KOTOMONO.CO – Bermain sepak bola tentu capek. Ya apa pun, nggak cuma sepak bola. Bulu tangkis, futsal, tinju, taekwondo, balap lari, balap karung, atau basket. Semua juga capek. Jadi, wajar saja kalau atlet menunjukkan rasa capeknya itu. Sekuat apa pun ia menutupi rasa capek itu, pasti bakal kelihatan juga.
Namun, saya nggak tahu persis apakah pemain Persibat Kabupaten Batang juga capek ketika menghadapi Persipa Pati di lanjutan Liga 3 Indonesia? Para pemain Persibat tidak melakukan reaksi untuk paling tidak menekan pemain Persipa ketika merangsek ke pertahanan Persibat. Begitu pula pemain Persipa yang seperti menghadapi free kick man.
Pemain Persipa, Tri Handoko mencetak gol ketiga untuk Persipa dengan santainya seperti orang main bola di tepi pantai. Berkat gol itu, Persipa menang 3-1 atas Persibat. Males banget buat menganalisis pertandingan itu, ya, pemain-pemainnya saja males, apalagi yang nonton.
Perkara pemain Persibat dan Persipa sama-sama terkuras energinya, itu dibahas lain waktu saja kali ya? Masalahnya ada yang lebih capek dari itu. Ketika pemain-pemain Persibat berjuang dengan sangat gigih berani untuk mencetak gol, meski kelabakan ketika diserang balik. Pelatih mereka, Abdul Muin justru tertidur di bangku cadangan. Foto pelatih Persibat tengah tidur itu diunggah oleh akun Twitter @mafiawasit. Kamu bisa melihatnya di bawah ini.
Pas dipanggil Komdis untuk dimintai keterangan nanti:
Maaf, pas kejadian kemarin saya penak turu Pak Komdis, ra resiko! pic.twitter.com/WmDtruw2J9
— Komisi Wasit (@MafiaWasit) November 26, 2021
Saya mafhum dan memaklumi, mengapa pelatih Persibat memilih tidur di bangku cadangan. Kemungkinan pertama, karena tak mampu menginap di hotel. Kedua, karena kelelahan. Kalau sudah capek dan mengantuk, mau bagaimana lagi? Tidurlah solusinya.
BACA JUGA: Merayakan Kemesraan Pemkot Pekalongan dengan Wartawan Lokal
Etapi, saya pikir tidurnya Abdul Muin bukan sekadar sinyal kalau dirinya lelah. Dengan tidurnya itu, pelatih Persibat mungkin ingin memberikan pesan-pesan rahasia yang mesti dipecahkan. Saya akan coba pecahkan pesan itu. Kalau meleset ya maklumi saja. Namanya saja liga dagelan.
Pelatih Lokal, Pelatih Hebat
Selama mengikuti BRI Liga 1. Ya, kendati buruk, bukankah kita harus tetap mendukung sepak bola dalam negeri? Maka dari itu saya nonton “Ikatan Cinta”. Eh, nggak ding, Liga Indonesia maksudnya. Nah, klub-klub di Liga BRI itu kebanyakan pakai pelatih asing.
Saya sebutkan beberapa. Paul Munster, pelatih Bhayangkara FC; Angelo Alessio, pelatih Persija Jakarta; Stefano Cugurra, pelatih Bali United; Robert Rene Alberts, pelatih Persib Bandung; dan masih banyak lagi. Meskipun ada juga klub lokal yang dilatih pelatih lokal, seperti Barito Putera yang dilatih Jajang Nurjaman.
Tak sedikitnya pelatih asing, bahkan yang berlisensi UEFA Pro di BRI Liga 1 menandakan dua hal. Pelatih-pelatih tersebut tidak berguna di negaranya, dan ketidakpercayaan klub lokal terhadap pelatih lokal. Padahal pelatih lokal tuh bagus-bagus.
Contohnya, Jajang Nurjaman yang belum lama ini diisukan bakal melatih Manchester United. Walaupun sekadar diisukan, hal itu memperlihatkan bahwa pelatih lokal, khususnya Jajang Nurjaman punya kapasitas…… Untuk dijadikan meme.
Klub-klub di Liga Indonesia, khususnya di Liga 1 tampaknya menyepelekan pelatih lokal. Padahal banyak pelatih Indonesia yang tak hanya sanggup melatih, tapi juga sakti. Sakti bagaimana? Lha itu Abdul Muin, pelatih Persibat.
Pelatih Persibat telah membuktikan pelatih lokal memiliki ajian. Tentu bukan ajian rawarontek, pancasona, naga puspa, guntur saketi, ataupun brajamusti. Ajian yang dimiliki pelatih lokal ini lebih dari itu dan hebat luar biasa.
Pelatih Persibat ini mampu membuat para pemainnya tetap bermain, tetap menjalankan skema, dan tetap kebobolan, meskipun ditinggal tidur pelatihnya. Coba cari tahu sendiri, pelatih mana yang bisa melakukan hal serupa?
Saya yakin, pelatih sehebat apa pun belum tentu bisa melakukan hal itu. Nih ya, seorang pelatih moncer seperti Jurgen Klopp maupun Thomas Tuchel, saya yakin hanya bisa ngakak melihat fenomena itu. Nggak tahu kalau Ole Gunnar Solskjaer.
Menonton Sepak bola Indonesia Memang Paling Enak Sambil Tidur
Abdul Muin adalah kita ketika nonton sepak bola Indonesia. Pelatih Persibat yang tidur, jika dikaji menggunakan paradigma semiotik Negeri Walanda, menandakan kalau nonton sepak bola lokal memang paling enak sambil tidur. Lha pelatihnya saja tidur menyaksikan anak didiknya, apalagi kita yang di rumah?
Betapa membosankannya sepak bola di dalam negeri. Permainan di Liga 1 saja monoton, apalagi di Liga 3. Satu-satunya yang bisa ditonton dari sepak bola Indonesia adalah stand up comedy para petinggi PSSI dan aksi kungfu yang atraktif dari para pemain.
Aksi kungfu pemain-pemain lokal jadi bagian yang paling menarik. Adrenalin kita bisa bertambah kalau nonton itu. Sementara aksi mengolah si kulit bundar sebatas penghias saja. Ya biar dilihatnya itu kompetisi sepak bola, bukan POPDA cabang pencak silat.
Bagaimana mau menarik kalau sepak bola isinya tekel dan long pass doang? Kemudian wasitnya itu lho seperti nggak pernah uji kelayakan. Kaki menginjak leher hanya dikartu kuning, tekel keras tak pelanggaran, sentuhan dikit langsung kartu merah, sampai tak bisa membedakan offside dan onside.
Pelatih Persibat Adalah Cerminan PSSI
Saya berharap foto pelatih Persibat yang lelap saat timnya bertanding itu sampai ke tangan Mbak Najwa Shihab. Bukan apa-apa, biar Mbak Nana itu nonton dan introspeksi diri. Nggak usah lagi bikin “PSSI Bisa Apa? Jilid 9999”.
BACA JUGA: Mubarak Kelip, Si Cabe Rawit Andalan Timnas Indonesia
Pelatih Persibat, Abdul Muin yang tidur itu sudah memberikan sinyal yang sangat kuat. Bahwa dia yang tidur saat pertandingan adalah cerminan PSSI hari ini, besok, atau nanti. Nggak tahu apa yang terjadi di lapangan, yang penting bersuara, sampai marah-marah dan somasi orang lain juga boleh. Harusnya Mbak Nana nggak usah bikin “PSSI Bisa Apa? Jilid 99999” lagi, tapi “PSSI, Mau Bangun Kapan? Jilid 1”.