KOTOMONO.CO – Nggak cuma roti kekuasaan yang bikin ribut. Ternyata, roti beneran pun bisa bikin warga senegara berdemonstrasi. Memprotes presidennya. Ah, kamu pasti nggak percaya. Kalau nggak percaya tanyakan saja pada Christian Wulff, Presiden Republik Federal Jerman periode 2010-2012, menggantikan Horst Köhler.
Seperti kita tahu, Republik Federal Jerman itu negara yang penting bagi pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa. Punya pengaruh juga bagi perkembangan politik di benua Eropa. Luasnya, kira-kira dua kali dari luas pulau Jawa. Tapi, kok bisa ya, negara semaju itu sampai ada protes gara-gara roti? Hmm… jadi mikir saya.
Ternyata eh ternyata…, kenangan manis Tuan Christian Wulff ini dengan roti ini sedikit membuat saya bergelak tawa. Selain dia punya kenangan dengan roti kekuasaan, ia punya kenangan pula dengan roti beneran. Dia ini satu-satunya presiden di muka bumi ini yang sempat kena semprot rakyatnya hanya gara-gara roti beneran. Sampai-sampai roti kekuasaan yang dipegangnya itu nyaris jatuh gara-gara digoyang sama roti beneran. Terus apa masalahnya?
Gini, Presiden Republik Federal Jerman ini seorang yang royal. Gaya hidupnya wah. Tapi wajar, namanya juga Presiden. Kalau nggak wah ya kurang tampak kewibawaannya di mata dunia, katanya sih gitu. Nah, gaya hidup wah-nya itu salah satunya kebiasaan suka pilih-pilih dalam soal selera makan, khususnya urusan roti. Lidahnya berasa susah menelan roti kalau roti yang dimakannya itu bukan roti bikinan asal kota kelahirannya, Hannover. Makanya, beliau lebih suka memesan bahan-bahan pembuat roti dari Hannover.
Mungkin, itu dilakukan karena ia punya rasa cinta yang mendalam pada tanah kelahirannya. Mungkin lho ya?! Bisa juga itu sebagai caranya menjunjung tinggi daerah asalnya. Mengharumkan nama daerah asalnya. Ah, bikin haru. Apa mungkin karena kelewat haru itu yang bikin langkahnya jadi masalah?
Ya, rupanya gara-gara ia suka memesan bahan pembuat roti dari Hannover itu rakyat Jerman geram. Soalnya, ulah Presiden yang akhirnya milih mundur dari jabatannya per 17 Februari 2012 itu bikin repot. Ha ha ha… baru kali ini saya dengar roti yang bikin repot. Wah, boleh juga nih dijadiin judul sinetron.
Terus, apanya yang bikin repot? Mungkinkah karena rakyat sak-Jerman itu merasa tersinggung karena perilaku sang Presiden yang dianggap telah mendiskriminasi roti-roti yang lain? Ataukah karena rakyat Jerman sangat peduli atas Hak Asasi Roti? Bahwa roti, apapun rotinya, memiliki kedudukan yang sama. Tidak bisa begitu saja dibeda-bedakan.
Lho bagaimana pun, roti mestinya diperlakukan secara demokratis. Tidak perlu dipersoalkan lagi asal-usulnya, kewarganegaraannya, kebangsaannya, bahkan mungkin agamanya roti. Roti mestinya punya peluang yang sama, kesempatan yang sama untuk bisa ikut ambil bagian dalam proses mendayahidupkan dunia perotian. Mereka bisa memainkan peran secara partisipatif maupun lewat jalur emansipasi. Dengan begitu, dunia roti adalah dunia yang jauh dari soal selera lidah. Roti-roti hanya mengetahui kodratnya sebagai sesuatu yang memiliki hak sama untuk bisa dinikmati oleh siapapun, darimanapun, di manapun, kapanpun. Penikmat roti tidak perlu memilah-milah dirinya sebagai entitas-entitas yang beragam. Penikmat roti mungkin cukup merasakan sensasi rasa pada roti itu. Bukan malah sibuk mengomentari soal enak-tidaknya dilihat dari selera lidah sang penikmat roti yang cenderung menggunakan perspektif primordial.
Memang, soal kualitas, penyajian, dan rasa, roti bisa beda. Begitu juga bahan pembuat roti. Sekalipun sama-sama dari gandum yang dipanen dari area perkebunan yang sama, belum tentu rasa roti yang dihasilkan dari pengolahan roti itu menjadi sama persis enaknya. Tetapi, apakah itu bisa dikatakan sebagai kesalahan gandumnya? Tentu tidak. Gandum pun hanya menerima takdirnya. Ia tidak kuasa melawan takdirnya sebagai gandum. Ia malah banyak berkorban ketika harus diolah menjadi roti. Bagaimana tidak? Wong gandum ini harus menerima perlakuan yang demikian hebatnya. Diaduk, ditekan, diremas-remas, dan sebagainya. Sungguh, ini adalah penyiksaan yang sarat tekanan.
Tetapi, apakah gandum-gandum itu kemudian protes? Tidak. Karena mereka tidak dibekali cara berorasi dan menyampaikan nota protes mereka kepada manusia. Lebih-lebih kepada Presiden seperti Christian Wulff. Sekalipun sikap dan tindakan Wulff itu bisa dianggap sebagai penistaan terhadap roti, lebih khususnya terhadap bahan pembuat roti.
Dan, saking pasrahnya roti beserta bahan-bahan pembuatnya itu, mereka tak bisa apa-apa. Lalu, rakyat Republik Federal Jermanlah yang menjadi ujung tombaknya. Rakyat mewakili suara hati para roti dan bahan-bahan pembuatnya. Mereka mendemo sang Presiden mereka karena roti. Lantas, apa alasannya?

Alasan mereka, soal anggaran belanja negara. Ya, itu satu-satunya alasan yang logis dan rasional. Kalau alasannya karena menjaga perasaan para roti, sudah tentu sang Presiden pun akan dibuat terpingkal-pingkal. Sejak kapan para roti itu bisa menjadi kaum BAPER (Butuh Akan PERhatian)?
Rakyat yang berteriak lantang kepada Presiden mereka kemudian mengatakan, “Kalau hanya urusan roti, urusan menjaga selera lidah bisa bikin anggaran belanja negara boros, lantas bagaimana urusan pemerintahan bisa beres? Bukankah yang namanya roti di mana saja ada? Kalau toh tak ada, bukankah masih ada cara lain yang bisa dilakukan untuk memelihara selera lidah? Apa ya seseorang bisa mati hanya karena tidak memanjakan selera lidahnya? Toh, jika sesisir roti kalau sudah diproses dalam perut sudah tidak ada lagi rasanya? Rasanya sama antara yang enak di lidah dan yang dirasa tidak enak di lidah kan?”
Jadi gampangnya gini, kalau bahan-bahan pembuat roti itu dipesan oleh seorang Presiden, bisa sangat mungkin harganya pun harga Presiden. Bukan harga rakyat? Belum lagi ongkos bolak-balik untuk mengangkut bahan-bahan pembuat roti yang diimpor dari Hannover. Sudah tentu, butuh biaya yang ekstra. Bagaimana tidak, yang namanya barang pesenan seorang pejabat negara apalagi sekelas Presiden pasti tidak cukup diangkut dengan truk biasa. Pasti pakai truk khusus dan pengawalan yang ketat. Karena itu sudah prosedur protokoler kenegaraan. Dan kalau yang namanya aturan protokoler, duit negara pun ikut kesangkut. Nah, gara-gara ulah sang Presiden Jerman itu, sebagian besar rakyat Jerman menaruh ketidaksimpatian mereka kepada sang Presidennya.
Di sisi lain, sebagian rakyat Jerman juga memprotes kebijakan Presiden yang dinilai egois itu karena dianggap telah menambah beban emisi. Akibatnya, pencemaran lingkungan bukannya berkurang eh malah kian bertambah parah. Soalnya, bahan-bahan pembuat roti itu diantar dari Hannover ke Berlin, tempat Presiden itu tinggal, dengan menggunakan truk lengkap kawalan. Artinya, akan ada banyak asap knalpot yang terbuang di jalanan sepanjang Hannover-Berlin yang jaraknya tigaratus kilometer.
Tapi, sempat juga muncul pertanyaan, apakah sikap Presiden Jerman itu sebagai salah satu penolakan kenyataan bahwa roti buatan Berlin tidak kalah enaknya dengan buatan Hannover tempat ia berasal? Kok sampai memaksakan diri untuk memesan roti dari jauh kota sana. Ataukah hanya karena rasa gengsi sebagai seorang pejabat negara yang bisa memanfaatkan anggaran negara ya? Loh, kadang ada loh ya pejabat yang begituan. Bukannya buruk sangka, tetapi ini sebagai koreksi bersama, jangan-jangan kita juga melakukan hal yang sama buruknya. Wong yang namanya manusia itu kan tempat salah dan lupa. Ah, gara-gara tulisan ini saya jadi lupa pula makan roti bikinan istri. Sori, saya sudahi dulu ya. Mau makan roti bikinan istri dulu. Kapan-kapan kita sambung lagi.
Ribut Achwandi, tukang ndleming di Omah Sinau SOGAN