KOTOMONO.CO – Ospek atau orientasi studi dan pengenalan kampus umumnya dilaksanakan sebentar sesudah hasil pengumuman mahasiswa yang lolos seleksi masuk perguruan tinggi. Maksud dari ospek ini sebenarnya agar para mahasiswa baru lebih mengenal lingkungan dan bisa cepat menyesuaikan diri dengan kondisi di kampus.
Dalam ospek sering terjadi perpeloncoan yang dilakukan oleh senior kepada para mahasiswa baru. Civitas akademika yang berkumpul dalam agama kampus, yang mungkin dalam diri mereka berharap kampus menjadi tempat yang tenang dan nyaman untuk dimasuki, justru selalu berbanding terbalik dengan realita yang terjadi di lapangan. Tempaan fisik macam tendangan maupun mental berupa makian, jadi hal yang sulit dihindari.
Perihal makian dan siksaan fisik memang jadi kesamaan rata-rata kampus di Indonesia. Yang menjadi masalah adalah tindakan tidak terukur para senior ke mahasiswa baru yang menjadikan malapetaka perpeloncoan ospek. Banyak kasus ospek yang mengakibatkan kecelakaan hingga menghilangkan nyawa mahasiswa.
Mulai dari kasus penganiaayaan di IPDN pada tahun 2013. Kasus itu terjadi lantaran korban sering disiksa seniornya. Kemudian kasus Awaluddin mahasiswa UNHAS yang menderita sakit setelah menerima kekerasan fisik, yang pada akhirnya meninggal dunia.
Ada juga yang bukan kecelakaan tapi peraturan aneh yang terjadi di Universitas Khairun Ternate. Mahasiswa baru disuruh jongkok berjalan sambil meminum ludah. Dan masih banyak lagi kecelakaan hingga peraturan konyol gak etis dari senior.
BACA JUGA: Sebaiknya Sejak Mahasiswa, Guru Diajari Cari-Cari Masalah
Dari sekian banyak hal buruk yang menjadi gambaran jelek ospek, ospek juga mempunyai segi positif. Soe Hok Gie, seorang aktivis demonstran tahun 1966 pun mengatakan dalam catatan hariannya bahwa ospek memiliki manfaat untuk melatih mental.
Gie menuliskan salah satu teman perempuannya, yaitu Nurul Qomari. Gie menilai Nurul ini anak manja yang menjadi hal lumrah kalau ia dimarahi senior saat ospek. Malahan saat Nurul ini menangis saat ospek, Gie menyebut mental Nurul ini mental anak mami. Dari kecil hingga lulus SMA mentalnya tidak pernah terbentuk.
Bahkan Gie pernah memelonco salah seorang juniornya, Rudy Bagil. Hal tersebut terjadi di dalam perkumpulan mahasiswa pecinta alam Fakultas Sastra UI saat penyematan anggota Mapala Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Rudy Bagil merupakan mahasiswa yang tukang bangkang dan suka foya-foya. Jadi penting untuk seorang Rudy saat itu dipelonco agar bisa menuruti kata seniornya.
Berbeda dengan Gie, pada masa itu gerakan mahassiswa yang terafiliasi dengan partai komunis Indonesia (PKI) pernah menolak keras praktik perpeloncoan. Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) menolak praktik perpeloncoan karena dinilai sebagai tradisi kolonial. Memang sesuai fakta demikian. Sebab plonco sendiri ada sejak zaman sekolah Belanda, kemudian dikembangkan oleh jepang, sampai setelah Indonesia merdeka pun masih terus dilaksanakan.
BACA JUGA: Buat Mahasiswa yang Baru Selesai Skripsi, Stop Bilang Skripsi Kalian Nggak Guna!
Sudah jelaslah, seorang moralis humanis seperti Soe Hok Gie yang terkenal anti ketidakadilan dan kemunafikan saja setuju dengan kegiatan ospek dan perpeloncoan. Bukankah setiap hal selalu memiliki segi positif? Ada hikmah yang bisa kita petik dari ospek dan pelonco untuk perkembangan mahasiswa itu kelak ketika masuk kampus.
Yang terpenting adalah segala hal yang dilakukan senior harus atas niat mendidik juniornya. Dan tentunya segala tempaan fisik dan mentalnya harus terukur. Tentunya di sini senior harus mempunyai kecakapan untuk melihat kemampuan para mahasiswa yang akan diospeknya, agar hal-hal merugikan kedua belah pihak tidak terjadi, dan tentunya akan mencoreng nama almamater kampusnya sendiri.
Yang perlu dihilangkan adalah mahasiswa senior sok jago dan semena-mena yang menyimpan dendam masa lalu terus dilampiaskan kepada juniornya. Senior yang sifatnya begitu sesuai dengan kritikan Gie yaitu, mahasiswa yang merengek saat ditindas, tapi menindas saat berkuasa. Dan mereka mahasiswa baru harus berhati-hati dengan senior yang demikian.
BACA JUGA: Tips Menjalani Hidup Bebas Overthinking ala Dr. Aidh Al-Qarni
Perlu bagi kita untuk melestarikan budaya ospek, dan merevisi segala hal yang buruk tentangnya. Ya, sebagai agen of change tentunya mahasiswa harus berani melakukan perubahan terhadap perpeloncoan ospek yang tidak baik. Terlepas dari itu, pihak kampus harus ikut serta dalam mengawasi kegiatan tersebut.
Jika kegiatan perpeloncoan tersebut sudah masuk ke perbuatan yang tidak manusiawi dan beretika, maka perlu kita bertindak layaknya CGMI yang menjadi pahlawan bagi mahasiswa yang diperlakukan tidak selayaknya.
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Mahasiswa yang Hobinya Rebahan
Jika ada mahasiswa baru yang melakukan pelanggaran atau salah langkah (sejenis indisipliner) mereka bagaimanapun akan dihukum. Namun, disiplin tidak boleh merosot dan tidak sesuai dengan moral manusia.
Lalu pikirkan lagi kegiatan itu, memberi efek buruk bagi mahasiswa baru atau tidak? Renungkan kelebihannya. Jika tidak bermanfaat bagi mahasiswa baru, sebaiknya kegiatan ini dibatalkan. Selain dianggap kurang menarik, juga akan menimbulkan kontra bagi yang lain.
Lalu putuskan ingin melestarikan perpeloncoan seperti Gie atau menentangnya seperti yang dilakukan CGMI? Maka jawabannya adalah lestarikan pepeloncoan yang baik dan bermanfaat, dan tolak perpeloncoan yang buruk dan merugikan.