KOTOMONO.CO – Suara melengking “tek-tek” atau “tok-tok” dari dua bola yang saling berbenturan ini sangat akrab di telinga kita. Pagi, siang, sore bahkan malam terus saja berkumandang. Agaknya bola-bola dari mainan lato-lato ini sangat lengket dengan anak-anak zaman sekarang di negeri ini.
Lato-lato, begitu kita menyebut mainan yang viral ini. Mempunyai ciri dua buah bola berbentuk bulat, dengan beragam warna beserta lilitan tali diatasnya untuk mengaitkan di jari pemainnya. Tiada hari anak-anak memainkannya, sehingga tidak sedikit bising yang ditimbulkan dari efek bola yang saling berbenturan dapat mengganggu suasana orang lain. Lebih-lebih seperti orang yang sedang sakit gigi, sakit hati atau bahkan patah hati. Pasti mereka akan terganggu oleh suara tersebut. Sudah nyeri, pusing, hilang harapan, bisa-bisa nada yang naik selaras pula dengan memuncaknya rasa sakit yang diderita.
Tapi bukan itu fokus tulisan ini saya buat. Biarlah yang sakit gigi lekas sembuh dan yang asyik mainan lato-lato tetap bergembira.
Sebenarnya, lato-lato adalah mainan yang sudah ada dari zaman dahulu. Bukan mainan dadakan yang muncul pada tahun ini saja. Lebih tepatnya di era 70an, penduduk Indonesia telah mengenal mainan tersebut. Ada yang menafsirkan jika lato-lato dahulunya merupakan alat yang dijadikan sebagai simbol tanda bahaya yang mengancam wilayah setempat. Ada pula yang menyebutkan sudah ada sejak puluhan abad silam.
BACA JUGA: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Itu Perlu Diperhatikan lho!
Entah dari mana dan bagaimana lato-lato bisa meledak di dunia mainan anak-anak, yang pasti dan yang jelas kehadiran lato-lato memberikan dorongan yang berbeda bagi adik-adik yang beberapa waktu yang lalu lebih sering bermain gawai, daripada bermain dengan teman sebayanya.
Jika boleh saya rangkum, setidaknya ada beberapa dampak positif kehadiran lato-lato bagi anak-anak, antara lain:
Pertama, melatih konsentrasi. Banyak orang tidak terlalu tahu tentang hal sepele seperti ini. Jika dilihat secara langsung, untuk memainkan lato-lato kita harus konsentrasi agar kedua bola tersebut imbang dan saling berbenturan. Ini tidak semudah yang dilihat, beberapa orang dewasa pun acap kali kewalahan memainkannya.
Kedua, melatih kepercayaan diri. Kenapa main lato-lato bisa dikatakan memicu rasa percaya diri? Sebab apabila si anak tersebut mahir memainkannya, otomatis ia akan memamerkan skill memainkan lato-lato di depan teman-temannya bahkan berani ikut kompetisi meskipun tingkat RT. Hal tersebut menjadi pemicu utama anak yang bermain lato-lato dapat meningkatkan rasa ‘confident’ dari dalam dirinya.
Ketiga, tidak gampang putus asa. Ini penting dalam tumbuh kembang anak. Seringnya berlatih karena gagal bermain lato-lato, tidak membuat rasa candu untuk memainkan permainan sederhana tersebut. Malahan, anak terpacu untuk bagaimana supaya ia bisa memainkan lato-lato dengan lincah. Meski awal-awal akan mengalami banyak kegagalan, tetapi ia mampu mengatasi kegagalan tersebut dengan keberhasilan memainkan lato-lato.
Keempat, empati. Baiklah, mungkin emak-emak zaman now bisa sedikit menurunkan rasa khawatirnya terhadap sang anak. Karena dengan anak-anak mengenal lato-lato, maka setidaknya kehadiran gawai di kehidupan anak tidak terlalu intens.
Kelima, irit biaya. Ini bisa dibilang yang paling disukai ibu-ibu. Harga lato-lato yang sangat ramah di kantong ini setidaknya meringankan pengeluaran rumah tangga dan uang tersebut bisa dialihkan untuk keperluan yang lain. Sebagai contoh, uang jatah bulanan untuk membeli kuota internet bisa dipergunakan untuk membeli telur maupun daging ayam untuk penambahan gizi keluarga.
Walaupun begitu, tetapi tetap saja ada efek buruk dari anak yang kebablasan bermain lato-lato. Antara lain:
Satu, Cuek. Sama seperti bermain gadget, keseringan dan kecanduan bermain lato-lato akan membuat anak acuh terhadap kebisingan ditimbulkan yang sangat amat mengganggu orang yang ada di sekitarnya.
BACA JUGA: Pandangan ‘Wong Ndeso’ Terhadap Berkurangnya Lahan Persawahan
Dua, Tak ingat waktu. Tidak jarang anak-anak akan candu bermain lato-lato sehingga tak sadar ia telah menghabiskan waktunya dengan keasyikan membenturkan dua bola. Alhasil, kegiatan yang lain seperti sekolah, mengaji, mandi, makan, sering kali tidak diindahkan. Jadi, bagi orang tua yang budiman, harus selalu mengingatkan kepada sang anak untuk tidak lalai dengan aktivitas yang lain.
Jika diulas kembali, mengapa hanya lato-lato saja yang bisa kembali bangkit dan dikenal di masa sekarang ? Apa kabar dengan mainan tradisional yang lain, seperti dibawah ini?
1. Lompat tali
Permainan ini hanya membutuhkan puluhan gelang yang biasanya dipakai untuk membungkus nasi. Biasanya, awal membentuk tali supaya panjang adalah dengan cara mengaitkan satu gelang ke dua jempol ibu jari kaki. Setelah itu, gelang selanjutnya di talikan ke gelang pertama. Begitupun untuk gelang-gelang yang lain. Teknik bermainnya pun sangat sederhana. Cukup minimal ada 5 orang atau lebih, setelah itu ‘hompimpa’ untuk menentukan siapa yang bakalan memegang ujung tali tersebut sebanyak dua orang. Lalu, bermainlah dengan riang gembira.
BACA JUGA: 6 Permainan Tradisional Yang Jarang Dimainkan Anak Sekarang
Julukan tingkatan ukuran tali bermacam-macam, sesuai daerah masing-masing. Jika di wilayah Jawa Tengah, biasanya dimulai dari sak kemiri, sak dengkul, sak udel, sak sirah, sak kil, merdeka. (Merdeka ini merupakan julukan tingkatan tertinggi dari permainan lompat tali).
2. Betengan
Betengan merupakan permainan yang lumayan kuno. Walaupun tak sekuno lato-lato. Betengan hadir di era 90 an, dimana cara bermain betengan ialah harus mengumpulkan minimal 10 orang untuk bermain, setelah itu untuk menentukan siapa yang harus menjaga lingkaran pertahanan. Biasanya alat yang digunakan berupa kepingan genteng dari tanah liat atau papan yang berbentuk kotak yang bisa disusun. Regu yang menang, akan memulai permainan tersebut dan salah satu tim harus melempar untuk menghancurkan tumpukan itu. Setelah berhasil menghancurkan kepingan genting atau papan kotak, pelempar harus berlari menuju pos satu ke pos yang lain dan akhirnya bisa pulang ke kandang tim.
3. Rambatan
Rambatan, berasal dari kata ‘rambat’ yang artinya menyentuh, menyebar, memegang, menggenggam. Syarat permainan tersebut harus menyentuh apapun tanaman yang ada di sekitar. Jika tidak, otomatis akan dikejar dari pihak lawan. Apabila tertangkap, akan kalah dan mengganti posisi sang lawan.
BACA JUGA: Dear Anak 90-an, 5 Permainan Ini Akan Membawamu ke Masa Lalu
4. Delikan (Petak Umpat)
Permainan ini mungkin masih ada disekitar perkampungan. Permainan ini cukup dengan hanya mengumpulkan dua orang atau lebih. Salah satu pemain harus menjadi orang yang mencari teman yang sedang mengumpat. Jika teman yang mengumpat tertangkap, maka dia harus bergantian sebagai pencari temannya yang sedang mengumpat.
Wis lah, Apapun mainan tradisionalnya, yang terpenting baik dari pihak anak maupun orang tuanya bisa bijak untuk mengatur waktu bermain. Mungkin untuk saat ini baru lato-lato yang memuncak dari re-eksistensi mainan tradisional zaman dahulu. Bagaimana dengan reborn-nya mainan Rambatan atau Bentengan di masa depan ya?