KOTOMONO.CO – Sejak lolosnya Liverpool dan Real Madrid ke final UEFA Champions League musim ini, obrolan masyarakat khususnya pecinta bola tampak ubat-ubet sibuk menyoal bagaimana laga final bakalan berjalan, mulai dari gimick-gimick yang muncul, susunan pemain, siapa yang nyekor, hingga siapa yang bakal nyeleding menjaga Mo Salah.
Banyak orang yang menganggap laga ini sebagai final ulangan edisi 2018 silam namun dengan situasi terbalik. Jika dulu skuad Real Madrid lebih diunggulkan ketimbang Liverpool maka kini lebih banyak yang mengunggulkan tim asal Inggris ini daripada El Real.
Dari obrolan yang beredar, setidaknya ada benang merah yang menunjukkan kalau masyarakat kita terpecah menjadi 2 kubu pendukung sepakbola atraktif yang diintrepretasikan Liverpool dan pendukung sepakbola efektif yang dijelmakan ke Real Madrid.
Buat mereka yang suka sepakbola atraktif sangatlah jelas mereka akan memihak tim asuhan Jurgen Klopp ini. Sebab menurut mereka Liverpool secara permainan jauh lebih konsisten di semua kompetisi, bahkan posisi runner-up di Liga Primer Inggris pun dibilang capaian terhormat karena hingga pekan terakhir cuma terpaut satu poin dari sang juara Man City. Mereka ini sesumbar kalau Carlo Ancelotti yang dikata miskin taktik bakal dihabisi oleh Mohamed Salah yang punya misi dendam ke Los Blancos sebagai motivasi ekstra.
Lain lagi bagi penyuka sepakbola efektif, targetnya ialah hasil akhir pertandingan, persetan dengan jalannya pertandingan, entah apakah tim andalannnya tertekan sepanjang pertandingan atau dominan menguasai bola. Mereka cenderung memihak Don Carlo dengan label mental kompetisi eropa pada skuadnya. Hal ini semakin tervalidasi oleh perjalanan dramatis Real Madrid menuju final UCL tahun ini. Lihat saja bagaimana tim-tim segarang PSG, Chelsea, dan kemudian Manchester City sama-sama ngenes di-comeback Karim Benzema dkk di akhir pertandingan.
BACA JUGA: Selain Gus Dur, Ma’ruf Amin Juga Sosok yang Ahli Nganalisis Sepak Bola
Masuk ke jalannya laga final, Liverpool tampak sangat mendominasi permainan di babak pertama. Kalau ngeliat jumlah tendangan dan sundulan ke gawang, mereka jauh lebih unggul, tapi semua itu bisa diberesin oleh Courtois (baca: Kurtoa). Kalau nggak salah hitung nih, ada lima penyelamatan gemilang yang dilakukan kiper asal Belgia ini. Yang paling mendebarkan adalah ketika Sadio Mane cut inside dan nembak ke tiang dekat, tetapi sang kiper berhasil nge-tip sehingga bola kena tiang dan angka kosong-kosong di papan skor tak berubah. Kemudian menit ke-43 Wak Haji Benzema hampir saja bikin Madrid unggul andai golnya tidak dianulir VAR karena posisinya berada di belakang kiper Liverpool saat menerima bola.
Masuk 15 menit babak kedua, tidak disangka dan diduga, Real Madrid justru berhasil unggul atas Liverpool. Berawal dari operan Casemiro ke Valverde disaat Fabinho dan Robertson agak naik keatas, Van Dijk berusaha men-delay tapi sepakan keras Valverde meluncur yang kemudian disambut dengan aksi ciamik dari Vinicius Junior sehingga wonder kid asal Brazil itu sukses menyarangkan bola ke jala Alisson, goolllll Madrid 1 dan Liverpool 0.
Selepas tertinggal, anak asuh Jurgen Klopp mencoba menaikan intensitas serangan. Hal ini membuat Courtois harus jatuh bangun mengeluarkan segala kemampuannya untuk menjaga gawang Real Madrid agar tetap perawan. Aksi demi aksi gemilang dari Courtois ini sukses mempertahankan skor tetap 0-1 sampai peluit tanda akhir pertandingan dibunyikan yang membuat Real Madrid sukses meraih trofi ke-14 mereka di turnamen tertinggi benua biru ini. Courtois pun dinobatkan sebagai pemain terbaik dalam laga ini.
Wes hop! Kita cukupkan ulasan pertandingannya, sekarang kita kembali ke laptop agar tidak dicap clickbait.
Tapi sebelum ke situ, perlu diketahui adanya pembatasan antara “mitos” (mitologi) dengan “takhayul” di tulisan ini. Mitos atau mitologi diartikan sebagai kisah yang memiliki unsur supranatural, umumnya berkaitan dengan kisah-kisah agung. Sedangkan takhayul merupakan kepercayaan dan praktik yang dipercaya mendapat pengaruh supranatural, umumnya berkaitan dengan keberuntungan atau kesialan.
Takhayulnya begini, sebelum pertandingan digelar, terdapat tradisi konferensi pers yang biasanya dihadiri pelatih dan pemain penting (biasanya sang kapten tim). Peran penting dari El Real, Benzema diperkirakan banyak pihak akan hadir, namun nyatanya Benzema menolak untuk hadir.
Bukan tanpa sebab Wak Haji ini nggak mau hadir, dalam liputan Sports Brief, Miguel Angel Diaz, seorang jurnalis Spanyol menjelaskan bahwa Benzema merasa kehadiran dirinya dalam konferensi pers pertandingan penting akan membawa hasil buruk untuk Real Madrid. Seperti yang sudah-sudah, saat leg pertama kontra PSG kemarin Benzema nampak hadir dalam konferensi pers dan hasilnya kekalahan dramatis untuk Real Madrid.
Sepertinya Benzema memang dikenal sebagai pribadi yang cukup percaya kepada takhayul. Misalnya saja perban di tangannya yang terus dipakai di tiap pertandingan meski sudah dinyatakan pulih dari cidera. Perban ditangan dinilai membuat dirinya bermain lebih baik, jarene begitu!
Tapi apa iya orang-orang sono yang sudah berkemajuan masih percaya semacem beginian ? Rasa-rasanya agak tidak mungkin, apalagi sampai percaya hal takhayul semacam itu benaran dapat memberikan pengaruh dalam sebuah pertandingan bola.
BACA JUGA: Masa-masa Indah Tabloid BOLA yang Hancur Digempur Media Digital
Mohon maaf untuk kaum rasionalis nih, saya rasa jawabannya adalah iya. Dalam beberapa laporan studi, disebutkan bahwa praktik takhayul berguna dalam mengurangi kecemasan serta meningkatkan kepercayaan diri. Tentu pada kasus pertandingan penting kayak final Liga Champions ini kerap kali akan membuat gugup para pemain. Untuk itu memakai takhayul akan membantu psikis dan pikiran menjadi tenang hingga akhirnya mampu bermain secara optimal. Hal ini sangat klop sekali dengan Benzema yang didapuk sebagai kapten tim, kepemimpinannya diatas lapangan akan sangat menentukan mental dan semangat teman-temannya agar bermain rileks dan fokus.
Sedikit cocoklogi dengan laga final kemarin, baik Madrid maupun Liverpool pada dasarnya sudah saling tahu karakter bermain satu sama lain. Hanya saja pada laga final kemarin Madrid tampil lebih disiplin dan tidak panik, bahkan Benzema masih sempat gocek bola di area kotak pinalti yang membuat pemain bertahan dan kiper lawan ketar-ketir.
Ketidakhadiran Benzema saat konfrensi pers final Liga Champions kemarin agaknya memang disengaja, itu bertujuan agar Los Blancos bisa memetik hasil yang baik. Mau percaya atau tidak itu terserah, monggo mawon, setidaknya hingga sekarang takhayul Benzema tersebut punya akurasi yang tinggi. Ya nggak?