Malam itu, kami berempat sama-sama nggak tahu bagaimana awalnya kenapa tiba-tiba obrolan kami jadi serba konyol. Kami nggosipin para jin, hingga bagi kami keberadaan makhluk gaib yang serba serem itu benar-benar kehilangan kewibawaannya. Bukan maksud kami merendahkan harkat martabat mereka sebagai sosok astral yang serba horor. Tetapi, dari obrolan malam itu kami justru menangkap dan sama-sama mengungkap kelucuan-kelucuan mereka. Mungkin sebenarnya juga kelucuan reaksi kebanyakan orang yang kerap ditampilin di film-film horor atau tayangan televisi, yang menggambarkan seolah-olah kalau ketemu mereka itu kita bisa lemas tanpa daya dan nggak bisa melawan.
Awalnya, obrolan kami menyoal peluang bisnis baru yang kira-kira belum pernah digarap sama para CEO. Yaitu, bisnis dukun online. Ya, macam aplikasi jasa penyedia layanan ojek itu. Cuma ini objeknya bukan ojek, tapi dukun. Ada dukun santet, dukun pesugihan, dukun bayi, dukun penolak santet dan lain-lain.
Nah, mulailah obrolan itu berkembang dan menemukan arah yang makin ramai. Bisnis yang mungkin akan direalisasikan oleh entah siapa itu nggak cuma menyediakan layanan jasa perdukunan. Tetapi juga menyediakan layanan jualan online barang-barang yang diperlukan sebagai sarana kerja jasa perdukunan. Aneka bunga, menyan, arang, minyak wangi, juga bahan-bahan lain yang diperlukan.
Lewat bisnis itu, kami menghayalkan bahwa para pengguna jasa perdukunan dan para dukun juga para penyedia bahan-bahan komoditas yang diperlukan dunia perdukunan jadi dimudahkan. Mereka nggak perlu repot-repot mencari barang yang diperlukan, dukun yang dibutuhkan, juga tak repot bagi para dukun cari pengguna jasa mereka. Semua termuat dalam satu aplikasi itu.
Tidak hanya itu, kami mengandaikan pula bahwa dalam aplikasi itu akan dibuat klasifikasi para dukun berdasarkan keampuhan ilmunya, bidang spesialisasinya, juga jam terbangnya. Tentu, tiap dukun punya tarif yang beda-beda.
Kami juga ngayalin kalau nanti dukun-dukun ini diuji kelayakannya, agar bisa naik grade. Ya, semacam sertifikasi dukunlah. Dengan sertifikasi itu, para dukun diklasifikasikan ke dalam kelas VVIP, VIP, Eksekutif, Bisnis, dan Ekonomi. Kelas ini yang nantinya akan mempengaruhi tarif mereka. Tetapi, kelas itu nggak matok. Alias bisa di-upgrade. Tetep, akan dilakukan evaluasi, didasarkan hasil Laporan Kerja Dukun tahunan serta uji kelayakan.
Nggak cuma itu, di aplikasi khayalan kami juga akan dimunculkan foto para dukun ini dengan mengenakan setelan jas yang perlente. Tampilan mereka harus termordernisasi. Mengikuti perkembangan zaman. Tujuannya, agar kesan seram itu hilang dan tampak elegan. Tampak lebih bersih dan terhormat. Bahkan, jika perlu kami seragami pakai jas warna yang sama dan dasi yang sama. Dengan tempelan emblem nama aplikasi yang kami khayalkan, MBAHKU.
Di tengah obrolan yang makin konyol itu, salah seorang dari kami lantas mengajukan usul. Yaitu, tentang penambahan fitur pada aplikasi yang sedang kami khayalkan itu untuk menyediakan layanan pesan antar jin atau jual-beli jin. Boleh juga tukar-tambah.
Usulan itu sontak membuat kami makin ngakak. Kami saling menimpal. Salah satu kelakar yang muncul, jin-jin itu kami jadikan tenaga kerja out sourching-an. Olala! Kami akan membuka lowongan kerja bagi para jin. Ya, supaya nggak ada yang menganggur. Nggak tega juga melihat para jin itu menganggur.
Tiba-tiba, kami mengkhayalkan pula, bagaimana jika kemudian para jin ini melakukan aksi demo menolak outsourching? Karena menurut mereka itu merendahkan harkat martabat mereka. Wah bisa morak-marik perusahaan online kami.
Nah, ini perlu diantisipasi. Perlu adanya upaya tipu daya. Yang jelas, kami sebagai penggagas aplikasi khayalan itu nggak mau dong dibikin rugi gara-gara ulah para jin itu. Masa manusia kalah sama jin. Manusia kudu lebih pinter menipu dari para jin. Percuma dong kami disekolahkan sampai bergelar-gelar, kalahnya kok sama jin.
Salah seorang dari kami lantas berseloroh, bagaimana jika yang protes nggak cuma jin, tapi juga para dukun? Kami lantas diam. Jangan-jangan obrolan kami juga sedang dikupingin sama jin-jinnya para dukun. Blaik!
Tapi tentu, niat kami baik. Setidaknya memberi kemudahan dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia. Kalau memang nggak diterima ya nggak apa-apa. Namanya juga masih dalam khayalan belaka.