KOTOMONO.CO – Medsos itu memang mengasyikkan, tetapi bagaimana relasi pengaruh media sosial terhadap budaya pernikahan dini?
Seiring berjalannya waktu ke era modern ini nampaknya tidak berpengaruh bagi setiap adat yang harus ada pada pernikahan. Keyakinan masyarakat terhadap budaya-budaya kuno masih melekat jelas seperti adanya perjodohan kedua pasangan untuk menuju ke arah pernikahan. Menanggapi adanya hal tersebut sebenarnya bukan masalah jika kedua pasangan menerima satu sama lain. Berbeda halnya dengan perjodohan, faktor lain yang sampai saat ini menjadi masalah utama dalam pernikahan yaitu pernikahan dini.
Menelisik lebih jauh tentang pernikahan dini memang sudah menjadi adat bagi sebagian masyarakat setempat khuhusnya daerah terpencil. Hal tersebut terjadi sebab adanya kebiasaan turun-temurun dari leluhur mereka. Ada faktor lain yang menyebabkan pernikahan dini yaitu dari pendidikan, lingkungan, dan ekonomi. Tidak heran apabila Indonesia masih belum bisa menangani pernikahan dini, karena kebanyakan masyarakat masih menganut tradisi terdahulu. Dilansir dari kompas.com kasus pernikahan dini di Indonesia pada 2021 saja sudah mencapai 59.709.
Pernikahan dini sampai sekarang masih dianggap sepele oleh sebagian masyarakat setempat karena sudah menjadi tradisi umum. Maraknya pernikahan dini akan semakin memberikan dampak yang kurang baik kedepannya. Apalagi di era media sosial seperti sekarang ini, banyak kalangan muda yang berlomba-lomba untuk mengekspresikan diri. Tidak ada masalah jika ingin mengekspresikan diri lewat media sosial, namun seringnya penggunaan media sosial dijadikan sebagai ajang eksistensi diri.
Semua orang berlomba-lomba untuk mencapai ketenaran dan dikenal banyak orang tanpa memikirkan dampak negatifnya. Terkait pernikahan dini semakin marak terjadi pada generasi masa kini, pengaruhnya sangat luas terutama pada media sosial. Semakin banyak orang yang mengetahui dan tidak paham mengenai pernikahan dini maka akan banyak pula yang terpengaruhi.
Jalur pernikahan dini nampaknya sudah mulai direstui dan mulai menyebar luas diberbagai media sosial. Memang bukan larangan untuk seseorang yang ingin menikah atau sudah menemukan jodohnya, namun alangkah baiknya mamatuhi aturan negara.
BACA JUGA: Fase Quarter Life Crisis Adalah Bentuk Proses Pendewasaan
Hal tersebut menjadi faktor yang harus diperhatikan sebab usia remaja belum memenuhi syarat pernikahan. Ada beberapa persiapan sebelum pernikahan terjadi yaitu kesiapan mental, fisik, serta untuk bisa mencapai tujuan dalam berumah tangga. Usia dini masih terbilang belum cukup dalam menangani persyaratan tadi dan pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan saja. Untuk itu pemerintah membuat aturan khuhus pernikahan pasal 7 ayat (1) UU 16 tahun 2019 terkait minimal umur untuk pihak wanita dan pria idealnya harus berumur 19 tahun.
Usia minimal yang sudah ditetapkan pemerintah harapannya bisa menjadi patokan masyarakat dalam menentukan pernikahan. Peraturan tersebut masih tampak tabu untuk sebagian masyarakat yang memang berpegang erat pada tradisi atau belum mengetahui aturan yang ada. Semakin luas media sosial yang berkenaan dengan pernikahan dini maka akan semakin mudah juga peniruan atau pengaruhnya.
Banyak dari masyarakat yang menikah dini seolah menyebarkan keromantisan di jejaring media sosial. Entah apa maksud dan tujuan dari adanya konten tersebut namun, hal itu akan memberikan pengaruh bagi orang yang menontonnya. Para pasangan pernikahan dini secara tidak langsung memberikan motivasi lewat konten yang dibuat. Motivasi tersebut bisa berujung pada pengaruh yang mengajak seolah para anak muda untuk secepatnya menikah.
BACA JUGA: MBTI, Metode Alternatif Mengenal Pasangan Lebih Dalam
Buru-buru menikah atau hanya semata mengikuti tren saja adalah hal fatal yang seharusnya tidak ditiru. Pernikahan merupakan acara sakral dan serius untuk menjalani jenjang hidup bersama pasangan. Pernikahan bukan semata-mata hanya untuk eksistensi diri agar dikenal banyak orang karena itu salah besar. Para generasi milenial harus memperhatikan konten yang ditonton pada media sosial. Jangan sampai informasi atau berita yang ada tersebut tidak difilter atau disaring informasinya terlebih dulu.
Dampak pernikahan dini harus benar-benar diperhatikan oleh masyarakat luas agar tidak terjadi berbagai hal negetif nantinya setelah pernikahan. Kehidupan setelah pernikahan pastinya akan jauh berbeda dengan saat bersama orang tua. Resiko atau dampak negatif yang akan terjadi dalam pernikahan dini yaitu kesehatan bagi perempuan yang belum cukup umur untuk melahirkan, bayi yang lahir memiliki resiko terhadap pertumbuhannya.
Belum lagi permasalahan yang akan dihadapi oleh setiap pasangan dalam berumah tangga. Bagi yang menikah dini, mereka belum bisa membentuk pola pikir yang matang untuk menyelesaikan masalah. Hal tersebut akan memicu juga adanya perceraian yang semakin tinggi.
BACA JUGA: Inspirasi Ide Foto Prewedding Aesthetic yang Bisa Kamu Tiru
Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum menikah termasuk mental, fisik dan kesiapan finansial agar mencapai syarat sah secara negara maupun agama. Upaya pemerintah untuk menanggulangi tingginya angka pernikahan dini sudah tercantum syarat minimal menikah 19 tahun. Tidak mudah untuk menyadarkan masyarakat pentingnya peraturan tersebut namun, setidaknya dengan edukasi atau sosialisasi ke tempat-tempat yang belum terjangkau bisa memberikan pemahaman yang baik. Bisa dicoba pula menggunakan teknologi media sosial, menyebarkan dampak dari pernikahan dini.
Memberikan informasi kepada para muda mudi lewat media sosial dengan inovasi yang dapat dipahami mampu berefek positif dan dirasa efektif. Kemudahan akses dapat dijadikan peluang bagi masyarakat luas untuk melihat apa saja yang disajikan dalam media sosial. Menyajikan konten-konten yang bermanfaat bagi kalangan luas termasuk pencegahan pernikahan dini.