KOTOMONO.CO – Hari ini, para bajingan dari seluruh penjuru dunia berkumpul. Mereka menghadiri Konferensi Bajingan Dunia. Salah satu yang menjadi topik utama dalam konferensi ini adalah Reaktualisasi Bajingan di Era Revolusi Industri 4.0.
Dalam sidang pleno yang pertama, perwakilan para bajingan dari berbagai negara sama-sama mengusulkan beberapa poin penting untuk dibahas dalam sidang-sidang komisi. Mereka berpandangan, kedudukan para bajingan ini perlu diperjelas dan dipertegas lagi. Perlu ada bukti fisik. Apakah seseorang itu layak atau tidak disebut bajingan.
Juga diusulkan, mengenai legitimasi kelembagaan para bajingan di tiap-tiap negara. Dengan kata lain, ada standardisasi yang berlaku menyeluruh bagi seluruh lembaga, hingga tingkat lokal.
Lalu, muncullah perdebatan seru di antara mereka. Ada yang berpandangan legalitas yang terlalu formal itu tidak perlu. Sebab, itu akan membelenggu kebebasan para bajingan untuk melakukan berbagai aksi. Apalagi dengan mempertimbangkan aspek lokalitas tiap daerah yang sudah barang tentu berbeda-beda.
“Secara geografis, perbedaan ini sangatlah mencolok. Bayangkan saja, di daerah kami, yang masih satu kawasan saja, memiliki kondisi alam yang amat berbeda. Corak kehidupan masyarakatnya pun berbeda-beda. Cara berpikir, kebiasaan, dan perilakunya pun tidak bisa disamakan. Kalau usulan ini dipaksakan, maka wajar bagi kami untuk mempertanyakan, siapa yang diuntungkan atas usulan ini jika usulan ini disetujui oleh forum terhormat ini?” kata seorang duta bajingan dari negara seberang.
Ucapan itu pun segera mendapatkan protes keras dari duta bajingan lainnya. Dengan lantang ia berkata, “Heh Bung! Mengapa pandangan Anda terlalu mencurigai? Kita sama-sama bajingan, semestinya tidak menaruh rasa curiga di antara sesama. Kalau yang Anda pikirkan soal siapa yang diuntungkan, itu artinya sudah tidak ada kepercayaan lagi atas forum ini! Lalu, apa gunanya kita adakan konferensi ini? Saya kira, akan lebih baik forum ini kita bubarkan saja. Kita kembali ke aturan main masing-masing. Kalau memang kita harus bertarung, ya bertarung saja! Bagaimana saudara-saudara?”
Seketika sorak-sorai para bajingan pun memenuhi ruangan konferensi. Aku hanya terdiam menyaksikan itu. Maklum, aku masih yunior soal bajingan.
“Tahan! Tahan emosi! Ini forum terhormat! Ini forum yang mulia! Jadi, hormatilah pimpinan sidang! Tidak bisa kita ambil jalan sendiri-sendiri begini! Cukup!” seru salah seorang pimpinan sidang.
Aku menyaksikan dari jauh, Iblis, rektor kampus tempatku kuliah duduk santai saja. Sepertinya, ia benar-benar menikmati pertarungan gagasan itu. Ia tak langsung menanggapi apa yang terjadi.
Baiklah! Kita beri kesempatan pada Tuan Iblis. Barangkali Tuan punya pemikiran yang bisa menyejukkan bagi kami, para bajingan ini, Tuan?” pinta pimpinan sidang.
Iblis berdiri. Menuju podium. Lalu, berkata, “Sudah kubilang, jadi bajingan ya bajingan saja. Tak perlulah kalian buang-buang energi dan menghambur-hamburkan anggaran untuk membikin acara beginian. Apa yang kalian perdebatkan pun bukan soal yang esensi. Bukan soal yang inti. Mau ada atau tidak ada standardisasi.
Mau ada atau tidak legitimasi kelembagaan khusus, itu semua tidak penting! Bajingan itu mesti cair. Melembaga ke dalam masyarakat. Bukan mengeksklusifkan diri. Saran saya, ini konferensi cukuplah jadi ajang pesta saja. Ajang reunian para bajingan. Asal kalian tahu saja, di luar sana banyak bajingan asal-asalan, bajingan palsu, bajingan tanggung, yang sudah tentu perlu kita pelihara.
Sebab, keberadaan mereka, kita perlukan untuk melanggengkan kedudukan kita di sini. Mereka itulah perisai bagi kita. Saya pikir, akan lebih baik jika kita membuat semacam donasi buat mereka yang telah berjasa bagi kita. Kalau bukan karena mereka, para bajingan nanggung itu yang berurusan dengan hukum, kita bisa celaka! Bisa yang kena hukum! Dan fatal bagi seorang bajingan jika ia sampai kena dan berurusan dengan hukum! Tidak! Bajingan tidak boleh kena hukum!”
Pidato singkat itu segera disambut tepuk tangan para hadirin. Meriah! Lantas, tak lagi terdengar orang berdebat.
“Sudah! Setel musiknya! Kita pesta!”
[button color=”blue” size=”small” link=”https://kotomono.co/cerita-mini-berseri-chapter-7-negeri-para-bajingan-oleh-ribut-achwandi/” icon=”” target=”false”]Chapter 7[/button]