KOTOMONO.CO – Dear ciwi-ciwi, pernahkah kalian mengalami catcalling? Pastinya menyebalkan dan bikin ilfil kan ya. Dan dear cowo-cowo, pernahkah kalian melakukan catcalling kepada perempuan yang lewat didepanmu? Merasa banggakah dirimu?
Perlu saya tekankan dahulu, pertama, Catcalling adalah bentuk pelecehan seksual. biasanya dilakukan dengan cara melakukan hal-hal yang memiliki tendensi seksual yaitu dengan volume yang keras meskipun tidak secara eksplisit. Seperti, dengan cara bersiul menggunakan nada menggoda, berkomentar dengan kalimat pujian yang berlebihan, berseru, dan memberikan gesture, yang ditujukan kepada seseorang yang dilewatinya.
Catcalling bisa menerpa siapa saja tidak terkecuali perempuan dewasa sekalipun. Selain itu menyuarakan bebunyian ataupun keributan kepada seseorang didepan publik yang dapat menimbulkan seseorang tersebut menjadi tidak nyaman bahkan merasa terlecehkan disebut juga dengan catcalling.
Pelecehan tersebut biasanya terjadi di gang-gang kecil bahkan dijalan, ketika jumlah pelaku lebih banyak dripada korbannya. Sasaran yang sering dijadikan korban oleh pelaku catcalling ialah perempuan yang dianggap menarik bagi si pelaku. Hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja dan dimana pun orang itu berada.
BACA JUGA: Standar Kecantikan, Harus Pakai Skincare dan Makeup?
Nah, sekarang ini kabar mengenai pelecehan seksual semakin marak dan terdengar sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Semua orang memiliki kemungkinan untuk menjadi korban dan menjadi pelaku pula, baik laki-laki maupun perempuan. Peristiwanya sering terjadi di ranah publik dimana hubungan antara korban dan pelaku tidak saling kenal satu sama lain.
Fenomena ini dapat bersifat fisik atau seksual dan seringnya dilakukan oleh laki-laki yang berada dalam suatu kelompok. Berbeda dengan hal itu ketika laki-laki itu sendirian, justru mereka cenderung tidak akan melakukan fenomena tersebut. Bukan hanya laki-laki namun perempuan juga dapat menjadi pelaku dari catcalling lho Semua orang dapat menjadi korban dan pelaku, poinnya ini. Akan tetapi fenomena ini lebih di asosiasikan dengan laki-laki.
Dilansir dari laman University Of Missouri-Kansas City, catcalling dapat dilakukan oleh berbagai macam golongan dan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Paling sederhana, Catcalling bisa berupa siulan ketika pelaku merasa tergoda ketika melihat si korban.
Tanggapan dari fenomena tersebut pun sangat beragam. Sebagian dari perempuan dan laki-laki mengatakan bahwa catcalling merupakan bukan bagian dari pelecehan seksual. Mereka menganggapnya terlalu berlebihan. Namun sementara sebagian dari mereka juga beranggapan bahwa catcalling sangat berbahaya dan harus dimasukkan ke dalam salah satu bentuk pelecehan yakni pelecehan yang dilakukan secara verbal.
Ada juga beranggapan bahwa catalling tidak berbahaya namun dapat menimbulkan dampak yang cukup mengerikan. Sementara tujuan pelaku dalam melakukan catcalling dapat beragam. Ada yang hanya untuk sekedar menarik perhatian dari lawan jenis atau menginginkan agar korban tersebut dapat menimbulkan suatu reaksi tertentu.
Pelaku catcalling sangat berharap mendapat respon dari korban. Meskipun tujuan tersebut tidak membahayakan korban dan tidak bermaksud untuk merendahkan, namun hal tersebut sudah menjadi perbincangan sosial karena sebagian korban yang perempuan merasa dilecehkan dan merasa risih bahkan tidak nyaman dengan adanya kejadian tersebut.
BACA JUGA: Inspirasi Ide Foto Prewedding Aesthetic yang Bisa Kamu Tiru
Sebagian perempuan menjadi merasa terintimidasi dengan adanya aktivitas catcalling. Meskipun pelaku catcalling sebagian besar memang laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan apabila perempuan menjadi pelaku dalam catcalling. Dengan adanya fenomena tersebut banyak menimbulkan reaksi antara kedua belah pihak, baik dari laki-laki ataupun perempuan. Ada yang beranggapan bahwa catcalling itu hanya bentuk “guyonan” yang berlebihan. Sementara juga ada yang beranggapan bahwa catcalling harus dimasukkan kedalam bentuk pelecehan.
Bagi beberapa orang menganggap bahwa bentuk pelecehan ini merupakan sebagai bentuk ekspresi ketertarikan antara laki-laki terhadap perempuan yang tidak berbahaya, namun bagi korban pelecehan catcalling, sangat berbahaya dan dapat menimbulkan dampak yang mengerikan, seperti trauma yang parak terhadap lawan jenis dan merasa tidak aman ketika di ruang publik.
Sebab banyak perempuan yang menjadi korban mendapatkan komentar yang mengandung unsur seksual. Hal tersebut sangatlah mengganggu dan membuat merasa tidak aman apabila mendapatkan catcalling kembali di lain tempat dan kondisi. Hal tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor.
BACA JUGA: Mengenal EDC, Gaya Hidup Urban Survival
Selain itu perilaku catcalling yang dilakukan seorang laki-laki terhadap perempuan juga berdampak terhadap sudut pandang perempuan mengenai pelaku tersebut. Perempuan menganggap hanya laki-laki yang tidak memiliki harga diri lah yang berani berbuat catcalling terhadap perempuan yang ia temui. Hal tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor pula.
Disinyalir faktor yang menyebabkan seseorang melakukan catcalling adalah adanya sistem budaya patriarki, dimana laki-laki selalu menganggap dirinya lebih hebat dan unggul dari pada perempuan. Kata patriarki berarti menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa yang sentral. Dengan adanya hal tersebut laki-laki akan semakin leluasa menjadi pelaku dari catcalling. Sebab menganggap bahwa perempuan yang menjadi korban tidak mampu melawan.
Keterbatasan pengetahuan juga dijadikan sebagai faktor seseorang dalam melakukan catcalling. Pelaku catcalling sering tidak sadar bahwa dengan catcalling mereka telah melakukan pelecehan kepada korban, yang mereka tau hanya melakukan candaan semata. Hal itu tentu memerlukan pentingnya edukasi agar masyarakat dapat membedakan hal yang buruk dan baik yang dapat dilakukan.
BACA JUGA: Saya Rasa Gampangnya Kredit Motor Adalah Penyebab Angkot Terpinggirkan
Terakhir yaitu faktor relasi kuasa yang tidak seimbang. Umumnya pelaku catcalling berkelompok dan mereka merasa berkuasa yang menyebabkan pelaku mampu melakukan hal itu. Tidak hanya pelaku, namun teman-temannya pun ikut berkontribusi dalam tindakan tersebut. Hal tersebut membuat pelaku merasa mendapat dukungan dari temannya sehingga dengan mudahnya melakukan pelecehan terhadap korban yang umunya adalah perempuan.
Dampak perlakuan catcalling akan mengubah sudut pandang perempuan terhadap pelaku. Saya perempuan dan saya sangat menganggap hanya laki-laki yang tidak memiliki harga dirilah yang berani berbuat catcalling terhadap perempuan yang ia temui.
Meskipun perempuan selalu menjadi objek pelecehan seksual dan berakhir menyalahkan diri sendiri, namun sebagian dari mereka tidak ada yang menghubungkan pelecehan seksual yang mereka dapatkan dengan pakaian yang ia kenakan atau perilaku mereka di ruang publik.
BACA JUGA: Bullying di Dunia Kedokteran, Bukti Pentingnya Spiritualitas Daripada Senioritas
Fenomena ini dapat berpengaruh dengan keadaan psikologis korban. Orang-orang yang menjadi objek pelecehan tersebut cenderung akan menyalahkan diri sendiri. Mereka akan lebih mudah untuk tidak percaya diri dan merasa ada yang salah terhadap dirinya. Sebab korban dari catcalling menganggap hal tersebut terjadi karena kesalahan dari mereka, sehingga mudah menciptakan suasana tidak aman dan tidak nyaman atas apa yang terjadi disekitarnya.
Sedangkan jika dilihat dari pelaku sendiri mereka merasa tidak merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan terhadap orang lain. Oleh karena itu pelaku akan terus mengulangi lagi dan lagi perbuatan “menjijikan” tersebut. Mereka para pelaku catcalling merasa percaya diri bahwa perbuatan tersebut tidak diketahui banyak orang dan mewajarkan perilaku tersebut.
Meskipun terdapat juga yang menganggap bahawa catcalling merupakan sebuah bentuk pujian. Akan tetapi banyak perempuan yang merasa tidak nyaman dan merasa terganggu akan perbuatan tersebut. Bukan nya tertarik justru perpempuan akan menganggap si laki-laki itu rendahan.