KOTOMONO.CO – Siapa sih yang nggak kenal SMANSA alias SMA Negeri 1 Kota Pekalongan? Sudah pasti, orang se-Pekalongan pada tahu tuh SMANSA. Apalagi sekolah ini pernah menggondol prestasi beken, dapet peringkat pertama untuk perolehan nilai UN terbaik se-Jawa Tengah. So, banggalah jadi orang Pekalongan karena punya sekolah beken di tengah kota.
Tapi, di balik kebekenan nama SMANSA, rupanya ada kisah klasik yang suka mengusik loh. Tanya aja sama anak-anak SMANSA atau para alumninya yang sekarang tergabung dalam ASKARLO (Alumni Sekolah Kartini / SMA Negeri 1). Di sekolah mereka kadang muncul kejadian-kejadian yang sempet bikin bulu kuduk tegak berdiri, baris-berbaris kayak pasukan tentara yang lagi santai ria eh tiba-tiba kedatangan seorang komandan pasukan. Nah, penasaran kan? Kok bisa ya di sekolah sebeken itu masih ada juga kisah klasik penuh mistiknya?
Gini nih ceritanya. Orang-orang dulu kalau nyebut SMANSA itu dengan sebutan Sekolah Kartini. Soalnya letak bangunan sekolah berada di kawasan jalan Kartini. Kebetulan juga di depan SMANSA, tepatnya SMP Negeri 6 Pekalongan, dulu juga Sekolah Kartini. Jadi, sebenarnya sebutan Sekolah Kartini yang pas itu ya buat SMP 6, bukan SMANSA. Tapi, lidah kadung keseleo dan lupa dipijat jadilah keseleo lidah itu kebiasaan menahun. Mau dilurusin takut malah jadi sakit lidahnya. So, ya begitu deh!
Baca juga : Jejak Perjuangan Otto Iskandardinata di SMPN 6 Pekalongan (1924 – 1928)
Asal tahu saja nih ya, dulu SMANSA itu Sekolah Tionghoa. Namanya Chung Hwa Chung Hwie. Sekolah ini didirikan oleh Yayasan Masyarakat Tionghoa di Pekalongan. Saat itu orang-orang Tionghoa memang sedang gencar-gencarnya memajukan diri. Berupaya memodernkan diri tanpa harus menjiplak gaya orang-orang Barat. Apalagi kalau ingat perlakuan yang nggak adil dari Kompeni Belanda. Mereka, sekalipun tergolong masyarakat kelas dua, rupanya tidak bisa mengenyam pendidikan yang didirikan oleh Kompeni Belanda. Alhasil, mereka berusaha sekuat tenaga untuk membangun sistem pendidikan sendiri. Membangun sekolah-sekolah untuk kalangan mereka sendiri dengan menerapkan kurikulum Jepang pasca Restorasi Meiji. Dengan kata lain, Jepang menjadi inspirasi mereka dalam membangun sistem pendidikan mereka.

Singkat kisah, sekolah yang didirikan oleh Yayasan Masyarakat Tionghoa ini sempat mengalami kejadian yang kurang sedap untuk diingat. Tahun 1952, bangunan sekolah megah itu roboh. Tak ada yang tahu apa penyebabnya. Korban berjatuhan. Terutama para siswa dan guru. Dari kisah ini, lalu muncullah kesan seram tentang bangunan sekolah tua ini.
Ada yang bilang, pernah mendengar suara gemuruh seperti bangunan roboh. Ada juga yang bilang kalau pernah mendengar suara teriakan orang minta tolong. Itu dikatakan oleh beberapa siswa SMA N 1 yang sempat bikin kegiatan sekolah.
Setelah peristiwa naas itu, Baperki atawa Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia mengambil alih pengelolaan sekolah “Chung Hwa Chung Hwie”. Gedung sekolah didirikan lagi. Pengurusannya dikelola oleh Baperki. Sayang, pasca tragedi 30 September 1965, Baperki dibubarkan oleh Pemerintah Orde Baru. Organisasi yang mengurusi masyarakat etnik Tionghoa ini diberi stempel oleh Pemerintah Orba sebagai organisasi underbow-nya Partai Komunis Indonesia. Sejumlah pengurusnya ditangkap dan dipenjarakan tanpa ada pengadilan. Baperki pun bubar. Seluruh aset milik organisasi disita, termasuk sekolah yang mereka bangun itu.
Ujung dari penyitaan aset milik Baperki itu, kepengurusan sekaligus pengelolaan sekolah diambil alih Pemerintah Daerah. Mula-mula gedung sekolah itu dikosongkan. Tetapi, karena rupanya ada kebutuhan mendesak, gedung sekolah sitaan itu ditempatkan sebagai gedung SMA Negeri Pekalongan. Pada bulan Mei 1966, SMA Negeri satu-satunya di kota Pekalongan ini boyongan dari gedung asalnya, yaitu gedung darurat di Jalan Merak, menuju ke gedung sekolah barunya, yaitu di eks-Sekolah Tionghoa ini.
Wah benar-benar mentereng deh kayaknya. Bayangin aja, di Kota Pekalongan waktu itu punya SMA Negeri cuma satu-satunya. Keren kan? So, kala itu belum ada nama SMA Negeri 1. Apalagi SMANSA. Belum dikenal. Penyebutan nama SMA Negeri 1 itu baru berlaku setelah Pemerintah Daerah Kotamadya Pekalongan mendirikan SMA Negeri yang baru. Tepatnya pada tahun 1984/1985. SMA Negeri yang baru ini kemudian diberi nama SMA Negeri 2. Otomatis, karena ada yang kedua jadilah SMA yang lama dinamai pula SMA Negeri 1.

FYI, gedung darurat yang dulu ditempati SMA Negeri di Jalan Merak dikenal juga dengan nama “SMA Gedeg”. Gedung itu cuma digunakan untuk kegiatan belajar mengajar anak-anak kelas tiga. Sementara yang kelas dua menempati bangunan di sebelah Gedung Societet (orang Pekalongan biasa menyebutnya “Susitet” atau sekarang GOR Jatayu). Sedang kelas satunya menempati bangunan baru di tengah sawah dekat jalan Bahagia. Lokasinya kira-kira ada di sebelah barat Kolam Renang Tirta Sari.
Bisa dibayangkan betapa rempongnya anak-anak dulu sekolah. Gedungnya mencar-mencar. Pindah kelas, pindah lokasi. Tapi kira-kira dulu ada siswa yang minta shareloc ke kakak kelasnya nggak ya?
Setelah semua dipindahkan ke satu lokasi, yaitu di Jalan Kartini, bangunan bekas “SMA Gedeg” diperuntukkan SMP Negeri 3 Pekalongan yang sebelumnya beralamat di Tirto. Sedang bangunan bekas kelas II dikembalikan ke pemda. Sementara yang di tengah sawah diberikan kepada SMOA (Sekolah Menengah Olahraga Atas). Sayang, jenis penjurusan sekolah ini sudah nggak ada sekarang. Kalau ada, pasti banyak yang minat deh.
SMA Negeri Pekalongan berubah menjadi SMA 1 Pekalongan pada tahun 1981 seiring dengan didirikannya SMA 2 Pekalongan di jalan Kusuma Bangsa. Pada Tahun 1991 SMA 1 Pekalongan diubah namanya menjdi SMA Negeri 1 Pekalongan. Dengan berlakunya kurikulum 1994 nama SMA berganti menjadi SMU, maka pada tahun 1994 itu pula SMA Negeri 1 Pekalongan menjadi SMU Negeri 1 Pekalongan, sampai tahun 2006. Pada tahun 2006, SMU Negeri 1 Pekalongan berubah lagi menjadi SMA Negeri 1 Pekalongan sampai sekarang.
Baca juga : Sejarah SMP N 13 Pekalongan (HOLLAND AMBACHTSHOOL)
Selama ini, SMA Negeri 1 Pekalongan telah menggunakan beberapa kurikulum, mulai Kurikulum 1974, kemudian Kurikulum 1994, selanjutnya Kurikulum 2004 atau KBK dan terakhir SMA Negeri 1 Pekalongan melaksanakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) mulai tahun pelajaran 2009/2010 sehingga dikenal dengan nama Kartini International School.
Setiap sekolahan pasti punya cerita sejarah dan rumor-rumor menyeramkan masing-masing yang menarik untuk diulik dan menjadi bahan cerita anak cucu. Seperti SMA Negeri 1 Pekalongan ini, ternyata selain mempunyai sejarah yang panjang, cerita horornya pun sangat lengkap menyertainya. Tetapi pokoknya kamu harus bangga menjadi Alumni sekolah ini ya lhur.