KOTOMONO.CO – Desa / Kelurahan Noyontaan terkenal dengan salah seorang Habibnya yang sangat karismatik. Tahukah kamu jika Noyontaan dahulunya adalah Kampung Arab di Pekalongan ?
Dahulu hidup seorang pemuka dan penyiar agama berama Ki Ageng Noyontoko. Beliau meupakan penyebar agama Islam yang berasal dari kelompok masyarakat keturunan Arab yang pertama di Pekalongan sekitar abad 18 M. Saat ini sudah ada 4 tingkat generasi MKA (Masyarakat Keturunan Arab) di Kota Pekalongan ini.
Nama kelurahan Noyontaan berasal dari nama Ki Ageng Noyontoko atau biasa dipanggil Ki Gedhe Noyontoko. Noyontaan sendiri merupakan “peleburan istilah” dari nama Ki Ageng Noyontoko ini. Dialah orang yang membabad alas di daerah tersebut sehingga menjadi pemukiman dan pengembang da’wah Islam yang sangat masyur. Kiprah Beliau sangat dikagumi karena berhasil menjadi pelaku akulturasi budaya Arab dan Pribumi di daerah Pekalongan ini. Sehingga orang-orang menyebut daerah yang dibabad beliau sebagai “Noyontaan”.
Baca : Kisah Ki Bahurekso, Adipati Kendal Pertama dan Babat Pekalongan
Maka dari itu, Beliau adalah orang yang dituakan dan dianggap sebagai sesepuh Desa Noyontaan. Kearifan dan keluwesan Beliau sebagai pelaku awal akulturasi budaya Arab dan non-Arab terlihat pada penggunaan nama beliau yang meminjam dari nama yang dikenal dalam bahasa Jawa ( Ki Ageng Noyontoko). Padahal beliau adalah seorang keturunan Arab. Yang biasanya memakai nama-nama orang Arab seperti Umar, Zein, Ahmad, Utsman dan lain-lain. Akan tetapi, beliau justru memilih memakai nama yang dikenal oleh masyarakat non-Arab (Jawa) pada saat itu sebagai bentuk strategi adaptif terhadap masyarakat Jawa khususnya Pekalongan.
Nama panggilan Noyontoko sendiri adalah nama lain dari Semar Bodronoyo , Sesepuh Punakawan dalam cerita Bharata .. Dalam Perang Bharata Yudha Noyontoko mmihak pada Pandhawa , musuhnya Begawan Durna yang memihak Kurawa bersama Patih Sengkuni. Noyontoko adalah Kakak dari Betara Guru yang karena berebut tahta dengan Togog,Tadinya bertiga Tampan dan gagah. Mereka bertaruh, siapa yang bisa ngunthal (memakan) Gunung jamur dialah yang akan menjadi Raja. Togog tidak kuat memakan gunung tersebut sampai mulutnya robek , dan semar sebenarnya bisa tapi nggak bisa keluar lagi makane wetenge gedhe dan ngentutan. Batara Guru yang nggak ikut-ikutan akhirnya yang dapat, Dan Semar dan Togog turun kedunia jadi wong cilik yang disegani.
Artinya Noyontoko disini yang bergelar Ki Gedhe Noyonyoko memakai nama untuk adaptasi dengan panduduk asli setempat dalam wayang dan penyebaran agama islam.
Baca : Wisata Religi : Mengenal Habib Ahmad – Makam Sapuro
Makam Ki Ageng Noyontoko terletak di dalam Gedung Sholawat (Kanzus Sholawat) Gang VII, Jln Dr Wahidin 70 Noyontaan, Kota Pekalongan.
( itu yang dikatakan Habib Salim bin Yahya ).
Sekarang ini para pendatang dari arab sudah tersebar ke wilayah sekitar Noyontaan,seperti Klego,Sugih waras, dan Sampangan.
Intermezzo :
Sebagai masyarakat keturunan Arab, tentunya mereka sering menggunakan bahasa Arab di berbagai kesempatan resmi ataupun tidak resmi. Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan sesama keturunan Arab, kerabat atau teman dekat meski non-Arab yang menguasai BA (Bahasa Arab) . Bahasa Arab dipergunakan dalam pertemuan keluarga klan Arab seperti pertemuan fam alawiyyin (Rabithah Alawiyah), multaqo, rauhah, bahasa pengantar ketika menerima tamu dari Timur Tengah. Di rumah, bahasa dalam transaksi jual beli di toko-toko milik masyarakat keturunan Arab, di masjid, dalam acara upacara adat seperti hajatan,pernikahan, dan acara ritual seperti pembacaan manaqib, ratibul kubro, maulid. Karena adanya pembauran, akulturasi budaya-bahasa dan pendidikan masyarakat tutur di Noyontaan dikatakan bahwa masyarakat tutur tersebut bukanlah masyarakat yang berbicara dengan satu bahasa saja, melainkan suatu masyarakat yang berbicara dengan beberapa bahasa diantaranya bahasa Arab, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa.
Baca : Fort Peccalongan, Benteng Tua Milik Kota Pekalongan
Bahasa Arab yang digunakan oleh masyarakat tutur tersebut juga beragam, ada bahasa Arab ragam fusha (H) dan bahasa Arab ragam ammiyah (L). Mereka juga menggunakan berbagai ragam bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa dikenal beberapa ragam bahasa. ragam bahasa Jawa dibedakan atas empat ragam, yaitu: (1) ngoko, (2) ngoko alus, (3) krama,(4) krama alus. Pada masyarakat tutur di Noyontaan, Kota Pekalongan, keempat ragam bahasa tersebut juga digunakan. Pemilihan ragam bahasa tersebut disesuaikan dengan situasi dan lawan tutur. Keragaman bahasa yang digunakan tersebut disamping memang sengaja dilakukan untuk maksud tertentu juga disebabkan masyarakat tutur di Noyontaan, Kota Pekalongan adalah masyarakat yang bilingual/ multilingual. Secara sosiolinguistik, secara umum penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara Kondisi ragam bahasa ini bahkan multilingual tidak terhindarkan melihat pergaulan mereka dengan etnis, suku lain yang ada di Pekalongan.
Apalagi letak Pekalongan yang berada di jalur utama Pantura Jawa, memungkinkan bahasa-bahasa yang berada di sekitarnya masuk dan berkembang. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, sebagai alat komunikasi tetangga, dan masyarakat etnis Jawa yang tinggal di Noyontaan Kota Pekalongan. Di pasar, di masjid, di pertokoan. Kadang bahasa Jawa juga dipakai sebagai bahasa pengantar. Begitupun Bahasa Indonesia juga dipakai oleh masyarakat keturunan Arab untuk berkomunikasi sehari-hari di lingkungan keluarga, tetangga, dan masyarakat. Baik dalam situasi resmi maupun tak resmi.
Demikianlah cerita dari asal-usul nama Desa Noyontaan Kota Pekalongan. Mungkin ada yang masih punya cerita lainnya, monggo di share disini untuk berdiskusi. Sedulur juga bisa membaca Versi lain dari cerita penamaan Noyontaan pada tulisan Sejarah Asal-usul Kelurahan Noyontaan.
Sumber dari : Unung Trusto Widodo .