KOTOMONO.CO – Media massa merupakan merupakan satu diantara yang paling digemari untuk dibicarakan masyarkat Indonesia, kegiatan yang berbau informasi dan hiburan didalamnya salah satu hal yang melekat dengan aktivitas kehidupan sehari-hari warga negara kita. Ada berbagai macam media massa seperti radio, televisi, dan lain sebagainya.
Dari berbagai media siaran teknologi, televisi merupakan yang paling banyak diminati oleh khalayak umum, hal tersebut karena orang-orang yang mendapatkan informasi tidak hanya berbentuk audio saja melainkan juga bisa melihat visualnya. Televisi menjadi media informasi yang signifikan dengan penyampaian yang dekat dengan karakteristik masyarakat. Jika dilihat dari mula kemunculan televisi tak heran jika televisi tetap eksis hingga kini.
Kebanyakan masyarakat Indonesia lebih gemar menonton televisi daripada melihat gadget dengan ukuran segenggam tangan. Apalagi bagi masyarakat dengan usia lanjut, kemudahan akses televisi jadi faktor pendukung besar mengapa televisi tetap jadi media massa nomor satu. Selain itu menurut Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berdasarkan data yang telah disajikan IDN Research Institusi pada masa pandemi Covid-19 pada tahun lalu, menunjukan 89 persen masyarakat indonesia rata-rata usia 21-36 tahun masih relatif tinggi dalam mengkonsumsi teknologi televisi.
Hal tersebut menunjukan bahwa masih banyak warga indonesia yang lebih percaya informasi yang dipublikasikan melalui media televisi dibandingkan dari media internet. Dari sini dapat disimpulkan bahwa selain kemudahan akses, kunci keakuratan informasi televisi juga menjadi faktor pendukung televisi terus digemari.
BACA JUGA: Bikin Kamera Analog Sendiri Pakai Media Kaleng Rokok Bekas, Asyik Kali Ya?!
Televisi merupakan salah satu media yang sangat berjasa dalam menginformasikan tentang konflik di berbagai belahan dunia, seperti berita perdamaian, ekonomi dan sosial, bahkan isu-isu politik juga disajikan secara detail. Pada tanggal 21 November PBB menetapkan sebagai Hari Televisi Internasional. Alasan PBB mengesahkan yaitu karena televisi dinilai sebagai simbol komunikasi antar manusia, dimana hal ini televsis dianggap memliki kekuatan dan pengharuh yang besar ketika proses pengambilan keputusan, untuk itulah media televisi diklaim menjadi media yang bisa memberikan informasi, menyalurkan, dan mempengaruhi opini publik.
Besarnya pengaruh media televisi menjadikan dunia penyiaran harus segera melakukan revolusi. Kebijakan nasional pada perubahan digital merupakan salah satu agenda penting, khususnya digitalisasi televisi. Kebijakan digitalisai tersebut bisa meningkatkan daya guna dalam industri penyiaran bagi pegiat bisnis mandiri dan investor penyiaran. Serta tetap terjaganya hubungan yang baik antar negara tetangga, karena apabila terlalu lambat nantinya bisa berpotensi menyebabkan permasalahan khususnya di wilayah perbatasan.
BACA JUGA: Yakin Deh, Cuma Program Batik TV Ini yang Nggak Mengecewakan
Baru-baru ini pemerintah telah resmi mengalihkan atau mentransformasikan saluran televisi analog ke saluran digital. Peralihan teknologi TV Analog (Switch Off) munuju teknologi TV Digital ini terdapat pada pasal 60A ayat 2 Undang-Undang Cipta Kerja. Dimana di dalamnya disebutkan bahwa migrasi penyiaran televisi terestial dari yang semula menggunakan analog digantikan ke digital sebagaimana yang termaksudkan dalam ayat (1) dan pengehentian siaran analog switch off diselesaikan paling lama dua tahun sejak mulai berlakuan Undang-Undang Cipta Kerja.
Meski pemerintah Indonesia berdalih sudah mempersiapkan Analog Switch-Off (ASO) secara nasional ini pada tahun 2018 yang lalu dan kemkominfo menggalakan sosialisasi digital ini mulai tahun 2012 dengan cara lewat iklan layananan masyarakat di TV, media sosial dan juga turun langsung sosialisasi secara offline ke masyarakat. Hal tersebut tak cukup membuat masyarakat menjadi tenang menghadapi perubahan. Berbagai spekulasi dan tanggapan muncul dari berbagai kalangan. Dari mulai masyarakat biasa hingga para pengamat penyiaran. Headline-headline berita mencuat sebagai bumbu perbincangan.
Menurut masyarakat, peralihan Tv analog ke digital ini banyak merugikan khususnya masyarakat menengah ke bawah. Yang semula mereka menikmati siaran televisi secara gratis hanya dengan listrik, kini harus dipusingkan dengan pemasangan set box. Belum lagi harga set box yang dibandrol pada kisaran Rp 200.000-Rp 250.000, nominal tersebut terbilang mahal. Tak hanya berimbas pada pribadi, peralihan ini juga berimbas pada keberlangsungan kehidupan keluarga. Anak-anak mulai resah tak dapat menonton kartun favoritnya, orang tua banting tulang kesana-kemari demi mendapatkan set box guna memenuhi kebutuhan anak.
Walaupun dari pihak pemerintah sudah mendistribusikan Set Top Box (STB) secara gratis bagi masyarakat menengah kebawah, nyatanya masih banyak dari kalangan menengah kebawah dipelosok daerah yang belum kebagian. Pemerintah mengesahkan Analog Switch Off (ASO) pada bulan november yang lalu itu cukup terbilang terburu-buru, hasrusnya pemerintah dari pada mematikan sistem analog lebih baik kedua sitem tersebut dijalankan secara berdampingkan, supaya masyarakat yang belum mampu berpindah ke sistem digital masih tetap bisa menikmati siaran televisi.
Dari beberapa fenomena diatas dapat sedikt ditarik kesimpulan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memiliki kesiapan untuk bertranformasi. Tak hanya masalah uang, sosialisasi mengenai pentingnya peralihan teknologi ini juga perlu digencarkan. Tak hanya masyarakat yang dapat terjangkau mata juga masyarakat di pelosok-pelosok desa. Dengan datangnya teknologi baru ini nantinya akan dimaknai, dan dipergunakan oleh khalayak yang dimana sangat bergantung pada gerak struktur dan kultur masyarakat yang ada.
Oleh karena teknologi televisi ini merupakan instrumen penting di dalam perangkat rumah tangga. Sehingga kesiapan dari masyarakat terkait migrasi dari sistem analog menuju ke sistem digital ini perlu diperhatikan dan dipertimbangkan pemerintah seperti sedalam apa pemahaman dari masyarakat terkait kehadiran sitem digital ini.
Indonesia menjadi sebuah negara yang memangku konsep demokrasi pada kebijakan publik, sehingga wajib bagi pemerintah berorientasi terhadap kesejahteraan masyarakat yang khususnya dikalangan menengah kebawah. Karena masyarakat umumlah yang menjadi dasar dari kebijakan yang akan dikeluarkan, maka pertimbangan yang sangat matang perlu untuk diperhatikan.
BACA JUGA: Pemerintah Minta Ganti ke TV Digital? Wong Siaran TV Saja Masih Bobrok, kok!
Adanya migrasi TV Analog ke TV Digital memiliki tujuan yang baik, yaitu masyarakat diuntungkan karena bisa menikmati siaran televisi yang gambarnya jernih dan tidak takut hilang sinyal ketika cuaca berubah-ubah, sedangkan pemerintah diuntungkan karena bisa mengembangkan industri telekomunikasi dari 4G menuju 5G. Tetapi pemerintah harus selalu memantau kesiapan masyarakat, apabila banyak dari masyarakat yang belom matang khususnya kalangan menengah kebawah, nantinya mereka justru yang akan menjadi pihak yang dirugikan.
Pemahaman mengenai manfaat dan tantangan yang nantinya akan dihadapi mereka dari migrasi siaran digital ini sangat wajib diberikan kepada masyarakat khusunya kalangan menengah kebawah. Diperlukan juga partisipasi dari masyarakat dengan ikut berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan sistem digital, supaya proses peralihannya berjalan lancar dan meminimalisir kesenjangan ketika mendapatkan berita dan hiburan dari siaran televisi.