KOTOMONO.CO – Dalam film-film DC sebelumnya, jati diri sosok Joker yang menjadi musuh bebuyutan Batman tak pernah digamblangkan. Siapa dia? Darimana asalnya? Dan bagaimana awalnya ia menjadi musuh Batman? Sepertinya menjadi pertanyaan yang sengaja digantung.
Meski begitu, beberapa penonton film-film DC tak merasa terganggu dengan pertanyaan itu. Mereka cukup bisa menikmati tontonan itu dan terpukau oleh alur cerita yang disampaikan dalam beberapa sekuel film Batman. Kehadiran Joker sebagai musuh Batman cukup mampu menghipnotis sebagian penonton, hingga mereka dibuat tak sadar pentingnya pertanyaan-pertanyaan itu.
Barulah pada 2 Oktober 2019, lewat film yang dibesut oleh Todd Philips, semua mata penonton mendadak terbelalak. Film ini seolah memecah kode misteri tentang sosok Joker. Menyingkap tabir gelap yang selama ini melingkupi kehidupan sosok fiksi Joker serta awal masalah kota Gotham.
Sontak, kemunculan film Joker menyedot perhatian besar. Penyebutan nama Joker sebagai tokoh utama dalam film itu membuat sebagian penonton merasa perlu menuntaskan rasa penasaran mereka. Apalagi bagi mereka yang menggemari serial novel grafis DC.
Dalam salah satu serialnya, pada bulan Maret 1988, novel grafis DC menerbitkan The Killing Joke. Lewat serial ini, Alan More (penulis cerita) dan Brian Bolland (ilustrator) menampilkan kisah asal mula Joker yang disajikan melalui kilas balik. Namun, oleh Todd Philips, film yang disutradarainya itu dikatakannya sangat berbeda dengan novel grafis terbitan DC itu. Ia bahkan menyatakan tidak memiliki kaitan apapun dengan novel grafis DC peraih Eisner Award 1989 itu.
Hal ini dibuktikan lewat penyajikan kisah Joker dengan plot dan perspektif yang berbeda. Sehingga penonton dapat lebih mengerti perkembangan karakter pada pemeran utama yang menjadikannya seorang Joker.
Film ini mengambil latar tahun 1981, sebelum Arthur Fleck menjadi seorang Joker. Arthur yang merupakan seorang badut di usia 40 tahun tinggal bersama ibunya, Penny di kota Gotham. Arthur Fleck yang diperankan oleh Joaquin Phoenix menjalani hidup yang sepi dalam kegaduhan Gotham. Tanpa sosok ayah, kehidupan Arthur dipenuhi konflik yang tragis dan ironis dengan kondisi kesehatan mental yang tidak stabil.
Di tengah kekacauan kota Gotham; orang jahat berkeliaran, perbedaan si miskin dan si kaya, dan kekecewaan terhadap pemerintah. Arthur Fleck yang tumbuh dari masyarakat kalangan bawah harus menelan kegagalan demi kegagalan. Ia merasa tak pernah mendapatkan kesempatan gemilang untuk menjadi seorang komedian stand up. Sampai pada akhirnya, ia menderita pseudobulbar affect yang membuat ia tertawa di luar kendali. Meski begitu Arthur harus tetap berjuang merawat ibunya sendirian di sebuah apartemen tua.

Cara Todd Philips menyuguhkan persepsi kehidupan Arthur yang sepi dan sengsara, benar-benar membuat saya sebagai penonton ikut iba pada tokoh Arthur. Tidak hanya mendapat perlakuan buruk dan diolok-olok oleh orang lain, tetapi ia juga mendapat tekanan oleh ibunya. Ketika ia menemukan fakta bahwa dia diadopsi oleh Penny Fleck dan mendapat perlakuan kasar saat masih kanak-kanak, terutama trauma kepala yang serius yang mengakibatkan tawa patologisnya.
Segala tekanan; kekerasan fisik, penolakan, cibiran, manipulasi yang secara terus-menerus dialami oleh Arthur membuat luka jiwanya semakin dalam. Akhirnya pembunuhan dan chaos yang disebabkan olehnya menjadi sebuah katarsis, gerbang pengobatannya. Sehingga Arthur Fleck secara sempurna berubah menjadi sosok Joker yang bengis.
BACA JUGA: Rekomendasi Film Korea yang Cocok Dinikmati di Akhir Pekan
Secara keseluruhan, film Joker tidak menyuguhkan beragam adegan aksi yang seru, tetapi lebih berfokus pada drama kehidupan masyarakat Gotham dengan situasinya yang tidak kondusif. Kehidupan Arthur Fleck yang begitu berat dan konflik yang begitu realistis menjadi salah satu kunci pembangunan karakter dan suasana kelam hingga akhir cerita. Sehingga penonton dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh Arthur Fleck.
Mengapa Film ini sangat layak untuk ditonton?
Film Joker menyuguhkan cerita yang related dengan kehidupan. Ia memperlihatkan pada kita bagaimana perlakuan yang diterima oleh masyarakat kalangan bawah yang mengidap gangguan mental. Meski tidak semua orang memperlakukan hal serupa terhadap mereka. Namun dengan menonton film ini, kita dapat merefleksikan diri kita dan lebih peka pada lingkungan sekitar. Tak hanya itu, melalui film ini membuat kita lebih peduli lagi dengan isu kesehatan mental.
Akting yang totalitas dari Joaquin Phoenix membuat film ini meraih keberhasilan yang maksimal. Plot yang sempurna dan pengembangan karakter yang sangat apik benar-benar menyihir para penonton untuk ikut merasakan perjalanan Arthur Fleck berubah menjadi sosok Joker. Saking totalitasnya, Joaquin mengakui bahwa ia menurunkan berat badannya hingga 23 kg agar sesuai dengan peran yang diambilnya. Joaquin berhasil menyampaikan perannya sebagai seorang yang tengah berjuang menghadapi masalah kesehatan mental dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung lewat kepiawaiannya dalam berakting.
BACA JUGA: Nonton Film Flipped Berasa Baca Novelnya
Film yang menggambarkan perilaku psycho dan mental yang tidak stabil ini diyakini dapat mempengaruhi pemikiran penonton. Oleh karena itu, film ini sebaiknya tidak ditonton oleh anak-anak tanpa pengawasan dan bimbingan orang tua. Perlakuan negatif yang digambarkan oleh tokoh Joker sendiri dengan kepribadian Namun poin penting yang dapat diambil hikmahnya dari film ini adalah perlakuan kita terhadap siapapun dapat mempengaruhi kehidupan siapa saja. Melalui film ini, setidaknya kita tersadar bagaimana dampak yang dapat disebabkan oleh perilaku semena-mena terhadap seseorang dan membuat kita harus merasa lebih berempati lagi pada orang lain.