KOTOMONO.CO – Siang itu, atas undangan kampus STMIK Widya Pratama, Pekalongan, saya mendatangi kampus. Tak menunggu terlalu lama, sesampai di parkiran, Mas Reza yang dosen STMIK Widya Pratama segera menyambut kehadiran saya. Kemudian mengantarkan saya ke salah satu ruangan yang disiapkan untuk menyelenggarakan Kelas Modul Nusantara Online.
Di ruang itu pihak kampus menyediakan seperangkat komputer untuk saya gunakan dalam kelas online itu. Saya memang sengaja datang ke kampus karena saya sudah lama banget tak mengunjungi kampus STMIK Widya Pratama. Dulu, beberapa kali saya sempat datang ke sana dan bercengkerama dengan mahasiswa aktivis UKM Seni Patriot. Tetapi, itu sudah lumayan lama.
Singkat cerita, setelah saya berada di dalam ruangan itu, kelas Modul Nusantara langsung digelar. Mas Reza yang membuka pertemuan itu. Beliau menyampaikan beberapa poin penting dalam penyelenggaraan Kelas Modul Nusantara ini, disusul dengan paparan mengenai curriculum vitae saya. Kemudian segera mempersilakan saya untuk menyampaikan materi.
Waktu yang disediakan, saya maksimalkan untuk menyampaikan materi. Dimulai dari selayang pandang tentang Pekalongan, hingga pada golnya menjelaskan event tahunan Pawai Pajang Jimat yang diselenggarakan Kanzus Sholawat tiap bulan Maulid. Karena memang, saya dijatah untuk menjelaskan itu.
Tetapi, sebelum ke topik utama, saya ungkap dulu bagaimana karakter budaya Pekalongan; kronik-kronik sejarahnya; tokoh-tokoh local heronya; sampai pada jalinan antara semua hal yang berkenaan dengan Pekalongan. Dari sana, lantas saya mencoba mengusung kaitan antara sejarah itu dengan penyelenggaraan Pawai Pajang Jimat.
Sambil memberikan penjelasan, saya melihat, wajah para peserta Kelas Modul Nusantara ini begitu tekun mengikuti. Mereka tampak antusias. Bahkan saat sesi tanya-jawab digelar, mereka tak sabar untuk berebut kesempatan bertanya.

Salah satu pertanyaan yang menggelitik saya disampaikan oleh Rifki, mahasiswa asal Kalimantan Timur. Pertanyaannya menyoal sebuah tarian yang secara tradisional diyakini bisa menjadi semacam terapi kesehatan. Katanya, tarian semacam itu biasanya menggunakan bantuan jin.
BACA JUGA: Kisah Asal-usul Kesenian Sintren Pekalongan
Menjawab pertanyaan itu, saya kemudian mengajak Rifki untuk melihat fakta semacam itu dalam cara pandang pelaku seni tradisi. Mengapa itu saya lakukan? Agar ia bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi pihak yang dianggap melakukan suatu kesalahan. Tentu, tidak nyaman. Selain itu, agar ia juga memahami bagaimana cara yang tepat untuk menyikapi fenomena kebudayaan yang demikian.
Saya katakan, apa yang dilakukan dalam tradisi semacam itu boleh jadi sebenarnya sebuah usaha manusia untuk mendayagunakan elemen-elemen alam yang ada di sekitar. Karena, di dalam terminologi budaya Nusantara cenderung meyakini bahwa semua yang ada di alam raya ini hidup. Alam, dalam pandangan budaya, memiliki dua sisi. Makro dan mikrokosmos. Dan manusia, hanyalah bagian kecil dari alam semesta. Ia hanya mikrokosmos.
Maka, di dalam menjalankan peran, manusia tidak bisa bekerja sendirian. Ia, lantas mendayagunakan semua elemen alam ini sebagai sarana atau alat bantu. Karena di dalam semua benda, semua makhluk, terdapat energi potensial.
Lebih lanjut, saya mencoba menjelaskan masalah energi ini dalam terminologi energi kuantum. Dengan pendekatan yang agak saintis, barangkali bisa diterima. Apalagi ketika berhadapan dengan mahasiswa masa kini yang sepertinya lebih banyak mengenyam pengetahuan Barat yang didasari oleh filsafat materialistik.
BACA JUGA: Jangan Terjebak dalam Dikotomi Budaya Barat-Timur
Tari Sintren yang populer di kawasan Pantura Jawa saya ambil sebagai contoh. Saya katakan, tari Sintren pada mulanya menjadi salah satu bagian dari tradisi penyembuhan. Tari ini dianggap memiliki daya magis dan mistis. Tetapi, bagaimana magis dan mistik dalam tarian itu ada?
Kekuatan magis dan mistis itu sebenarnya bisa saja berasal dari kekuatan kata. Dalam hal ini, mantra ketika diucapkan berulang-ulang, ia akan mampu mengaktifkan energi potensial dari setiap elemen alam. Sebab, pada hakikatnya, mantra merupakan cara manusia berkomunikasi dengan elemen-elemen alam yang tersebar di alam semesta. Melalui komunikasi inilah energi yang tercerap dari setiap elemen alam dapat diolah dan dikelola menjadi sesuatu yang berguna bagi manusia.
Di sinilah uniknya bahasa manusia. Ia tidak hanya menjadi alat komunikasi antarmanusia. Akan tetapi dapat pula digunakan untuk melakukan komunikasi lintas makhluk.
Dalam bahasa teknologi, mantra boleh saja disamakan dengan logaritma atau kombinasi bilangan biner. Komposisi simbol dalam bilangan biner tersusun hanya oleh dua angka, yaitu 1 (satu) dan 0 (nol). Demikian pula dalam mantra. Kata-kata yang diucapkan sangat sederhana. Tetapi, kadang sulit dimengerti. Karena kata-kata dalam mantra pun disusun dengan pola-pola yang kadang terkesan acak. Tidak menaati struktur kalimat atau kaidah-kaidah bahasa lainnya.
BACA JUGA: Omah Lawang Sanga, Bangunan Khas Pekalongan dari Abad ke-19
Dan semakin sederhana, maka bahasa mantra pun boleh jadi hanya berupa bunyi. Misalnya, bunyi “O” atau sekadar gumaman yang diucapkan panjang dan intens. Pembunyian itu sesungguhnya untuk mengintensifkan potensi energi pada diri manusia itu sendiri agar ia memiliki kepekaan terhadap gerak alam di sekitar. Kepekaan inilah yang pada akhirnya akan membangun jalinan komunikasi antara manusia dan alamnya. Semakin intens komunikasi itu dijalin, semakin mudah pula manusia mengelola energi potensial alam untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia.
Penjelasan panjang itu membuat Rifki pada akhirnya cukup dapat memahami. Tetapi, apakah bisa membuat cara pandangnya berubah, tentu kembali lagi pada mas Rifki sendiri. bagaimana ia akan mengambil keputusan dan bersikap. Mungkin, akan berubah jika diskusi antara saya dan Rifki berjalan intens. Sama dengan mantra, semakin intens komunikasi dilakukan, semakin mudah bagi perapal mantra ini untuk membuat energi potensial alam ini termanfaatkan.