Kotomono.co – Saya baru tahu, ternyata ada alasan khusus tentang penempatan kantor BNN tingkat Kabupaten di Batang. Itu saya dapatkan informasinya ketika bersiaran bareng Kepala BNNK Batang, mas Khrisna Anggara di Radio Kota Batik. Apa alasannya?
Saya yakin Anda akan mensyaki, bahwa penempatan kantor BNNK di Batang terkait dengan jumlah kasus narkoba di wilayah tersebut. Kira-kira, Anda yakin prasangka Anda benar? Sebelum menemukan benar-salahnya, ada baiknya kita simak terlebih dahulu keterangan Khrisna Anggara.
Mula-mula, Mas Khrisna Anggara mengangsurkan gambaran tentang kasus narkoba di wilayah kerjanya. Ia meneropong wilayah kerja BNNK Batang dari Jakarta. Dikatakannya, antara Jakarta dan wilayah kerjanya sekarang memiliki perbandingan yang jauh berbeda. Kasus-kasus narkoba di wilayah kerjanya sekarang tak lebih kronis dari Jakarta.
Tak heran, jika ia mengaku wilayah kerja BNNK Batang masih lebih baik dibandingkan tempat tugas sebelumnya. “Kita mungkin sedikit beruntung, karena di wilayah kerja BNNK Batang kasus narkoba lebih didominasi penyalahgunaan narkoba. Kalaupun misalkan ada pengedar, itu biasanya masih bisa digolongkan sebagai pengedar kecil,” ungkap Khrisna Anggara.
Biar begitu, mas Khrisna tak menganggap sepele. Seperti dituturkan Khrisna, tiga tahun silam BNNK Batang berhasil mengungkap kasus peredaran narkoba di Batang. BNNK Batang sempat memborgol pengedar narkoba.
Kejadian itu berlangsung di tempat tinggal pelaku. Yaitu, di kawasan pesisir utara Kabupaten Batang. Tepatnya, di kawasan pemukiman nelayan Kabupaten Batang.
“Kita tahulah ya, bagaimana kehidupan masyarakat di sana. Dan, pelaku kami tangkap karena kedapatan mengedarkan salah satu jenis narkoba baru, yaitu tembakau gorila. Jadi, menurut pengakuan pelaku, ini kali kesepuluh dia membeli secara online. Kemudian, barang itu dikirimkan melalui ekspedisi. Lalu, dia menjual ke pemakai dalam paket-paket kecil,” terang mas Khrisna meyakinkan.
Mendengar tuturan mas Khrisna, saya berusaha menyimaknya setekun mungkin. Bagi saya, kasus yang dituturkan mas Khrisna Anggara cukup menarik. Saya berusaha membayangkan kejadian penangkapan pelaku.
Saya juga tak habis pikir, bagaimana bisa peredaran barang terlarang itu menembus dunia maya. Khususnya, lewat media sosial. Artinya, betapa peredaran narkoba telah menemukan bentuk sempurnanya dengan memanfaatkan celah perkembangan teknologi informatika.
Transaksi bisnis narkoba via daring secara tak langsung memperlihatkan betapa kecanggihan teknologi selalu memiliki celah. Bahkan, seolah-olah peredaran narkoba mendapatkan angin segar dengan didukung kemajuan teknologi komunikasi dan informatika.
“Si pelaku ini menjual per paket dengan harga Rp 50.000,” imbuh Khrisna.
Atas kasus itu, mas Khrisna Anggara menggarisbawahi bahwa kasus peredaran narkoba di wilayah kerjanya relatif masih kecil. Berbeda dengan kasus penyalahgunaan narkoba. Menurut mas Khrisna, ada berbagai modus yang dilakukan para penyalah guna. Ada yang mengonsumsi narkoba untuk konsumsi pribadi, ada pula yang dikonsumsi secara kolektif.
“Biasanya, mereka yang mengonsumsi secara kolektif membeli barang haram itu dengan cara patungan. Nah, kalau mengacu pada data yang ada di kami, rata-rata kasus penyalahgunaan narkoba lebih didominasi oleh konsumsi secara kolektif. Sementara pemain sendiri, bisa dibilang masih sangat jarang. Apalagi kalau kita bicara narkotika golongan sabu. Sekarang ini kan yang mendominasi sabu,” terang Khrisna.
Untuk konsumsi sabu, biasanya banyak pengguna yang melakukannya secara kolektif. Mengapa? Karena harganya relatif mahal. Oleh sebab itu, mereka berinisiatif untuk membeli secara patungan.
Boleh dibilang, pengguna sabu cenderung berkelompok. Hanya, kelompok tersebut tidak diberi nama tertentu layaknya komunitas yang ada di tengah masyarakat. Khrisna juga mengiyakan, bahwa fakta di lapangan kelompok-kelompok penikmat sabu ini ada.
Diakui juga, bahwa ternyata kasus penyalahguna narkoba itu menyebar di seluruh wilayah. Tidak pandang bulu, apakah itu kota besar atau kecil, desa, maupun kampung. “Faktanya, semua wilayah itu ada,” tandas mas Khrisna.
Lantas, apa yang membuat kantor BNN tingkat Kabupaten ditempatkan di Kabupaten Batang? Apakah karena kasus penyalahgunanya banyak? Ataukah karena faktor lain? Mas Khrisna punya jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu. Sementara, saya jeda terlebih dahulu tulisan ini.