KOTOMONO.CO – Menjadi satu-satunya stasiun televisi lokal yang digadang-gadang sebagai kebanggaan Wong Kalongan, membuat Batik TV terus berinovasi. Banyak penyesuaian diri dilakukan terhadap perubahan zaman. Bekerja sama dengan TVRI Pusat untuk memasang pemancar siaran Digital di gunung Gantungan, Tegal adalah salah satu dari ratusan bahkan ribuan langkah lainnya dalam rangka mengikuti pekembangan zaman.
Begitu pula dengan ditandatanganinya MoU dengan Forum Produksi Film Negara (FPFN) dalam hal konten siaran. Tentu, agar lebih banyak penonton digaetnya.
Oh ya, saya sampai lupa menyampaikan kalau beberapa waktu yang lalu saya pernah menulis curhatan tentang “program Batik TV yang paling nggak mengecewakan menurut saya” yang bisa kamu baca disini.
Sedikit ingin saya sampaikan, sejujurnya saya tidak punya maksud hati menjelekkan. Apalagi merendahkan LPPL kebanggaan pemerintah Kota Pekalongan ini. Sama seperti yang lain, saya juga warga Pekalongan biasa yang akan selalu bangga terhadap kemajuan daerahnya, terlebih tentang adanya Batik TV ini yang kini makin Ajib saja.
Sebagai warga yang baik, tentunya saya juga pengen ikut urun rembug terkait strategi agar TV lokal Pekalongan yang Ajib ini bisa makin digandrungi masyarakat. Untuk itu izinkan saya menyampaikan aspirasi demi kemajuan Batik TV tercinta pada tulisan kali ini dan semoga saja dibaca oleh mas dirut yang harapannya bisa disampaikan ke dewan pengawas juga ke para pemangku kebijakan kota ini.
Yang pertama sudah pasti panjenengan nggak lupain begitu saja program acara “Musik Rampak” yang dulu dipandu oleh Pak Canting itu bukan? Mantap, acara tersebut menurut saya yang paling sukses melonjakkan jumlah penonton TV lokal ini yang saat itu masih banyak burem-nya dibeberapa tempat.
BACA JUGA: Politik “Pangkon” Ala Mas Walikota Aaf
Di samping memang momennya yang tepat yakni saat kemunculan musik rampak naik daun dan digandrungi oleh masyarakat yang ada di hampir seluruh kelurahan, program musik rampak Batik TV ini perlu saya akui sebagai gagasan ide yang terbilang cerdas sekali. Bagaimana tidak, dengan di shooting-nya grup musik rampak yang ada di kampung-kampung itu bisa dijadikan dokumentasi digital sejarah perjalanan sosial budaya kota ini. Selain itu, euforia musik rampak inilah penyumbang naiknya grafik penonton Batik TV waktu itu.
Nah, program semacam itu saya kira perlu diadopsi dan diperbanyak agar Batik TV tidak kehilangan sukses menjalankan amanat walikota yaitu memelihara dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan.
Dan hadirnya program “Pranggok” yang bawakan oleh Pak Ribut, saya yakin seyakin-yakinnya akan mendulang sukses seperti program musik rampak terdahulu.
Saya melihat polanya yang hampir sama, yakni mendokumentasikan kegiatan-kegiatan kebudayaan yang ada di sekitar Pekalongan untuk di tayangkan di televisi yang kini diklaim sudah mencangkup sampai se-karesidenan Pekalongan itu.
Bayangkan saja, bila tiap kampung ada kesenian atau bidang kebudayaan yang bisa diliput, maka niscaya satu kampung tersebut dengan tidak sabar akan setia menunggu jadwal tayangnya. Apalagi sekarang ini kualitas siarannya sudah bening nggak burem lagi, sudah barang tentu bakalan banyak lagi yang mau menontonnya. yo pora wes?
BACA JUGA: Merayakan Kemesraan Pemkot Pekalongan dengan Wartawan Lokal
Itu yang pertama, kemudian kiat yang kedua ini saya rasa Bapak Walikota perlu ikut turun tangan. Turun tangan bukan dalam arti harus nongol jadi pembawa acara atau apa, melainkan cukup dengan bolpoin dan tangan dinginnya saja. Ya, tanda tangan beliau dalam surat edaran saya rasa merupakan cara ampuh untuk mendongkrak penonton Batik TV.
Begini maksudnya.
Lewat surat sakti ini, saya rasa Bapak Walikota bisa memberikan instruksi kepada OPD-OPD atau instansi terkait yang punya perangkat televisi di ruang pelayanan agar mau membuka channel milik Batik TV saja. Sekilas agak pemaksaan sih, tapi coba pikirkan lagi. Program-program Batik TV kan sudah dibikin sedemikian rupa bagusnya, masak instansi tersebut nggak mau mendukungnya sih. Toh Batik TV kan LPPL yang nggak bisa jauh-jauh dari bau kedinasan juga, maka ayolah saling dukung.
Mosok instansi-instansi tersebut malah sukanya dengan kanal stasiun tv yang lain dan nggak mau nyetel kanal milik tv lokal bikinan pemerintahnya sendiri sih? Kan lumayan tuh, coba bayangin saja sehari ada berapa ribu orang yang duduk menunggu di ruang pelayanan mereka yang kalau di-setel-kan kanal Batik TV bisa menjadi teknik marketing paling ampuh. Inget ya bos, Tresno iku jalaran seko kulino! Jadi biar cinta dengan Batik TV ya kudu dikulinake, minimal dari orang-orang yang datang bakalan penasaran dan tahu tentang program-program Ajib bikinan Batik TV.
BACA JUGA: Saya yang Walikota Menjawab Kritik Saya yang Tukang Kritik
Harusnya lho ya harusnya, mereka-mereka ini tanpa surat sakti dari Walikota pun dengan kesadaran sendiri sudah inisiatif me-nyetel-kan kanal Batik TV untuk ditonton orang yang ada di kantornya. Apa menurut mereka program-program Batik TV itu kurang bagus sehingga mereka ogah-ogahan nyetelke Batik TV untuk masyarakat? Yo tentu enggak kan.
Inget lho ya Bapak Ibu kepala dinas, Batik TV itu punya tugas yang berat. Selain diharuskan bersifat independen, netral, dan tidak komersial, LPPL Batik TV itu dituntut untuk berfungsi sebagai kontrol sosial dan mewujudkan keterbukaan informasi publik. Bukankah benar begitu Pak Wali?
Semoga dan semoga saja dua kiat dari wong ndleming ini bisa ikut memberikan dampak baik untuk kemajuan LPPL Batik TV agar semakin dicintai dan dibanggakan oleh pemkot Pekalongan.