudah semestinya didukung oleh pencahayaan yang bagus pula.
Namun, Mas Adam kembali menandaskan, kualitas gambar tidak dinilai dari terang redupnya cahaya. Akan tetapi, diukur bagaimana sebuah gambar yang dijadikan objek itu mengandung keseimbangan cahaya.
Ketiga, gunakan gambar yang fokus pada objek wajah. Mengapa begitu? Karena, itu lebih memudahkan bagi pemula untuk berlatih membuat WPAP. Makanya, sangat direkomendasikan.
Memang, dalam beberapa kasus ditemukan seni WPAP yang tidak hanya mengambil objek wajah. Tapi, itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah profesional. Gambar yang tidak fokus pada wajah, tingkat kesulitannya lebih rumit dan butuh ketelitian ekstra saat menggarap WPAP.
Tersebab itu, Mas Adam meminta para peserta untuk mengunduh gambar Charlie Chaplin sebagai objek pelatihan WPAP. Katanya, gambar wajah Charlie Chaplin yang hitam putih itu memiliki tingkat kesulitan yang rendah.
Keempat, gambar wajah yang digunakan lebih baik gambar yang menghadap kamera. Gambar yang demikian akan sangat membantu para pemula belajar membuat WPAP. Berbeda dengan foto atau gambar yang menghadap ke samping, pembuatan WPAP akan mengalami kesulitan. Terutama dalam membuat pola facet.
Facet sendiri dapat diartikan sebagai pembidangan gambar. Langkah pertamanya adalah dengan memetakan area gambar antara yang gelap maupun yang terang. Namun, seperti anjuran Mas Adam, dalam membuat Wedha’s art ini hanya digunakan garis lurus, tidak ada penggunaan kurva atau garis lengkung.
Tampaknya sih sederhana dan mudah ya? Tapi jika dipraktikkan, langkah pertama ini sebenarnya sangat rumit. Butuh kesabaran ekstra. Karena harus dilakukan dengan seteliti-telitinya.
Garis-garis lurus pembidangan pada langkah pertama ini dibuat dengan garis-garis yang tipis. Kemudian dihubungkan dengan titik-titik lain dengan tetap mempertimbangkan kontur gambar, gelap-terangnya, dan juga memperhitungkan lekuk untuk dijadikan garis-garis lurus.
Makanya, saran Mas Adam, saat mengerjakan WPAP, sebaiknya sambil mendengarkan musik yang cocok dengan selera masing-masing. Tujuannya, untuk mempertahankan mood. Tapi, ada syaratnya. Sebaiknya jangan musik-musik yang melow-melow yang bikin kita mewek.
Sembari mendengarkan paparan materi, para peserta pun sibuk dengan segala peralatan yang dibawanya. Mereka menggoreskan garis-garis lurus pada gambar yang sudah mereka tangkap, lalu perlahan-lahan membubuhkan warna-warna. Beberapa tampak menunjukkan hasil yang lumayan bagus, sesuai arahan sang mentor. Beberapa yang lain masih tampak kurang rapi. Ya, namanya juga proses. Memang kadang harus dijalani sesuatu yang buruk terlebih dahulu agar mengerti bagaimana semestinya.
Salah seorang peserta, Mamta Ika Lutfiani mengaku, ini kali pertamanya ia belajar teknik seni WPAP. Baginya, pelatihan semacam ini sangat menarik minatnya. Sebelumnya, dia hanya mengenal melalui media sosial WPAP Community. Walau hanya belajar sedikit saja teknik WPAP dengan menggunakan corel draw dia bertekad untuk meneruskan pelajaran malam tadi yang hanya sampai di faceting mata saja.
“Tadi sampainya cuma mata. Ya nanti mau saya lanjutkan ke faceting selain mata. Ya biar lebih sukses lagi belajar WPAP-nya,” ujar mahasiswi jurusan Tadris Matematika, IAIN Pekalongan itu sambil melempar senyum termanis yang mengubah dunia. Ahai!

===============
Reporter : Saiful Ibad
Editor : Ribut Achwandi