Kotomono.co – Memiliki sungai yang bersih dan tidak mendatangkan penyakit ibarat keinginan semu yang boleh jadi akan sulit terwujud bagi masyarakat Bumirejo, Kota Pekalongan. Sungai yang seharusnya nadi kehidupan masyarakat, justru menjadi masalah baru. Sungai Bumirejo yang lebarnya paling-paling tiga meter itu saja kini sudah tercemar. Warnanya tak lagi jernih. Jangankan bening seperti kaca, warna Sungai Bumirejo bahkan tak bisa disebut berwarna cokelat.
Ketika tim Kotomono menyusurinya, sungai ini sudah berwarna hitam dan kemerah-merahan. Kondisi sungai semacam ini sungguh memprihatinkan. Tentu bagi warga setempat, mereka tidak bisa tenang dengan keadaan sungai yang semacam itu. Terlebih, selain warna airnya yang sudah sangat berbeda dari sungai kebanyakan, permukaan Sungai Bumirejo juga dipenuhi dengan sampah dan eceng gondok. Ujungnya Sungai Bumirejo pun menimbulkan bau busuk yang menyengat.
Masyarakat pun mesti terkena getahnya. Sungai yang kotor, dipenuhi sampah, dan berwarna tak semestinya adalah rumah yang nyaman bagi nyamuk. Tak ayal jika pada akhirnya para nyamuk bertelur di sana. Jentik-jentiknya bahkan bisa kita lihat tanpa menggunakan teropong maupun teleskop.
Parahnya lagi, selain permukaan sungainya yang kotor, bantaran Sungai Bumirejo juga dipenuhi dengan rumput yang panjang-panjang. Ini akan menambah kesan buruk dari sungai itu. Tidak hanya kesan buruk, tapi penyakit tidak akan sulit menjangkiti masyarakat sekitar.
Tak sedikit masyarakat sekitar yang mengeluhkan kondisi itu. Banyak dari mereka bahkan mengeluh gatal-gatal dan bentol-bentol akibat sungai yang tercemar. Tentu bukan karena mereka berenang di sungai, melainkan karena banyaknya nyamuk.
Ulah Masyarakat Sendiri
Sungai tidak bisa kotor dengan sendirinya. Ia tidak mungkin mencemari dirinya sendiri. Pasti ada pihak lain yang mengotori sungai. Dan ironisnya, pihak lain itu adalah masyarakat itu sendiri. Tokoh masyarakat setempat, Aji Suryo mengatakan, masyarakat Bumirejo masih abai terhadap kebersihan lingkungan. Membuang sampah ke sungai bagi masyarakat Bumirejo, menurutnya, sudah menjadi semacam kebiasaan yang membudaya.
Selain itu, Suryo menambahkan, hadirnya usaha tekstil yang ada di sekitar Sungai Bumirejo juga turut memberi sumbangsih pencemaran. Limbah dari pabrik-pabrik tekstil itu bahkan mempengaruhi kadar air di Sungai Bumirejo. Sudah berhenti sampai di sini? Tentu saja belum.
Suryo menduga, pencemaran Sungai Bumirejo juga ada peran dari pedagang kaki lima (PKL) di sekitar. Mereka, kata Suryo, acap kali tidak memerhatikan sampahnya. Tak sedikit dari pedagang kaki lima seenak jidat membuang sampahnya ke sungai.

Edukasi Minim dan Regulasi Tidak Tegas
Minimnya edukasi terhadap masyarakat disinyalir juga menjadi faktornya mengapa masyarakat tak kunjung sadar akan kebersihan sungai. Namun, memang problemnya tidak mungkin bisa berhenti begitu saja ketika edukasi sudah digencarkan. Sebab pemerintah setempat juga terkesan tidak tegas dalam mengambil tindakan.
Misal, kurangnya sanksi yang menimbulkan efek jera pada pembuang sampah ke sungai. Ketidaktegasan dalam menangani limbah tekstil juga menjadi faktornya. Menurut Suryo, pemerintah setempat, dalam hal ini Kelurahan Bumirejo (kini menjadi Pringrejo) tidak tanggap menangani masalah ini.
Menurutnya, industri-industri batik di sekitar Bumirejo sulit dikendalikan. Hal itulah yang membikin kerusakan air di Sungai Bumirejo cukup signifikan. Penyebabnya tentu limbah yang tidak terkontrol dan tidak ditangani dengan baik. Menanggapi hal itu, Lurah Pringrejo, Rochman Hidayat berdalih bahwa pihaknya sudah berupaya maksimal menangani pencemaran sungai.
Oh ya, seperti diketahui Bumirejo sendiri kini tidak berdiri sebagai kelurahan tersendiri. Ia bergabung dengan Tegalrejo dan Pringlangu membentuk satu kelurahan, yakni Kelurahan Pringrejo. Jadi Sungai Bumirejo yang sedang kita bicarakan ini sudah menjadi wewenang Kelurahan Pringrejo.
BACA JUGA: Pasar Jajan Gratis Bumirejo, Tradisi Merdeka Bahagia!
Kembali ke tanggapan Lurah Pringrejo. Menurut Rochman, pihaknya tidak bisa bekerja sendiri untuk mengatasi sungai yang kotor. Lebih lanjut ia mengatakan perlu bekerja sama dengan dinas terkait untuk menyelesaikan hal ini. “Memang begitu prosedurnya,” ujar Rochman.
Menurutnya, pihak kelurahan atau desa hanyalah memiliki tugas untuk menampung aspirasi dari warganya. Semua tindakan lebih lanjut, pusat dalam hal ini dinas terkait yang menentukan. “Jadi, jangan salahkan pemerintah terus. Kelurahan sudah ada monitoring, tapi kalau tidak didukung warganya, semua sia-sia,” lanjut Rochman.
Soal banyaknya nyamuk, Rochman mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan fogging. Perkara itu mempan atau tidak untuk membunuh nyamuk, kelurahan tidak bisa memastikan hal tersebut. Apa yang dikatakan Rochman perlu ada dukungan pula dari warga setempat, itu sebenarnya juga sudah dilakukan.

Upaya Warga
Lewat keterangan Aji Suryo, warga sudah berupaya untuk menggelar kerja bakti membersihkan sungai. Dari pihak warga juga mempunyai rencana untuk menebar jaring di setiap gang yang dilintasi Sungai Bumirejo. Jadi, sampahnya bisa dibersihkan secara efisien. “Akan tetapi karena terkendala alat jadi cuma ala kadarnya saja,” terang Aji Suryo.
BACA JUGA: Mbah Warijah, Arsitek Desa Rowoyoso yang Ditipu Kompeni
Kerja bakti pun hanya dilakukan dengan alat seadanya seperti cangkul dan clurit, alih-alih memakai eskavator. Namun begitu, Suryo juga tidak menampik bahwa dari warga juga kurang aktif dan kurang bergairah ketika diadakan kerja bakti.
Pencemaran Sungai Bumirejo akan menjadi benang kusut yang sulit terurai. Selama tidak ada sinergi dari semua pihak dan ketegasan dari pemerintah dalam menegakkan aturan yang ada, maka cita-cita untuk mempunyai sungai yang bersih hanya sebatas angan. (*)
View this post on Instagram
Reporter : Agung Prasetiyo, Satria Putra
Editor : Muhammad Arsyad