KOTOMONO.CO – Sebenarnya sangat disayangkan keputusan pemilik channel Skinny24 Indonesia untuk menyudahi berkarya di Youtube. Saya dari sekian juta subcribers Skinny24 Indonesia tentu saja merasa sangat kehilangan. Ini rasanya seperti diputusin pas sayang-sayangnya. Karena duet adik kakak Andovi Da Lopes dan Jovial Da Lopes memberi wawasan baru tentang bagaimana menjadi seorang content creator di youtube. Konten seperti apa yang semestinya mereka buat untuk penonton.
Usut punya usut, saya coba selidiki apa yang membuat mereka memilih mundur dari dunia per-Youtube-an. Soalnya kalau dilihat-lihat channel Youtube mereka ini sudah bisa dikatakan menghasilkan. Coba bayangkan saja dengan subcriber 4,45 juta dan rata-rata yang nonton ratusan ribu, berapa duit yang bisa dihasilkan? Tentu lumayan buanyak lah.
Setidaknya ada dua reason mengapa mereka memilih mundur dari youtube. The first reason sangat bersifat personal dari Andovi Da Lopes. Dia sangat terpukul dengan meninggalnya ayahnya, Da Lopes. Keterpukulannya itulah yang membuat dia ingin berhenti jadi youtuber. The second reason teramat sangat bersifat “perlawanan” dari Jovial Da Lopes. Ya, perlawanan terhadap sistem yang diterapkan oleh pihak youtube sebagai wadah para konten kreator.
Menarik sekali untuk dibahas alasan mereka untuk berhenti dari Youtube. Namun karena alasan yang bersifat privasi dari Andovi Da Lopes, saya tidak akan membahasnya lebih jauh. Saya akan membahas lebih jauh alasan kakak Andovi Da Lopes yang biasa dipanggil, “Kak Jo.” Bukan apa-apa, manurut saya alasan Kak Jo masih bisa saya bahas karena alasan dia bersifat umum. Terlebih pendapat dia yang beda dari kebanyakan orang tentang “Youtube”.
Youtube dengan segala fasilitasnya telah memberi banyak hal bagi penggunanya. Hiburan, give away, prank, sampai berita-berita ulang yang sangat mudah didapatkan. Mereka bebas menonton apa saja yang ada di dalam Youtube. Dari soal remeh temeh mobil mewah Andre Taulany, hingga permasalahan serius bangsa saat ini, yaitu oligarki. Sesuai dengan keingingan dari si penggunanya mau menonton konten terkait apa, semua ada.
Berbicara soal youtube Kak Jo punya kegelisahan mendalam tentang kebangsatan sistem youtube. Fasilitas lengkap yang diberikan youtube kepada raimu-raimu kabeh ternyata itu modus. Ada udang di balik batu. Youtube punya kepentingan bisnis yang bikin lupa jati diri kita sebenarnya.
Opo kuwi?
Youtube menjual perhatian kita untuk mendulang untung sebanyak-banyaknya. Melalui konten-konten yang menarik dan mampu menyibak perhatian kita, di situlah proses transaksi terjadi. Bahkan ketika kita memutuskan untuk meng-klik salah satu video yang menurut kita menarik. Finally, iklan pun muncul terlebih dahulu sebelum kita menonton video yang ingin kita tonton.
BACA JUGA: Dear Orang yang Pamer Lamaran di Medsos, Yakin Bakal Lanjut Nikah?
Untuk membuat konten menarik, maka seorang konten kreator harus bikin karya yang wah, click bait, dan juga receh sampai dalam taraf “terhina”. Intinya karya yang diunggah di youtube harus mengandung sensasi biar orang pada nonton. Kak Jo tidak setuju dengan sistem tersebut. Sementara konten-konten yang bermanfaat tenggelam karena banyaknya konten yang berbau sensasi dan cenderung dangkal.
Karya Skinny24 Indonesian yang berjudul “Youtube lebih dari TV” dengan tegas Kak Jo menerangkan, bahwa Youtube telah menipu kita semua. Konten kreator dan penonton yang tertipu secara tidak sadar bahwa perhatiannya tengah dijual. Lama-lama jika dibiarkan tanpa aksi nyata, dia khawatir ikut dalam lingkaran setan yang sama, yakni sistem Youtube.
Algoritma Youtube
Salah satu sistem Youtube yang bikin kita betah berjam-jam ya sistem algoritmanya itu. Youtube memang cerdik sekali dalam memainkan perhatian kita. Gimana mau beranjak kalau kita disuguhkan beragam channel yang memantik kesukaan kita.
BACA JUGA: Begini Jadinya Andai Coki Pardede Adalah Orang Pekalongan
Bahkan mantan insinyur Facebook dan Google Justin Rosenstein mengatakan, “We’re the product. Our attention is the product being sold to advertisers.” Ga ngerti artine to koe? Artinya kalau tidak salah, “ndewe kuwi produk, perhatiane ndewe kuwi didol nggo iklan.”
Sebentar, aku bisa jelaskan apa yang dimaksud Justin Rosenstein. Jadi ketika algoritma kita terbentuk dari apa yang ditonton, maka disitulah data kita masuk. Tontonan yang sering kita tonton mempengaruhi iklan yang muncul. Saya juga baru sadar sekarang ketika mencoba mulai belajar bahasa Inggris melalui konten Youtube. Iklan-iklan kursus bahasa Inggris selalu muncul dalam beranda Youtube. Sekarang saya tidak heran lagi dengan iklan-iklan kursus itu.
Yang saya heran licik betul sistem Youtube dalam meraup keuntungan. Hmm.